HIDUPKATOLIK.COM – Doa Komuni Batin adalah satu doa yang dibuatkan lagu dan hampir pasti dikenal oleh segenap umat katolik Indonesia sejak mulai masa pandemi awal tahun 2020 lalu. Doa ini dinyanyikan dalam semua Misa online hingga saat ini. Tapi mungkin jarang yang mengetahui siapa tokoh yang menuliskan doa ini. Tokoh yang pernah mengalami pengucilan di saat ia renta dan nyaris tak berdaya dengan penyakit rematiknya yang hebat. Saat itu ia juga hampir buta dan tuli. Namun semangat dan kerinduannya akan Tubuh Kristus tetap tinggi sehingga membuat ia berdoa Komuni Batin ini. Ia adalah Santo Alfonsus Maria de Liguori yang pestanya dirayakan setiap tangga 1 Agustus.
Lahir pada tanggal 27 September 1696 di Marianella, dekat Napoli, Italia. Ayahnya, Don Joseph de Liguori, seorang laksamana militer kerajaan. Ibunya Donna Anna Cavalier. Jadi mereka adalah keluarga bangsawan Napoli. Alfonsus dididik secara Katolik dengan disiplin militer, tak heran kelak Alfonsus menjadi sungguh individu yang disiplin namun penuh kasih. Ia pun sangat berdevosi kepada Bunda Maria.
Alfonsus sangat cerdas. Dalam usia enam belas tahun ia meraih Doktor bidang hukum dengan predikat Magna Cum Laude. Suatu prestasi akademi yang nyaris sempurna. Sesuai dengan pendidikannya, Alfonsus berkarir sebagai pengacara. Lagi-lagi ia menunjukkan prestasi, selama dua puluh tahun berkarir ia tak pernah terkalahkan. Hingga satu saat, pada tahun 1723, dalam satu proses peradilan, ia tidak teliti, lalai, dan mengabaikan suatu bukti. Dewan Juri menyatakan klien Alfonsus kalah.
Kekalahan pertama kali ini membuat Alfonsus tertekan. Ia yang memang telah lama merasa kekeringan rohani, bersujud di depan tabernakel merenung dan berdoa. Setelah beberapa hari, batinnya menjadi tenang kembali. Ia mulai rindu mengabdi diri menjadi biarawan.
Ada kebiasaan baik yang rutin dilakukan Alfonsus, yakni mengunjungi orang-orang sakit. Saat ia melakukan hal ini, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat jelas. “Tinggalkanlah dunia dan serahkanlah dirimu kepada-Ku”. Sampai dua kali ia mendengar suara ini, dan ia menyakini ini adalah panggilan Tuhan. Lalu ia memutuskan mengikuti panggilan ini.
Don Joseph, sang ayah tidak setuju. Namun karena Alfonsus berkeras hati, disepakatilah Alfonsus boleh bergabung dengan Ordo Pengkhotbah, namun tetap tinggal di rumah. Setelah belajar teologi di rumah, pada tahun 1726 Alfonsus ditahbiskan.
Sebagai imam, homili Alfonsus sangat dinanti oleh umat, karena sederhana dan mudah dimengerti. Alfonsus memang berprinsip, homilinya harus dapat dimengerti semua pendengar, bahkan juga orang tua dan orang tak berpendidikan. Ia tidak hendak mengikuti arus saat itu, dimana para imam berlomba menyampaikan homili panjang nan hampa serta sulit dimengerti.
Dua tahun menjadi imam, kemudian Alfonsus dipercaya memimpin kolese yang khusus mempersiapkan calon misionaris yang akan dikirim ke Cina. Saat itulah ia berkenalan dengan Mgr. Thomas Falcoia yang memberi inspirasi kepada Alfonsus untuk mendirikan sebuah kongregasi baru. Berkat inspirasi dan dorongan semangat dari Falcoia, pada 9 November 1732 di Scala, Alfonsus mendirikan tarekat “Sactissimi Redemptoris” (Kongregasi Sang Penebus Maha Kudus – CSsR). Anggota tarekat ini mengabdikan diri dalam bidang pewartaan Injil kepada orang-orang pedesaan. Tanpa kenal lelah mereka berkotbah di alun-alun, mendengarkan pengakuan dosa, dan memberikan bimbingan khusus kepada anak muda, serta keluarga dan anak-anak.
Keutamaan Alfonsus yang lain, ia dikenang sangat terbuka kepada siapa pun yang ingin mengaku dosa. Ia memperlakukan para pengaku dosa sebagai jiwa-jiwa yang perlu diselamatkan bukan sebagai penjahat. Sejak ditahbis hingga tahun 1762 sebelum menjadi Uskup, Alfonsus menjalankan misi keliling Kerajaan Napoli. Ia menjadi misioner unggul terutama di desa-desa dan daerah kumuh. Banyak pendosa berat bertobat. Banyak perselisihan didamaikan.
Di sela-sela kesibukannya, Alfonsus menyempatkan diri menulis buku. Buku pertamanya terkait Teologi Moral terbit pada tahun 1748. Edisi kedua yang lebih lengkap terbit pertama kali pada tahun 1753 dan hingga hari ini masih menjadi rujukan. Tahun 1752 kesehatan Alfonsus menurun, memaksanya mengurangi kegiatan. Sejak itu ia makin rajin menulis buku. Tak heran bila kemudian Gereja mengakui Alfonsus sebagai Pujangga Gereja.
Walau kesehatannya sudah menurun, pada tahun 1762 saat ia berusia 66 tahun, Paus Clement XIII memilih Alfonsus sebagai Uskup Agata dei Goti, sebuah keuskupan kecil namun sarat masalah. Para imam hidup tidak disiplin, menomor-satukan kenyamanan hidup. Demikian pula kaum awamnya. Tugas yang tidak ringan, namun Alfonsus perlahan berhasil menata keuskupannya dibantu beberapa imam dari berbagai tarekat termasuk dari CSsR.
Tiga belas tahun kemudian, pada tahun 1775, Alfonsus mengajukan pengunduran diri kepada Paus Pius VI, karena sakit rematik yang dideritanya sungguh menjadi kendala bagi tugasnya. Ia berharap dapat beristirahat dengan tenang saat masa tuanya di biara Redemptoris Nocera. Harapan yang tidak menjadi kenyataan. Ia mengalami beberapa masalah berat, bahkan pernah sampai dikucilkan.
Berkat beberapa mukjizat dan pertolongan Tuhan, Alfonsus berhasil mengatasi masalahnya. Ia meninggal dunia dengan tenang di Pagani, dekat Napoli, Italia pada tanggal 1 Agustus 1787 diusia menjelang 91 tahun. Alfonsus dibeatifikasi oleh Paus Pius VII pada 15 September 1816, dan dikanonisasi pada 26 Mei 1839 oleh Paus Gregorius XVI.
Santo Alfonsus Maria de Liguori sungguh seorang uskup yang gigih memperbaharui cara hidup para imam dan umat. Juga seorang Pujangga Gereja yang ulung.
Semoga kita bisa belajar dari Santo ini, menjadi seorang yang terus berjuang menghidupi iman dan selalu bersandar hanya kepada Tuhan Yesus, serta berdevosi penuh kepada Bunda Maria.
Fidensius Gunawan, Kontributor/Alumni KPKS St. Paulus Tangerang