web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Suster Theresien, SPM, Provinsial Provindo Samarinda: Sinergi ‘Tota Christi’ dan Burung Enggang

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DENGAN tegas, Sr. Theresien, SPM mangatakan, tantangan terkini yang dihadapi SPM saat merayakan 200 tahun berdirinya, adalah bagaimana menjawab kebutuhan pendidikan, khususnya masyarakat Dayak yang rata-rata masih tertinggal dan Kalimantan Timur akan menjadi Ibu Kota Nusantara (IKN). Berikut petikan wawancara dengan Sr. Theresien:

Mengapa penuh syukur, bangga, dan sukacita menjadi Suster SPM?

Pertama, karena terpilih dari jutaan manusia di dunia ini menjadi SPM. Kedua, dipanggil Yesus untuk hidup menurut warta gembira-Nya, mengalami kasih Allah yang tidak terbatas, yang memperlihatkan apa arti manusia; setiap manusia berharga bagi Allah, tidak seorang pun hina. Karena setiap pribadi manusia dicipta seturut gambar dan rupa-Nya.  Berkarya sebagai SPM berarti bekarya mengikuti model Yesus menampakkan siapa Allah itu yang memperlihatkan bahwa setiap manusia berharga tidak seorang pun hina, apa pun keadaannya dan dimana pun keberadaannya.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Apa keunikan dan kekuatan Provinsi Samarinda?

Teritorial wilayah layanan selain di daerah Tangerang Selatan dan Baras (Filipina) dominan melayani masyarakat Kalimantan. Maka dalam rangka 200 tahun, Provindo Samarinda mengobarkan semangat “Tota Christi Christi Per Mariam” (Totalitas hidup bagi Kristus melalui Maria) dengan mendidik dan membina manusia bermartabat dengan kepakan sayap dan suara kuat si Burung Enggang. Burung yang dipakai sebagai simbol masyarakat Dayak.

Burung Enggang sendiri bermakna sebagai satu tanda kedekatan masyarakat Indonesia dengan alam sekitarnya. Seluruh bagian tubuh Burung Enggang digunakan sebagai simbol kebesaran dan kemuliaan suku tersebut, melambangkan perdamaian dan persatuan, sayapnya yang tebal melambangkan pemimpin yang selalu melindungi rakyatnya. Sedangkan ekor panjangnya dianggap sebagai tanda kemakmuran rakyat suku Dayak. Selain itu, burung enggang juga dijadikan sebagai contoh kehidupan keluarga di masyarakat, agar senantiasa dapat selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Apa tantangan yang tengah dihadapi?

Menjawab kebutuhan pendidikan khususnya masyarakat Dayak yang rata-rata masih tertinggal dan Kalimantan Timur akan menjadi Ibu kota Nusantara (IKN). Penyelamatan bagi masyarakat Dayak perlu di antisipasi agar tidak kehilangan jati diri sebagai masyarakat Dayak dengan segala kebudayaannya dan kearifannya yang sangat kaya. Menjaga agar generasi muda tidak tergerus arus imannya karena perkembangan dunia teknologi. Perkembangan teknologi belum diiringi kesiapan mental yang memadai, sehingga menggerus iman terlebih untuk generasi muda.

Tantangan lain, di tempat tertentu (Kalimantan Selatan) penolakan masyarakat terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh Gereja (Katolik dan Protestan). Kurang lebih 35 tahun penyelenggaraan PAUD masih numpang di lahan Gereja, dan kurang lebih 12 tahun sudah membeli tanah dan gedung untuk pemindahan lahan sekolah, namun belum mendapat izin dari pihak tertentu yang sangat kuat.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Adakah strategi khusus dalam promosi panggilan?

Tentu saja tertantang memberi kesaksian melalui hidup harian Suster SPM yang menampakkan kehadiran Allah yang memartabatkan setiap pribadi di mana pun berada. Kami juga membangun jejaring dengan pihak-pihak terkait demi efektifitas penyebaran spiritualitas dan kharisma SPM.

Apa harapan untuk Kongregasi SPM pasca 200 tahu ini?

Termasuk untuk diriku sendiri, SPM semakin relevan bagi dunia saat ini, spiritualitasnya semakin dirasakan, dihidupi sebanyak mungkin manusia di dunia ini.  Semakin banyak orang mengakui dirinya berharga, karena bermartabat citra Allah. SPM semakin berkualitas, bermakna dan relevan bagi dunia di sepanjang masa. Semangat Tota Christi terus berkobar sepanjang masa.

Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia

HIDUP, Edisi No. 33, Tahun ke-76, Minggu, 14 Agustus 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles