HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 24 Juli 2022 Minggu Biasa VII, Kej.18:20-32; Mzm.138:1-2a, 2bc-3, 6-7ab, 7c-8; Kol.2:12-14; Luk.11:1-13
DIALOG antara Abraham dengan Tuhan berisi permohonan agar Tuhan menaruh belas kasih dengan tidak menghukum orang benar bersama dengan yang jahat dan berdosa. Maka ia memohon agar Tuhan mengurungkan rencana meluluhlantakkan Sodom dan Gomora, karena di sana ada orang benar. Untuk itu, ia mengajukan pertanyaan apakah jika ada 50 orang benar dikedua kota itu Tuhan tetap akan menghancurkan kedua kota itu. Tuhan menjawab tidak.
Selanjutnya tawaran yang diajukan sampai jumlah hanya sepuluh orang dan Tuhan mendengarkan permohonan Abraham dengan tidak akan menghancurkannya. Adegan itu bermaksud menegaskan bahwa Allah mendengarkan permohonan Abraham dan sangat mengasihi orang benar. Terlepas dari putusan Tuhan yang akhirnya memporakporandakan kedua kota itu, jelaslah bahwa Allah mendengarkan permohonan Abraham yang percaya bahwa Tuhan itu penuh belas kasih.
Permohonan itu juga merupakan ungkapan bahwa Abraham berbelaskasih kepada orang benar dan seluruh warga kedua kota itu. Meskipun akhirnya kedua kota itu dihancur-leburkan, belas kasih Abraham tetap, tidak hilang. Kita pun telah menerima kasih Tuhan yang luar biasa, maka perlulah kita berbelaskasih kepada sesama. Apakah belas kasih itu bisa membantu sesama keluar dari kesulitannya atau tidak, tidak menjadi soal; belas kasih yang kita lakukan tidak hilang.
Memberi kepada yang Meminta
Kutipan Injil hari ini juga mengajarkan kepada kita untuk berdoa kepada Bapa yang mahabaik yang akan memberi kepada yang meminta. Mengenai hal itu Yesus menyampaikan gambaran tentang seseorang yang meminta bantuan kepada sahabatnya. Ia datang ke rumah sahabatnya itu pada tengah malam, ketika ia dan anak-anaknya sudah tidur. Pada awalnya permintaannya tidak ditanggapi sesuai dengan harapannya. Maklumlah pada masa itu untuk bangun dan membukakan pintu di tengah malam bukan hal yang sederhana.
Saat tidur seluruh anggota keluarga tidur di dekat pintu, sehingga ketika membuka pintu, membangunkan seluruh keluarga, yang karenanya pasti terganggu. Namun demikian, selain permintaan itu bukan untuk kepentingan sendiri, melainkan untuk sesamanya yang sedang dalam perjalanan, akhirnya ia memberi apa yang diperlukan. Perlu diketahui bahwa pada masa itu, orang yang sedang mengadakan perjalanan di daerah padang gurun berisiko tinggi, yaitu tidak menemukan air atau makanan setelah begitu lama melakukan perjalanan. Lebih parah lagi jika tersesat, pejalan bisa mati kehausan atau kelaparan. Maklum di sepanjang jalan tidak ada petunjuk jalan.
Bagi orang asing, yang tidak mengenal medan, perjalanan seperti itu berisiko tinggi, yaitu tidak sampai tujuan. Karena itu, orang yang sedang dalam perjalanan dipadang sebagai orang yang berada dalam keadaan darurat, lemah, tidak berdaya. Situasi sulit itu dan karena belas kasih orang itu kepada sahabatnya dan karenanya tidak malu meminta bantuan di tengah malam, akhirnya menggerakkan hati tuan rumah untuk membuka pintu dan memberi bantuan yang diperlukan.
Dengan perumpamaan itu, Yesus menegaskan bahwa siapa yang meminta, akan diberi, yang mencari, akan mendapat, yang mengetok, akan dibukakan pintu. Yesus melanjutkan dengan menegaskan, jika manusia yang jahat saja memberi apa yang diminta oleh sesamanya, apalagi Bapa yang ada di surga pasti memberi yang terbaik bagi anak-anaknya yang meminta kepada-Nya. Ia mendengarkan seruan umat-Nya dan akan memberi yang terbaik asal terus meminta. Yang mesti pertama-tama diminta dan pasti diberikan adalah Roh Kudus. Dengan arahan dan pimpinan Roh Kudus itu, permintaan yang diajukan akan selalu sesuai dengan kehendak Allah, bukan menuruti keinginan sendiri.
Nyatanya, banyak orang yang mengajukan permintaan untuk kepentingan atau keluarga sendiri. Kalaupun untuk kepentingan pribadi, permohonan itu mestinya hal yang akan mendukung perkembangan diri dan relasinya dengan Tuhan, dan bukan sebaliknya. Lebih baik lagi, jika permohonan itu disampaikan untuk kepentingan sesama yang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan. Tentu sangat mulia jikalau doa itu dilengkapi dengan pemberian bantuan nyata. Dalam hal pengabulan permohonan, wewenang ada pada Tuhan sepenuhnya, dengan kepercayaan bahwa Ia akan memberikan hal yang terbaik. Kita tidak bisa memaksa Tuhan untuk mengabulkan, seakan-akan apa yang kita minta telah menjadi hak kita untuk diberikan.
Pemberian Paling Berharga
Bagi umat Kristiani pemberian yang paling berharga adalah iman akan Tuhan Yesus Kristus, penyelamat manusia, termasuk kita. Rahmat keselamatan itu kita terima bukan karena kita meminta, melainkan melulu karena kasih-Nya terhadap manusia, termasuk kita, yang memang tidak bisa keluar dari perhambaan dosa dan membutuhkan tindakan nyata oleh-Nya. Maka hal yang pertama-tama mesti paling kita syukuri adalah tindakan penyelamatan Allah bagi kita itu.
Sering terdengar keluhan sejumlah orang kristiani yang permohonannya belum dikabulkan, kendati sudah berusaha dengan bermacam-macam cara, seperti novena dan bermati raga. Karenanya sering muncul pertanyaan apakah benar Tuhan memberi apa yang diminta? Tentu yang pertama-tama mesti diyakini adalah kerinduan Tuhan bagi setiap orang agar memperoleh keselamatan dan bukan kebinasaan.
Kasih setia-Nya untuk itu tidak pernah ditarik kembali dan perjanjian-Nya tidak pernah dibatalkan. Kerinduan-Nya akan keselamatan seluruh umat manusiapun tidak pernah surut. Apakah permohonan kita akan dikabulkan atau tidak, atau mungkin belum waktunya diberikan, mesti kita serahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Jika permintaan belum diberikan, justru permohonan kita perlu kita cermati dan lihat kembali, agar sesuai dengan arahan Roh Kudus yang diam dan memimpin hidup kita kepada keselamatan yang sejati.
“Yang mesti pertama-tama diminta dan pasti diberikan adalah Roh Kudus. Dengan arahan dan pimpinan Roh Kudus itu, permintaan yang diajukan akan selalu sesuai dengan kehendak Allah, bukan menuruti keinginan sendiri.”
HIDUP, Edisi No.30, Tahun ke-76, Minggu, 24 Juli 2022