HIDUPKATOLIK.COM – DUA pulih lima tahun lalu, 5 September 1997, dunia kehilangan seorang pejuang kemanusiaan. Dia adalah Ibu Teresa dari Kalkuta, India. Karya pendiri Kongregasi Misionaris Cinta Kasih ini tersebar ke pelbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia melalui Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT). Tahun 1979, Ibu Teresa dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian.
Pemimpin Gereja Katolik Sedunia saat itu, Paus Yohanes Paulus II mengutus Kardinal Angelo Sodano untuk memimpin Misa Requiem untuk mengantar jenazah Ibu Teresa ke peristirahatan terakhir di Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih.
Di sepanjang jalan Jawaharlal Nehru yang dilalui arak-arakan peti jenazah, ribuan orang berkerumun, termasuk para bhikku, menunggu prosesi.
Saat koor dalam Misa Requiem, para Suster Misionaris Cinta Kasih menyanyikan sebuah lagu dengan syair, “Dunia sekarang ini tidak hanya lapar akan sepotong roti, tapi juga lapar akan cinta.”
Tak perlu menunggu lama setelah kematiannya, pada tahun 2013, Ibu Teresa telah digelari Beata oleh Vatikan, dan tahun 2016 sudah menjadi Santa.
Teladan Dunia Modern
“Ibu Teresa adalah teladan dunia modern karena karakter pribadinya yang sangat altruis. Penghayatan hidup dan semangat imannya, layak menjadi teladan bagi semua orang,” kata Paus Yohanes Paulus II saat mendengar kabar kematian sang sahabat rohaninya itu.
“Kematian Ibu Teresa melemparkan seluruh bangsa, dunia ke dalam kedukaan begitu dalam. Ia telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk semua orang. Ia orang kudus terkemuka,” kata Shahi Imam Ahmed Buchari, Pemimpin Mesjid Jamma, New Delhi, India.
“Seluruh hidup wanita penuh pesona ini sungguh merupakan bentuk ungkapan penghayatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan utama yang mencerminkan prinsip-prinsip kebaikan, bela rasa, kepedulian besar kepada orang lain dan iman kepada Tuhan. Kami rakyat Rusia sangat bersedih, dan sangat kehilangan,” kata Presiden Rusia, Boris Yeltsin.
“Ia adalah simbol harapan bagi kaum papa dan sekarat,” kata Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Tong.
Pemenang Nobel Perdamaian 1992, Rigoberta Menchu Tum mengatakan, kepergian Ibu Teresa telah meninggalkan jejak jelas upaya perjuangan menegakkan kebenaran, persamaan hak, dan kadilan.
Presiden Bill Clinton dari Amerika Serikat menyebut Ibu Teresa sebagai pribadi yang luar biasa dan salah satu ‘raksasa’ di zaman kita ini. (fhs)