web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mgr. Petrus Turang, Uskup Agung Kupang: Menjadi Uskup dengan Segala Kelemahan dan Kerapuhan

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DUA puluh lima tahun masa episkopal terasa berjalan cepat bagi Mgr. Turang. Ia ditahbiskan menjadi Uskup Agung Coajutor Keuskupan Agung Kupang (KAK) pada 27 Juli 1997 oleh Julius Kardinal Damaatmadja SJ. Saat Mgr. Gregorius Montero, SVD (Uskup Petama Kupang) meninggal dunia, secara otomatis Mgr. Turang mengambil alih tongkat penggembalaan umat KAK. Untuk melihat ‘sejenak’ perjalanan 25 tahun, Stefanus Jefri Kantur berbicang-bicang dengan Mgr. Turang di Kupang, Nusa Tengara Timur (NTT), beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Mgr. Petrus Turang (Foto: Dok KAK)

Apa yang masih terngiang kuat dari peristiwa pengumuman bahwa Monsinyur dipilih Vatikan menjadi Uskup di KAK?

Pilihan Tuhan tak terpahami, rencananya tersembunyi rahasia kekal-Nya. Saya bertanya tentang maksud pilihan ini terhadap orang yang hina ini dalam martabat Uskup. Nyatanya saya harus menjalani pilihan ini, seraya mendengarkan rekan-rekan seimamat baik uskup maupun imam demi persatuan umat seluruhnya. Terima kasih atas persaudaraan ini.

Sebelum dipilih, apakah Monsinyur sudah pernah berkunjung ke wilayah KAK?

Sebagai Sekretaris Komisi PSE KWI dan juga Direktur Nasional KKI saya pernah berkunjung ke Keuskupan Agung Kupang; membangun animasi sesuai dengan tanggung jawab tugas untuk menjalin hubungan pelayanan dengan pihak Keuskupan. Keuskupan Agung Kupang tidak seutuhnya asing bagi saya. Saya  pernah  mengunjungi  beberapa  paroki.

Apa yang Monsinyur bayangkan tentang KAK, saat  pertama kali mengetahui bahwa dipilih menjadi Uskup di wilayah ini?

Saya membayangkan KAK sebagai “kawanan kecil umat Katolik” di tengah keberagaman umat beragama (Protestan, Islam serta umat lain). Saya pikir keadaannya tidak jauh berbeda dengan keberagaman di Minahasa, Sulawesi Utara.  Bayangan ini tidak  terlepas dari lingkungan hidup yang terkenal kering dan gersang pada musim kemarau.

Awal-awal tahun Episkopal, apa saja yang  Monsinyur pikirkan dan  lakukan?

Saya berpikir tentang kebersamaan pelayanan pastoral (imam, hidup bakti dan umat awam) yang mampu berkarya untuk menyuburkan perbuatan baik di dalam paroki-paroki bersama masyarakat setempat. Saya mempelajari keadaan setempat, khususnya kehadiran  pelbagai suku dalam Gereja Katolik, seraya berupaya memperhatikan jumlah imam yang tersedia. Saya melihat persoalan pada lima tahun pertama, sesudah saya menjadi Uskup: pentingnya persaudaraan di kalangan imam, makna kehadiran para hidup bakti, perjuangan keluarga sejahtera umat Katolik, kerja sama di kalangan kaum awam serta hubungan umat sederhana dengan mereka yang terpelajar dan berkedudukan, termasuk hubungan antar umat beragama.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Jika melihat ke 25 tahun berjalan (masa lampau), apa saja yang Monsinyur anggap sebagai karya penting di KAK?

Karya yang utama dan penting: pembangunan karya  pastoral di kalangan imam, termasuk pendidikan calon imam; keterlibatan kaum awam dalam karya pastoral menurut semangat kemuridan Yesus; pendidikan generasi muda dan jalinan kerjasama dengan pemerintah dan pemimpin umat beragama.

Apa dan bagaimana Monsinyur memaknai 25 tahun ini?

Makna utama adalah pertumbuhan hidup iman dalam semangat bersaudara di paroki-paroki: kerelaan berpartisipasi dan melakukan perutusan bersama. Kehadiran kalangan imam yang tumbuh dalam jumlah dan keperluan bina lanjut dalam pelayanan pastoral bersama dan bersekutu. Kehadiran Kelompok Umat Basis (KUB) semakin  bergerak dan persoalan kemanusiaan bersama organisasi Katolik. Di samping itu, saya diterima dan tumbuh sebagai Uskup dengan watak ”Fortiter in re et fortiter  in modo” dalam bingkai moto “Pertransiit  Benefaciendo”. Dengan demikian, saya sudah belajar menjadi Uskup dengan segala kelemahan dan kerapuhan dalam bantuan Tuhan yang terungkap dalam persekutuan gerejani setempat.

Apakah Monsinyur merasa bahwa waktu 25 tahun penggembalaan di KAK ini cepat berlalu?

Ya, tak terasa sudah sampai 25 tahun. Waktu berjalan cepat dan bergerak terus tanpa pemberitahuan. Demikian kita manusia mengalami perjalanan waktu, tanpa memahaminya seutuhnya. Waktu itu terbatas, tetapi selalu tepat, tanpa penundaan. Terima kasih waktu hidup selama 25 tahun sebagai Uskup karena rahmat Tuhan yang terungkap dalam wilayah pelayanan setempat.

Impian apa yang belum terealisir atau belum tercapai?

Bentuk kerjasama pastoral yang bersandar pada rencana pastoral yang matang dan terpahami dengan baik, termasuk pemberdayaan umat dalam bidang sosial politik. Prosesnya sedang terjadi, namun perlu peningkatan dengan penyertaan doa berkanjang.

Apa rencana  Monsinyur ke depan mengingat sudah punya hak untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Uskup Agung Kupang?

Deo volente, kesehatan ada dan kesepakatan dengan uskup baru nanti karena permohonan pengunduran diri telah dilakukan sesuai dengan syarat kanonik yang berlaku. Saya akan menjalani masa emeritus dalam belas kasih Tuhan Yesus.

Mgr. Petrus Turang (tengah) meninjau lahan Keuskupan Agung Kupang.

Tantangan apa yang menurut Monsinyur akan dihadapi umat Katolik KAK?

Tantangan, menurut hemat saya ada lima. Pertama, kerja sama pelayanan pastoral di kalangan imam dalam jalinan komunikatif dengan umat awam. Kedua, kerja sama pemberdayaan komunikasi sosial ekonomi umat Katolik. Ketiga, pendidikan calon pemimpin umat entah tertahbis atau tidak tertahbis yang selaras dengan perkembangan zaman. Keempat, pendidikan kompetensi kaum generasi muda, khususnya perempuan, menurut tuntutan hati nurani yang berwatak murid Kristus. Kelima, pemberdayaan komisi-komisi dalam KAK: jalinan perutusan berkelanjutan dengan paroki-paroki

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Apa harapan Monsunyur ke depan?

Pertama, umat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan budaya kasih, di mana bermekar bentuk-bentuk kerja sama pastoral yang saling mendukung dan saling menguatkan pertumbuhan hidup iman. Lingkungan demikian akan menjadi kesempatan bagi generasi muda untuk mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang beralih dari generasi terdahulu, sehingga kelangsungan hidup iman dapat membangun kemanfaatan yang merangkul seluruh umat.

Kedua, lingkungan budaya kasih ini menjadi tanda ”perjalanan bersama” menuju hadirnya tanda-tanda Kerajaan Allah. Perkembangan hidup iman tidak pernah lepas dari panggilan dan perutusan untuk membangun persekutuan gerejani setempat dalam keadilan dan perdamaian dan pada gilirannya membuka kesempatan untuk pemberdayaan komunikasi sosial ekonomi yang bermartabat Kristiani dalam keseharian

Ketiga, KAK tetap perlu memberikan peduli utama terhadap pendidikan calon pemimpin umat, entah imam atau katekis, agar kelak pelayanan pastoral tidak mengalami kelangkaan pastoral dalam kesungguhan hati untuk membangun persekutuan kemuridan yang berakar dalam teladan Kristus.

Keempat, perkembangan hidup iman Kristiani menuju kematangan yang semakin aktif dan kreatif dalam partisipasi dan perutusan bersama untuk menjadi saksi-saksi Kristus di bawah bimbingan Roh Kudus, khususnya dalam hidup keluarga Katolik seraya memperhatikan perkembangan teknologi komunikasi.

Kelima, hidup keluarga Katolik yang tumbuh dalam iman membangun jalinan kerja sama dengan keluarga-keluarga lain dalam upaya menjaga kerukunan hidup yang berwatak saling menghormati dan saling menghargai.

Secara umum, tantangan masyarakat NTT?

Pertama, pelayanan publik dengan kompetensi pendekatan yang mensejahterakan masyarakat, khususnya di daerah pedesaan.

Kedua, sarana dan prasarana pembangunan penghidupan masyarakat yang memadai yang dikemas secara cakap oleh eksekutif bersama legislatif, tanpa korupsi, utamanya jalan, listrik dan air.

Ketiga, program pemberdayaan hidup masyarakat yang bersumber pada daya dukung setempat dalam bingkai perkembangan zaman, termasuk kepercayaan pada pengembang setempat.

Keempat, pengembangan kewirausahaan dalam memanfaatkan daya dukung setempat (pertanian, peternakan, perikanan serta pendidikan) dan terbuka pada jejaring usaha nasional dan internasional.

Kelima, pembangunan sentra-sentra industri kecil dan menengah, termasuk usaha pariwisata, yang didukung oleh balai-balai latihan kerja yang bermartabat dan bermutu.

Mgr. Petrus Turang (tengah) dalam salah satu acara. pemyambutan. (Foto: Dok KAK)

Apa harapan Monsunyur bagi masa depan masyarakat NTT?

Masyarakat NTT masih berada dalam lingkungan sosial yang memerlukan pemberdayaan, agar masyarakat mampu bergerak untuk bangkit sejahtera. Lingkungan sosial NTT nyatanya masih mengandalkan daya dukung setempat, seperti pertanian, peternakan, perikanan dan kerajinan, menuju perubahan sosial yang membangun keadaan bermartabat, seraya memperhitungkan perbaikan sarana dan prasarana penghidupan, seperti jalan, listrik dan air yang memadai

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Keberlanjutan hidup dan penghidupan yang didasarkan pada pertanian dan peternakan tradisional perlu mendapatkan sentuhan teknologis yang sesuai, agar masyarakat semakin tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Salah satu yang perlu mendapat perhatian utama adalah bentuk-bentuk pelayanan publik, agar sesungguhnya mampu menopang dan menggerakan “ stagnasi sosial” yang terjadi.

Pelayanan publik yang tepat dan bermartabat perlu mendapatkan dukungan bersama, agar para abdi masyarakat sungguh-sungguh memberikan pengabdian yang unggul demi pertumbuhan kemampuan sosial ekonomi masyarakat. Masyarakat memerlukan pendekatan manusiawi, agar jalinan komunikasi pembangunan dapat terwujud dalam keseimbangan yang memberdayakan dan setara.

Masyarakat dapat mengembangkan kemampuan hidup yang terbuka kepada kerja sama yang saling memberdayakan dan saling menguntungkan.  Dalam keadaan demikian, perangkat pelayanan publik memiliki tanggung jawab untuk merencanakan program-program pembangunan sesuai dengan daya dukung setempat, tanpa menutup kemungkinan untuk memperluas kerjasama yang terbuka dalam dunia teknologi, seperti literasi digital.

Masyarakat di daerah pedesaan yang masih sering mengalami “kemiskinan” ketidak-matangan dalam teknologi perlu mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang memadai, agar mereka mampu menemukan jalan keluar untuk mengatasi ketertinggalan  yang meresahkan dan memprihatinkan.

Kehadiran alsintan tidak dengan sendirinya mengadakan perubahan dalam penghidupan, bila kemampuan teknologis yang memadai tidak tersedia setempat, seperti tenaga ahli atau bengkel perbaikan alsintan. Demikian juga bidang-bidang pembangunan lainnya, seperti peternakan atau perikanan. Di samping itu, perlu dikembangkan sarana pemasaran yang sesuai, agar masyarakat tidak mengalami kekecewaan dalam menghasilkan produksinya.

Kehadiran usaha pariwisata pun perlu dipelajari dengan efektif, agar masyarakat NTT tidak hanya menjadi “ pelayan-pelayan” pariwisata, sedangkan kemampuan pertumbuhan kesejahteraan tetap berada di luar jangkauan masyarakat setempat dan pada gilirannya, pariwisata hanya menjadi tontonan karena tidak bermanfaat bagi pembangunan hidup masyarakat setempat.

Masyarakat NTT maju dan bangkit sejahtera, bilamana kerja sama pembangunan dilaksanakan dengan kejujuran yang melibatkan semua pihak. Kerja sama sinergis yang efektif akan menggerakkan partisipasi yang berwatak  simbiose mutualistik menuju kerukunan sejahtera bersama. Pada dasarnya, itulah solidaritas yang tumbuh dari subsidiaritas yang tulus di tengah keberagaman sosial.

HIDUP, Edisi No. 31, Tahun ke-76, Minggu, 31/7/2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles