HIDUPKATOLIK.COM – YUSTINUS Tarmono, merupakan nama kecil dari Uskup Agung Samarinda Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF. Mgr. Harjo mengisahkan, ketika dirinya masuk novisiat, ada kebiasaan di kongregasi dan diantara para imam diosesan, yakni menambah atau mengganti nama sebagai tanda sudah dewasa. Kemudian, Tarmono menambahkan nama “Harjosusanto”, yang berarti baik dan sejahtera.
Tahun ini, uskup asal Magelang ini, merayakan 40 tahun imamat dan 20 tahun episkopalnya. Berbagai macam hal dibagikan kepada HIDUP melalui daring, Rabu,13/07/22.
Bekal-bekal seperti apa yang didapat dari masa kecil Monsinyur yang sangat bermanfaat hingga sekarang?
Pertama, saya terbiasa menerima apa adanya. makanan, fasilitas, lingkungan. Karen itu, menjadikan saya gampang untuk menyesuaikan diri.
Kedua, ketaatan. Taat terhadap orangtua. ternyata, mempunyai efek besar ketika saya menempuh hidup sebagai religius.
Ketiga, hidup bersama (berkomunitas). Ada kebersamaan. Ini menjadi bekal saya ketika hidup bersama dengan tarekat dan juga dalam keseharian saya sampai sekarang.
Saya sebagai anak pertama, itu merasa bertanggung jawab kepada adik-adik saya. Sekarang ini, saya juga harus bertanggung jawab kepada orang-orang yang saya layani dan Gereja yang saya pimpin.
Menurut Moninyur, kenapa ketaatan itu penting? Sekaligus Monsinyur juga wujudkan dalam mottonya yakni “Fiat Voluntas Tua“
Ketaatan itu bukan hal baru. Taat itu kita terapkan sejak dini. Hukum biologis kita misalnya jam tidur, jam makan.
Menurut saya, dimanapun kita itu diatur, hidup dalam keluarga atau bekerja di perusahaan, misalkan masuk jam sekian, kewajibannya apa.
Kita juga perlu menerapkan ketaatan di dalam diri sendiri. Menjadi disiplin.
Ada yang bilang kan, kalau kita teratur, umur kita panjang. Intinya, taat bukan barang asing.
Mengapa sosok Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef begitu berbicara kepada Monsinyur?
Berangkat dari sejarah masa kecil. Di keluarga, pada doa yang sering kami daraskan, itu ada unsur menyerahkan diri kepada keluarga kudus.
Dulu tidak saya sadari bagaimana bermakna dalam hidup saya. Baru kemudian setelah di Novisiat, saya mengenal konstitusi tarekat, spiritualitasnya, kerasulannya. Saya semakin merasa pas disitu. Sehingga saya semakin merasa Tuhan mengarahkan saya kepada Keluarga Kudus. Peran Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef semakin terasa ketika saya merenungkannya.
Yesus merupakan pusat kehidupan, sehingga kehidupan yang berpusat pada Yesus maka berpusat pada Allah.
Bunda Maria adalah sosok yang keibuan. Bagi saya, ia seorang manusia, seorang ibu di keluarga yang sederhana, dari pengalaman hidupnya Maria sebagai orang yang dekat dengan Yesus. Sosok keibuannya selalu hadir menolong siapapun.
Di saku saya selalu ada. Kalau saya lupa itu saya jadi khawatir, jadi harus ada. Berdoa Rosario bukan dalam arti fokus ke Bunda Maria, tapi mengenang dan merenungkan kehidupan Yesus. Maka kadang-kadang, kalau saya jalan kaki itu saya sambil Rosario.
Di dalam Sosok St. Yosef, saya senang melihat teladannya dalam bekerja. Menurut saya St. Yosef sebagai pamomong, pengemban, pemandu, yang melayani. Saya juga terinspirasi pada St. Yosef yang selalu mendengar bisikan dari Tuhan. Ini menjadi penting bagi kehidupan Yesus. Bagaimana St. Yosef yang tadinya mau menceraikan Maria, tapi ketika mendapatkan mimpi, ia membatalkan niat itu. Ketika mendapatkan mimpi lagi untuk mengungsi, Yosef mengikutinya.
Bagaimana Monsinyur mengolah atau menghadapi tantangan?
Saya mengerjakan apa yang harus dilakukan dan kalau perlu bertanya kepada orang lain sudah mengerjakannya lebih dulu. Menimba pengalaman dengan yang terdahulu.
Ada kalanya saya membaca lalu juga konsultasi dengan mereka yang memberikan saya kekuatan, nasehat dan inspirasi sehingga saya tidak merasa menanggung sendiri.
Tapi akhir-akhir ini, saya merasa setiap kali saya mendapatkan tantangan/masalah, itu saya percaya betul, pasti nanti ada solusi. Sehingga tidak menjadi sebuah tekanan yg berat. Apa solusinya? Dari pengalaman saya, solusi itu datang yang kadang juga enggak terpikirkan. Bantuan dari Roh Kudus yang menyertai saya dalam menjalankan tugas, jadi bukan hanya keterampilan atau potensi saya, nyatanya saya diberikan ilham, inspirasi yang betul tidak terduga.
Adakah momen paling berkesan untuk 40 tahun imamat dan 20 tahun episkopal?
Yang paling berkesan tentunya banyak. Tetapi ketika menjadi imam yang paling berkesan adalah saat di Novisiat. Mengapa? Karena di novisiat selain saya sudah dibekali dan mendampingi para novis (calon imam) itu dengan suatu keyakinan bahwa mereka kelak akan bertumbuh dan berkembang. Melihat pertumbuhan dan perkembangan mereka dan mereka yang saya dampingi menjadi imam yang baik, bagi saya sangat mengesankan. Saya juga sedih dan prihatin jika melihat yang saya dampingi memutuskan tidak melanjutkan. Selain itu di saat yang sama saya juga diserahi tugas mengajar dan menjadi pembimbing rohani para calon suster. Melihat orang berkembang karena saya melayani mereka itu mengesankan.
Sedangkan momen yang lebih masa kini, itu saat diminta ke Tanjug Selor. Saat itu, saya merasa berat tapi selalu ada kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong saya di mana pun dan kapan pun dengan caranya. Ketika di Tanjung Selor tidak ada kenalan pastor, umat, bahkan tempat pun tidak tetapi Tuhan senantiasa memampukan melalui perpanjangan banyak tangan.
Keuskupan Agung Samarinda masuk dalam IKN adakah strategi khusus yang sedang dipersiapkan?
Kebetulan keuskupan ini masuk IKN dan menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak pihak. Banyak tarekat/kongregasi yang bertandang kesini dan saya sebagai penanggung jawab di sini lebih mengkoordinir dan mengatur agar bidang-bidang yang diperlukan seperti kesehatan, pendidikan, sosial mendapat penanganan dan saya berusaha agar isu ini ditangani bersama-sama dengan berbagai pihak. Ini pun menjadi kesempatan bagi keuskupan, masyarakat, dan umat untuk diberdayakan melalui pelayanna para tarekat/kongregasi ini sehingga diharapkan sinergi dapat muncul. Jika demikian, pemberdayaan masyarakat di sini diharapkan terjadi untuk siap menyambut IKN dan slogan hanya menjadi penonton semoga tidak terjadi.
Saya juga berharap pendampingan terhadap orang muda dan merka yang potensial untuk tugas-tugas yang mengandalkan berbagai keterampilan bisa disiapkan berbagai lembaga seperti ATMI. Juga telah mengundang agar Munas PUKAT selanjutnya dilaksanakan di keuskupan ini agar mereka bisa melihat dan berkontribusi bagi masyarakat dan Gereja. Memang belum terlihat penuh tetapi senantiasa dipersiapkan.
Pesan apakah yang ingin Monsinyur sampaikan?
Saya bersykur bisa meniti panggilan imamat selama 40 tahun dan juga 20 tahun sebagai uskup. Ini betul karunia Tuhan bagi saya tapi juga tidak lepas dari dukungan banyak pihak mulai dari saya kecil yang mempersiapkan saya ada orangtua dan saudara serta juga masyarakat di sana, para pendamping dan pembina, juga umat katolik dan rekan-rekan yang betul memberikan support pada saya sehingga saya merasa didukung dalam melaksanakan tugas-tugas. Saya bersyukur juga dengan para rekan iman, saya merasa bahwa karya saya didukung oleh rekan iman dan umat Allah. Untuk itu, apa yang saya rasakan hari ini sungguh selain karunia Tuhan juga berkat dukungn dari banyak pihak. Maka terima kasih atas semuanya.
Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia
HIDUP, Edisi No. 30, Tahun 76, Minggu, 24 Juli 2022