web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

MENGHADAPI TUKANG KRITIK

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – ”KRITIKAN” ITU selalu ada dalam hidup kita. Kritikan tidak bisa dihindari, apalagi dicampakkan. Ia bisa menjadi ancaman dalam setiap detik kehidupan kita karena ia selalu mencari celah untuk menerkam dan melumat kita. Akan tetapi, jangan biarkan kritikan meluluhlantakkan hidup kita. Karena itu, jo dipikir marai mumet (jangan terlalu dipikir malah membuat pusing kepala).

Kritikan” itu tidak perlu diperdebatkan sampai ”ngos-ngosan”. Hargailah yang konstruktif dan abaikan yang destruktif.

Kalau memang berguna, kita terima dengan lapang dada demi masa depan yang lebih indah. ”Kritikan” yang berguna berasal dari ketulusan cinta. Kalau itu hanya karena kesinisan, biarkan kritikan itu pergi, tanpa membekas dalam hati. Kritikan seperti ini lahir dari keirihatian untuk menutupi kekurangannya sendiri.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sadar atau tidak, suka atau tidak kita ini adalah ”tukang kritik abadi”. Kalau tidak mengkritik orang lain, kita sering mengkritik diri sendiri : “Bodoh amat saya tadi mengambil keputusan balik pulang karena kemacetan yang luarbiasa. Seandainya terus saja, mungkin jalan sudah lancar dan masih dapat ikut acara yang tak akan terulang”.
Karena itu, tidak perlu sampai manyun dan kehilangan senyum.

”Kritikan” itu memang menyebalkan, melelahkan, dan tidak membuat nyaman, tetapi jangan lari daripadanya.

Lari dari ”kritikan”: Membuat kita tidak mau melakukan, mengatakan dan menjadi apapun; Membuat hidup tidak menarik karena tidak ada tujuan, cita-cita, dan impian.

Perlu disadari : tidak mungkin menyenangkan semua orang.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Tidak perlu terlalu memikirkan apa yang orang pikirkan tentang kita.
Usaha menyenangkan banyak orang sering mengorbankan suara hati dan menyampingkan apa yang menyenangkan Allah.
Terlalu memikirkan apa yang orang lain pikirkan akan menimbulkan kecemasan yang berlebihan terhadap situasi yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Karena itu, setiap keputusan yang kita buat harus didasarkan pada apa yang Allah inginkan dan bukannya untuk menyenangkan manusia : ”Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Galatia 1 : 10).

Romo Felix Supranto, SS.CC, Kepala Paroki St. Odilia, Citra Raya, Tangerang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles