HIDUPKATOLIK.COM – President General The World Union of Catholic Women’s Organizations (WUCWO), Maria Lia Zervino terkesan dengan daya juang perempuan Indonesia terutama di masa pandemi Covid 19.
Hal ini terungkap dalam kunjungannya bersama Board Member dari Korea, Isabella Park beserta Rosa Lee ke Indonesia melihat program-program yang dikembangkan oleh Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) di bawah koordinasi Dewan Pengurus Pusat.
Pada kesempatan ini tamu WUCWO didampingi oleh Ketua Presidium DPP WKRI, Justina Rostiawati, beserta kedua presidium yakni Lucia Willar dan Catri, menyaksikan dan mendengar sharing dari binaan dan pelaku PPUK di cabang St. Mikael, Duta Kranji Bekasi, Maria Lia Zervino dengan semangat mengatakan akan membagikan kisah ibu-ibu WK pelaku PPUK ini ke negara-negara lain.
Program Peningkatan Perempuan Usaha Kecil (PPUK) merupakan program yang dikembangkan untuk membantu mengangkat kemampuan perempuan dalam menjalankan usaha (meningkatkan ekonomi rumah tangga) dengan modal mereka yang ada adalah di bawah usaha mikro ataupun UMKM.
Tujuannya untuk memberdayakan seluruh usaha kecil secara perorangan (maupun kelompok); mengupayakan keterpaduan cara berpikir dan bertindak dalam melakukan usaha; dan mengembangkan kualitas usaha perorangan (maupun kelompok) agar berdaya pikat dan berkelanjutan.
Sasarannya bukan saja perempuan Katolik, namun juga kepada mereka yang bersedia dibina dan didampingi oleh anggota WK baik di ranting maupun cabang. Indikator lain bahwa mereka telah memiliki satu usaha kecil dan masih dapat dikembangkan dengan tambahan modal.
Tyas selaku Ketua Kesra-DPD Jakarta menjelaskan tentang strategi DPD Wanita Katolik Jakarta melaksanakan program PPUK di Jakarta dan sekitarnya. Dikemukakan dari sejumlah 713 pelaku PPUK, selama 2022 hanya 6 pelaku mengalami dampak dari pandemi covid dan menjadikan usahanya sebagai sumber penghasilan rumah tangga dikarenakan sang suami kena PHK atau memperoleh penghasilan yang tak menentu.
Salah seorang dari pelaku PPUK yaitu Intantri sejak 2018 setelah pensiun memulai usaha membuat dan menjual kue sebagai hobinya. Usahanya kemudian diberi nama Maleta dengan produk unggulan sosis solo frozen dan kue proltape keju.
Sebelum mendaftar PPUK tahun 2019, ia sudah menjadi binaan UMKM Pemerintah Kota Bekasi hingga memperoleh sertifikat halal dari MUI, no PIRT dan hak merek secara gratis. Pinjaman PPUK digunakan untuk membeli peralatan kemasan serta pan pengolah proltape. Usaha ini dijalankan dengan dukungan anak dan suami. Saat ini waktu yang dihabiskan untuk usaha 50% karena sisanya masih mengurus cucu. Intantri juga mampu mengajak ibu-ibu lainnya pembuat kue kering untuk bisa mengembangkan usahanya melalui PPUK.
Pengalaman lainnya dari Sanuri seorang penjahit, ia mendapat pelatihan menjahit dasar 1 dan 2 di WKRI Cabang Matraman. Tahun 2018 mendapat bantuan PPUK, hingga kini menerima pesanan jahit baju termasuk juga jubah pastor. Sedangkan Arie penjual jus buah segar memperoleh bantuan PPUK untuk menambah modal usaha yang menjadi sumber penghasilan keluarga. Halnya dengan Yuli usaha ayam potong keliling, dapat menjual sekitar 15 ekor dengan profit 70-80 ribu per hari atau sekitar 100 ribu jika laris.
Bersama penulis dan Maria Tamzil (utusan DPD Sulut), Maria Lia beserta Isabella dan Rosa sempat berdiskusi tentang peran perempuan dalam meretas intoleransi dan radikalisme. Selain itu juga tentang isu stunting dan kemiskinan di beberapa wilayah Indonesia termasuk di NTT.
Terhadap PPUK, Maria Lia memberi tanggapan bahwa WKRI juga memiliki karakteristik ‘beauty’ sehingga beliau menyebut WKRI sebagai artis. “Kemampuan yang dimiliki perempuan-perempuan hebat ini harus ditularkan ke anggota keluarga, bahkan antar generasi,” jelasnya. Ia juga menyarankan agar dapat dibuat pula pelatihan untuk kaum pria, agar para suami dapat juga mendukung usaha dari isterinya atau bahkan mengembangkan usaha sendiri.
Mathilda AMW Birowo