HIDUPKATOLIK.COM – DALAM Studi Lapangan Isu Strategis Nasional (SLISN), 22 Agustus 2022, Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto dan Peserta Program Reguler Angkatan LXIV tahun 2022 Lemhannas RI beraudiensi dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat, dan para pejabat utama bidang Pariwisata, Peternakan dan Pertanian.
Provinsi NTT yang memiliki jumlah penduduk sekitar 5,49 juta jiwa, sebagian besar penduduk berpenghasilan dari bertani, beternak dan juga melaut. Secara keseluruhan luas tanah pertanian di Provinsi NTT adalah 5.089.998 hektare, dari luas tersebut lahan pertanian yang bukan sawah luasnya 3.852.726 Ha. Berdasarkan hal ini, NTT memiliki potensi lahan pertanian yang masih sangat luas. Tantangannya adalah kondisi alam yang berbukit kapur dan karang serta iklim kering yang panjang (8 bulan dalam setahun) menyebabkan rendahnya curah hujan dan kelangkaan sumber air, menjadikan hampir sebagian besar lahan pertanian merupakan lahan kering.
Sebagai provinsi yang secara agroecological termasuk kawasan lahan kering beriklim kering, jagung menjadi salah satu komoditi priotitas dan andalan bagi masyarakat NTT. Pemerintah NTT berupaya meningkatkan produksi jagung di NTT, namun hasil pertanian belum mencukupi kebutuhan pangan penduduk sehingga masih mendatangkan dari luar. Sisi lain, Provinsi NTT juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil ternak sapi dengan populasi mencapai 1.188.982 ekor. “Pemerintah Provinsi NTT telah mengembangkan model Integrasi Jagung-Ternak, yang dikenal dengan Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) sejak tahun 2019,” jelas Viktor Laiskodat di kantornya dalam pertemuan dengan Lemhannas RI, 22 Agustus 2022. Ditambahkan, TJPS adalah inovasi dan platform pembangunan pertanian lokal spesifik Provinsi NTT dan merupakan awal menuju pertanian terpadu (Integrated Farming System/IFS).
Program TJPS saat ini sudah bergerak di lapangan dengan sasaran utama 16 kabupaten, dimana kabupaten tersebut masuk dalam katagori sangat miskin. Program TJPS melibatkan kurang lebih 26.000 petani. Fokus dari program ini yaitu pada Kabupaten dengan tingkat kemiskinan tinggi di dalam zona merah seperti Pulau Sumba, Pulau Timor, sejumlah Kabupaten di Pulau Flores, dan Alor. Penerapan TJPS dilakukan melalui kolaborasi beberapa komponen strategis yaitu: teknologi budidaya jagung, teknologi pemeliharaan ternak, teknologi budidaya tanaman pakan ternak, teknologi ransum pakan ternak, manajemen TJPS, penguatan wirausahawan mandiri dalam manajemen dan penguasaan teknologi, pendampingan teknis dan kelembagaan pendukung bisnis jagung dan ternak.
Pelaksanaannya sedang berjalan di beberapa Kabupaten di Provinsi NTT. Sebanyak 70 desa di 7 (tujuh) Kabupaten yang sudah tersentuh program ini.. Luas area lahan tanam meningkat di tahun 2020 menjadi 10.000 hektar dari 2400 hektar di 16 Kabupaten. Jumlah petani yang ikut serta dalam program ini terus meningkat dari sebesar 2400 Kepala Keluarga (KK) tahun 2019, menjadi 11.732 KK tahun 2020, 13.082 KK pada tahun 2021, dan 45.488 KK pada tahun 2022. Hal ini juga terlihat nilai penerimaan petani kurun waktu 2019-2021 sejumlah Rp.143.23M, rata rata meningkat setiap tahunnya.
Lepas dari semua itu, TJPS ini harus disikapi dengan terus menerus menyempurnakan pelaksanaan programnya. Dari hasil peninjauan dilapangan dan testimoni petani pelaksana program TJPS di 2 lokasi yaitu Desa Tuatuka dan Desa Baumata Utara, Kabupaten Kupang, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian.
Pertama, belum tersedianya infrastruktur pengairan yang mendukung peningkatan produksi petani.
Kedua, belum tersedianya industri perbenihan/pembibitan untuk mempercepat kapasitas produksi.
Ketiga, keamanan dan cadangan pangan, melalui penanganan distribusi, keamanan, akses, yang sekarang belum optimal. Diperlukan penataan dan perbaikan rantai tata niaga dengan menyederhanakan atau memperpendek rantai.
Keempat, kemampuan dan kapasitas petani dan peternak dalam bidang kewirausahaan perlu ditingkatkan.
Di samping itu, dalam audiensi penulis dengan Uskup Agung Keuskupan Kupang, Mgr. Petrus Turang pada 25 Agustus 2022, dikemukakan bahwa para petani sebetulnya adalah mereka yang tak sulit untuk diarahkan dan dibimbing.
“Pemerintah sangat perlu memberi perhatian kepada petani, karena merekalah tumpuan dan sumber tersedianya bahan makanan kita sehari-hari,” kata Mgr. Turang. Uskup juga menambahkan untuk mampu menyejahterakan masyarakat dan keluar dari kemiskinan, hanya tiga hal yang perlu diprioritaskan saat ini yakni air, listrik dan jalan.
Selain strategi Penta Helix, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, akademisi, media dan komunitas, maka beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan di antaranya adalah program TPJS dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) sehingga didukung perangkat hukum yang lebih tinggi dari Peraturan Gubernur. Dengan demikian program ini dapat dilakukan secara berkesinambungan, meskipun gubernurnya berganti. Perlu juga melibatkan lebih banyak lembaga keuangan/bank dalam memberi akses kepada petani untuk memperoleh pinjaman uang serta koperasi sebagai off taker. Hal ini mengingat koperasi yang dimiliki petani di desa-desa relatif banyak. Terpenting juga adalah dukungan terhadap sarana alat-alat mesin pertanian dan peningkatan intensitas pelatihan dan pendampingan bagi para petani.
Mathilda AMW Birowo dari Kupang, NTT