web page hit counter
Minggu, 29 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Reinkarnasi dan Karma

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Pastor, saya kerap mendengar dua istilah yang tidak mudah saya pahami: reinkarnasi dan karma. Kenapa reinkarnasi dan karma tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik? (Kresensa Marauleng, Parepare)

BENAR sekali bahwa keduanya tidak sesuai dengan iman Katolik. Reinkarnasi adalah proses lahir kembali yang dialami oleh jiwa (atma). Setelah kematian jiwa (atma) akan lahir kembali dalam kehidupan selanjutnya. Kematian akan selalu diikuti kelahiran kembali, terus-menerus, mengikuti hukum sebab akibat (kamma). Tergantung perbuatan seseorang semasa hidupnya, begitulah kehidupannya selanjutnya.

Kalau orang terlalu terikat pada keinginan, dan tidak mencari kebenaran universal, dia akan terjebak terus di dalam siklus samsara. Hanya bila orang mau belajar kebenaran, berlatih memberi dan bersikap baik serta rajin berkontemplasi, ia akan bisa keluar dari siklus ini. Ia akan mencapai kebahagiaan tertinggi dan tidak akan masuk dalam siklus mati dan lahir terus-menerus ini.

Di mana ketidaksesuaiannya? Ketidaksesuaian terletak dalam arti kehidupan itu sendiri, yang bagi Gereja Katolik berlangsung satu kali saja dan akan berakhir saat kita mati. “Kematian adalah titik akhir penziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian menentukan nasibnya yang terakhir. “Apabila jalan hidup duniawi kita yang satu-satunya sudah berakhir” (LG 48), kita tidak kembali lagi, untuk hidup beberapa kali lagi di dunia. “Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi” (Ibr. 9:27).

Baca Juga:  Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC: Kebersamaan yang Berkualitas

Sesudah kematian tidak ada ‘reinkarnasi’” (KGK 1013). Sesudah kematian, roh kita akan menghadap Tuhan, yang telah menciptakan dan mengasihi kita. Inilah yang disebut pengadilan pribadi, dan akan memperoleh ganjaran sesuai kasih-Nya. Bila manusia masih memiliki dosa yang belum diampuni, orang Katolik percaya adanya purgatorium, di mana tersedia api kasih Allah yang menyucikan, sampai akhirnya dia layak menghadap Tuhan dalam kebahagiaan surga.

Selain itu bagi orang Katolik keselamatan itu lebih karena rahmat Allah, dan bukan karena perbuatan-perbuatannya. Keselamatan adalah anugerah, bukan merupakan hasil pencapaian kita sendiri melainkan oleh kemurahan hati Allah.

Tentu saja perbuatan tetap penting, karena di sanalahnya nyata tanggapan manusia terhadap rahmat. Dengan berbuat baik kita bekerja sama dengan rahmat Allah dan sekaligus menghasilkan buah dari rahmat itu sendiri. Namun kasih Allah jauh lebih besar dari segala perbuatan kita.

Baca Juga:  Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC: Kebersamaan yang Berkualitas

Yang kedua mengenai karma. Karma berhubungan dengan keyakinan bahwa perbuatan baik atau buruk, akan mendatangkan berkat atau petaka bagi pelakunya. Setiap perbuatan kita akan kembali kepada kita. Siapa menabur kebaikan akan menerima kebaikan; demikian pula sebaliknya. Jadi ada hukum sebab akibat di sini. Bahkan Karma juga bisa berlanjut pada kehidupan berikutnya, dalam peristiwa mati dan lahir reinkarnasi seperti di atas.

Iman Katolik tidak mempercayakan diri pada hukum karma, karena dengan baptisan kita mempunyai kebebasan sebagai anak- anak Allah. Kita percaya akan misteri penyelenggaraan Allah yang memelihara kita dengan penuh kasih sayang, tetapi tidak dengan hukum sebab akibat. Allah berkuasa menganugerahkan kebaikan pada manusia, tetapi kadang-kadang Allah juga mengijinkan kita mengalami penderitaan dan memikul salib, agar kita maju dalam iman.

Baca Juga:  Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC: Kebersamaan yang Berkualitas

Allah mendewasakan kita dengan berbagai peristiwa, dan dalam segala sesuatu itu kita diundang untuk mencari kehendak-Nya. Konsekuensinya perbuatan orang beriman hendaknya dilakukan dengan tulus dan lurus, bukan karena ingin mendapatkan imbalan atau karena takut malapetaka, di dunia sekarang maupun yang akan datang, melainkan karena ingin bekerja sama dengan Allah penyelenggara dan penyayang kehidupan.

HIDUP NO.34, 21 Agustus 2022

 

Pastor Gregorius Hertanto, MSC
(Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara)

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles