HIDUPKATOLIK.COM – Pw. St. Yohanes Maria Vianney; Yer.31:31-34; Mzm.51:12-13, 14-15, 18-19; Mat.16:13-23
YESUS meminta para murid mengungkapkan secara eksplisit, “apa katamu, siapakah Aku ini?” Iman Kristiani bersifat relasional, lahir dan tumbuh dari pengalaman diselamatkan oleh Allah. Pengalaman diselamatkan tidaklah statis, bukan terjadi satu kali untuk selamanya tetapi merupakan proses dinamis yang perlu dihidupi setiap hari. Tanpa kerelaan berproses, makna iman tidak akan berkembang.
Ada sesuatu yang menarik. Simon Petrus dipuji sekaligus dikecam. Ketika mengakui Yesus sebagai Mesias, yang merupakan pernyataan Allah melalui diri Simon, ia dipuji dan diberi kepercayaan menjadi batu karang tempat jemaat didirikan. Namun Yesus menegur Simon sebagai batu sandungan ketika ia membela dan melarang Yesus menyerahkan diri untuk menanggung penderitaan. Simon tidak siap untuk ikut menderita bersama Yesus.
Yesus melakukan pembedaan roh terhadap tindakan para murid-Nya, mana yang berasal dari Allah, dari manusia atau dari roh jahat. Yesus mengusir Iblis dalam diri Simon karena ia bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia. Yesus tidak menyediakan jawaban instan atas segala pertanyaan. Ia mengajari murid bertumbuh dalam diskresi, agar selalu belajar mencari, menemukan dan melaksanakan kehendak Allah.
Monica Maria Meifung Alumna Prodi Ilmu Teologi STF Driyarkara Jakarta