HIDUPKATOLIK.COM – PERJALANAN panggilan Suster M. Nathania Liviany Windy, SPM, akrab disapa Sr. Nathania, dimulai sejak ia terpanggil untuk dibaptis dalam Gereja Katolik. Saat itu, usianya 15 tahun, masih duduk dibangku SMA.
Selama masa katekumenat, kerinduannya untuk menjadi suster mulai muncul ke permukaan. Ia sempat melihat sosok suster rubiah karmelit ketika Minggu Pangggilan. Dalam hati kecilnya, ia ingin menjadi seperti biarawati tersebut.
“Semua waktu liburan, saya pakai untuk live in ke biara-biara, dengan motivasi ingin mendapat gambar lebih dalam seperti apa kehidupan sebagai biarawati dan untuk menentukan biara mana yang pas. Tepat pada tanggal 14 April 2017 saya dibaptis menjadi seorang Katolik,” tuturnya saat dihubungi HIDUP melalui daring, 2/8.
Suatu hari, ia mulai gelisah karena belum menemukan biara. Setelah berpikir cukup panjang, malam itu, ia memutuskan untuk mencoba mengirimkan dua permohonan masuk biara kepada dua kongregasi yaitu SPM dan kongergasi yang ia inginkan melalui Whatsapp.
Dalam batinnya ia berjanji, siapa yang lebih dulu menanggapi, saya akan masuk di kongregasi tersebut. Tujuan akhirnya adalah sampai pada Tuhan, kali ini membiarkan Tuhan yang memutuskan, pikirnya. Hasilnya sungguh tidak terduga.
“Lima menit kemudian, pesan saya ditanggapi oleh seorang suster SPM yaitu Sr. M. Divina. Padahal saya kirim pesan itu sudah malam, namun Sr. Divina penuh keterbukaan menerima saya untuk menjadi calon Suster SPM. Penerimaan ini sungguh berkesan bagi saya,” ungkap anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Menjadi salah satu anggota termuda, Sr. Nathania meyakini bahwa Kongregasi SPM memiliki karya terbesar dibidang pendidikan dan pembinaan. Namun, semakin masuk ke dalam tubuh Kongregasi, semakin mengenal Spiritualitas Pengakuan kesamaan Martabat Manusia Sebagai Citra Allah dan menerapkannya dalam wadah yang ada. Bagi Sr. Natahnia karya Kongregasi SPM sungguh sangat kaya, mendalam dan luar biasa.
Sebuah tranformasi sikap dan keimanan yang Sr. Nathania juga rasakan ketika mendapatkan pembinaan di Kongregasi. “Awal-awal, saya diajak untuk menemukan jati diri dengan melihat sejarah hidup. Dulu saya seorang yang pendiam dan kurang percaya diri. Setelah melihat kembali, ternyata saya punya pengalaman dibully di SD. Dalam pembinaan ini, saya dilatih melihat bahwa martabat manusia sebagai citra Allah. Kita semua pribadi yang berharga. Saya juga diajak menemukan makna dari kejadian masa lalu yang mungkin kurang mengenakan. Apa yang kira-kira Tuhan mau dari saya dalam pengalaman tersebut? Ketika masuk masa Novisiat, kami diasah pada segi rohani termasuk dengan spiritualitas SPM secara mendalam. Intinya, kami diajak menemukan, menyadari dan berubah,” jelas Sr. Nathania.
Cara pandang yang semakin positif juga dirasakan oleh Sr. Nathania. Ia juga dilatih selalu memandang bahwa setiap orang hadir dengan keunikannya, artinya tidak seorangpun hina, semua punya martabat yang sama kesadaran dan cara pandang ini akhirnya mengubah biarawati kelahiran Ruteng, 2000 berperilaku.
Mengingat Kongregasi SPM telah memasuki usia yang ke- 200 tahun, Sr. Nathania berharap Kongregasi tetap dimampukan oleh Allah untuk terus mengobarkan semangat “Tota Christi per Mariam” dengan penuh syukur sehingga spiritualitas SPM dapat dialami oleh banyak umat.
Karina Chrisyantia
HIDUP, Edisi No. 33, Tahun ke-76, Minggu, 14 Agustus 2022