HIDUPKATOLIK.COM – INI adalah rahmat, bukan jabatan. Pernyataan ini diungkpakan Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo saat berbincang-bincang dengan kru HIDUP dan HIDUPtv di Wisma Keuskupan Agung Jakarta beberapa waktu lalu. Lontaran jawaban itu muncul tatkala kepadanya disodorkan pertanyaan, apa makna perayaan ulang tahun ke-25 tahbisan uskupnya yang jatuh pada tanggal 22 Agustus 2022 ini.
Tentu saja, jawaban ini seolah-olah tampak sederhana. Justru tidak sesederhana yang dibayangkan atau dengan kata lain, sebuah jawaban yang datang dari refleksi iman yang sangat mendalam, sarat makna dan tanggung jawab. Barangkali rahmat di sini bisa juga diartikan sama dengan Penyelenggaraan Ilahi (Providentia Dei).
Membaca pelbagai referensi mengenai sosok Kardinal ketiga dari Indonesia ini dan mendengar langsung dari penuturannya, perjalanan hidupnya ‘tampaknya’ mengalir begitu saja sejak dia memutuskan pilihannya masuk Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah alias menjadi calon imam projo saat itu hingga kini menjadi Uskup Agung dan Kardinal. Dari Uskup Agung Semarang hingga menjadi Uskup Agung Jakarta, diangkat oleh Paus menjadi Kardinal, juga Uskup untuk umat Katolik di lingkungan TNI-POLRI, Ketua KWI, pernah menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Bandung. Baginya, semua itu adalah rahmat, amanah, pelayanan, perutusan. Sebab itu pula, ia menghindari kata menduduki jabatan, tapi mengemban amanah. Ia selalu berupaya memberikan pelayanan terbaik dari kedalaman diri yang ia punyai. Tak pernah pula ia menolak setiap perutusan yang diberikan kepadanya. Ia percaya bahwa Allah akan melengkapi atau memcukupi segala hal yang diperlukan untuk setiap perutusan penggembalaan yang diberikan kepadanya. Ketaatan total pada Allah.
Menjadi uskup di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) memiliki aneka tantangan tersendiri baginya. Namun, di tangan Kardinal Suharyo, umat KAJ merasakan sentuhan yang berbeda dari kepemimpinan penggembalaan sebelumnya. Dengan kepemimpinan yang partisipatif dan transformatif, selain makin memperkuat ke dalam, umat KAJ pun dituntunnya untuk membuka diri ke luar, termasuk kian mencintai Tanah Air tercinta ini. Untuk yang disebut yang terakhir ini, hal itu, menurut penuturannya, merupakan buah refleksinya bagaimana menerjemahkan semboyan “seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia”.
Tantangan dan problematika yang dihadapi oleh KAJ tidaklah ditujukan kepada gembalanya semata, malainkan kepada umat, para awam yang berada di tengah masyarakat yang pluralis ini. ‘Beruntungnya’ menjadi gembala di KAJ adalah peran aktif awam di segala lapisan, termasuk ketua-ketua lingkungan. Secara berkelakar, Kardinal Suharyo pernah berkata, kalau uskup tidak ada tidak apa-apa, tapi coba kalau ketua lingkungan tidak ada.
Umat KAJ turut merayakan 25 tahun tahbisan episkopal Kardinal Suharyo dengan doa dan partisipasi pelayanan sesuai peran masing-masing. Diresmikannya Stasi Kranggan, Minggu, 14/8/2022, yang tadinya merupakan stasi dari Paroki Kampung Sawah, Bekasi menjadi paroki terbaru di KAJ, adalah salah satu hadiah atau rahmat istimewa bagi Kardinal Suharyo. Selamat HUT ke-25 tahbisan episkopal, Bapa Kardinal!
HIDUP, Edisi No. 34, Tahun ke-76, Minggu, 21 Agustus 2022