HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 17 Juli 2022 Minggu Biasa XVI Kej.18:1-10a; Mzm.15:2-3ab, 3cd-4ab,5; Kol.1:24-28; Luk.10:38-42
BEBERAPA minggu yang lalu saya mulai mengadakan perjalanan ke stasi-stasi. Seperti adat kebiasaan di Kalimantan, seorang tamu disambut dengan upacara adat. Di Stasi Sitipayan saya disambut dengan upacara adat. Para tamu dipersilakan duduk di tikar, setelah terlebih dulu kaki para tamu diperciki dengan air sebagai tanda pembersihan dari debu selama perjalanan. Kemudian pergelangan tangan saya diberi gelang dengan ikatan tali mati. Ketua adat menjelaskan bahwa tali mati bermakna tamu yang datang dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan kampung yang dikunjungi. Pada jari tangan saya diselipkan cincin dari anyaman tanaman pakis (resam). Anyamannya sangat halus dan rapi. Cincin melambangkan ikatan yang utuh dan langgeng dengan komunitas yang dikunjungi.
Hari ini kita mendengarkan kisah Abraham yang menyambut tiga orang tamu dengan penuh kehangatan. Abraham menyembah sampai ke tanah dan berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampau hambamu ini. Biarlah kuambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini; biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali…” (Kej. 18:3-5). Ketiga tamu itu mengiyakan apa yang dikatakan Abraham. Penerimaan Abraham yang sangat hangat dan penuh kasih itu memunculkan pengharapan baru bahwa Sara, istrinya akan mempunyai anak-laki-laki. Ternyata para tamu itu menghadirkan Allah yang penuh belas kasih kepada Abraham.
Dalam Injil, kita juga mendengarkan Yesus yang sedang mengadakan perjalanan ke Yerusalem. Perjalanan Yesus ke Yerusalem adalah untuk melaksanakan karya penyelamatan-Nya. Ketika Yesus tiba di sebuah kampung Betania, Ia singgah di rumah Marta dan Maria. Dalam perjalanan Yesus selalu mengajak para murid-Nya. Marta menerima Dia di rumahnya. Marta sibuk melayani Yesus untuk menyediakan apa yang menurut adat istiadat waktu itu merupakan yang terbaik untuk menyambut seorang tamu. Sedangkan Maria duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan sabda-Nya.
Saat ini kita sedang menempuh perjalanan bersama dalam sinode yang dicanangkan oleh Paus Fransiskus menuju Sinode Para Uskup tahun 2023. Paus Fransiskus mengajak kita untuk berjalan bersama dengan saling mendengarkan dengan hati, agar semakin saling mengenal sehingga semakin terbentuk persekutuan yang erat. Persekutuan yang erat dalam Gereja memunculkan semangat untuk mengambil bagian secara aktif dalam kehidupan menggereja maupun memasyarakat. Selanjutnya, semangat partisipasi menggerakkan seluruh umat untuk ambil bagian dalam misi yang diemban Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan.
Kita semua juga sedang menempuh perjalanan hidup. Dalam perjalanan hidup, kita tidak boleh sangat sibuk sampai melupakan waktu untuk ‘mendengarkan perkataan-Nya’. Kita semua memiliki kesibukan namun seperti Maria, kita tetap memiliki waktu untuk memusatkan perhatian pada Dia yang datang untuk memberikan pengharapan.
Seperti Abraham yang menyambut Tuhan dengan kehangatan dan sukacita demikian pula marilah kita sambut Tuhan yang hadir dalam perjalanan hidup kita dengan “duduk di dekat kaki Tuhan”. Karena hidup kita adalah suatu perjalanan maka kita harus menciptakan waktu untuk memastikan arah perjalanan kita agar dapat melanjutkan dengan semangat baru dan harapan yang pasti. Perjalanan kita akan utuh dan pasti ketika merasakan bahwa yang kita lakukan memiliki hubungan yang mendalam dengan Tuhan. Apa pun yang kita lakukan tanpa hubungan dengan Allah melainkan hanya menurut perhitungan dan kepentingan sendiri, tidak berkenan kepada Allah. Bisa saja, apa yang kita lakukan itu bukan pengabdian kepada Allah melainkan pengabdian kepada diri sendiri.
“Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (Luk. 10:42). Bersama Kristus adalah bagian yang terbaik bagi jiwa dan kesempurnaan dalam Kristus. Inilah yang diwartakan oleh Santo Paulus: “Kristus ada di antara kamu. Dialah harapan akan kemuliaan! Dialah yang kami beritakan dengan memperingatkan orang dan mengajar mereka dalam segala hikmat untuk mempimpin setiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus” (Kol. 1:27-28). Betapa pentingnya menciptakan waktu bersama Tuhan dalam setiap rangkaian perjalanan hidup kita sehingga perjalanan hidup kita selalu diarahkan kepada-Nya. Tuhan memberkati
“Pengejaran kepada perkara duniawi yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan di berbagai aspek kehidupan.”
HIDUP, Edisi No.29, Tahun ke-76, Minggu, 17 Juli 2022