web page hit counter
Sabtu, 2 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Bolehkah Imam Bertato

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Pastor, tak jarang saya melihat umat yang pada bagian badannya ditato atau bertato. Kadang juga saya melihat ada imam yang bertato. Hati saya agak terusik, apakah umat Katolik, khususnya imam boleh ditato atau bertato? Terima kasih, Pastor! (Hugo Hutapea, Jakarta)

HUGO, mengenai tato memang tidak ada anjuran atau larangan tegas Gereja Katolik, baik untuk awam maupun imam. Dengan ketiadaan aturan tegas itu berarti dituntut pertimbangan hati nurani umat beriman untuk menentukan pilihannya. Di sinilah pentingnya menimbang-nimbang baik-buruknya sebuah pilihan.

Biasanya orang menolak tato dengan mengutip Kitab Imamat 19:28. Konteksnya adalah anjuran dan larangan Tuhan agar umat-Nya menjadi kudus, seperti Allah kudus adanya (ay.1). Misalnya umat hanya bisa mempersembahkan buah-buahan yang ditanam setelah tahun keempat (23-24), dilarang memotong tepian janggut (27), menoreh-noreh tubuh untuk (memberi silih bagi) orang mati dan membuat tato (28) serta agar mereka memelihara Sabat. Ayat 28 muncul satu kali saja dalam Kitab Suci, tak berulang-ulang seperti perintah lain. Ini menimbulkan celah interpretasi tentang kekuatan perintah dalam mengikat umat Israel. Ada pendapat, perintah ini tidak mengikat umat Kristen, karena hukum lama sudah diperbarui dengan Perjanjian Baru yang lebih menekankan martabat manusia daripada hukum itu sendiri.

Baca Juga:  Uskup Terpilih Mgr. Maksimus Regus Akan Menyatakan Kesetiaan kepada Takhta Suci dalam Vesper Agung

Sesuai konteks budaya, tato termasuk praktik agama tertentu, yang menggunakannya untuk mengungkapkan kepercayaan pada dewa-dewa bangsanya. Pantaslah umat Israel dilarang membuat tato, karena memasang tato dianggap identik dengan menyembah dewa lain. Hanya Yahwelah Allah Israel (Bdk. ay. 28).

Alasan penolakan tato lainnya berkaitan dengan makna tubuh manusia. Santo Paulus menyebut tubuh adalah bait Roh Kudus (1Kor. 6:19), maka harus diperlakukan dengan hormat. Ketika ditato, orang melukai tubuh yang merupakan anugerah dari Tuhan. Menurut pendapat ini, cara menghargai tubuh adalah dengan merawatnya dan bukan merusak. Apalagi – bila dibuat sembarangan – tato bisa juga menimbulkan masalah kesehatan.

Yang setuju tato menekankan kebebasan. Tato dipandang sebagai mode ekspresi zaman sekarang: dengan tato orang ingin mengatakan sesuatu tentang diri mereka sendiri. Motivasi tato pun bervariasi: misalnya ingin tampil keren, tanda identitas dan kesetiaan pada kelompok, tanda pertobatan, dan ungkapan tekad serta cita-cita.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Biblika Indonesia Pastor Albertus Purnomo, OFM: Tanda Orang Mengasihi Allah

Sebaliknya, bisa jadi tanda protes atau demonstrasi tertentu, ungkapan kepahitan hidup dll. Sering lagi, tato dianggap mewakili rasa religiositas tertentu, seperti pada zaman dulu. Maka lambang religius: salib, gambar santo dll dipakai. Sayangnya dalam hal ini terdapat juga lambang satanic, new age, atau budaya pagan tertentu.

Jadi menurut saya pemasangan tato harus dipertimbangkan matang-matang, tidak boleh terburu-buru.

Pertama, perhatikan motivasinya. Motivasi yang tidak sesuai dengan iman (satanic, pelecehan pada Tuhan, atau kepahitan semata) pastilah harus dihindari. Apakah motivasi itu harus diungkapkan dalam bentuk tato, atau bisa dengan cara lain?

Kedua, perhatikan dengan matang simbol, gambar, tulisan dan tempatnya, apalagi tato permanen. Apakah 10 tahun lagi saya masih nyaman dengan gambar ini? Bisa jadi greget sekarang ini akan berubah nantinya. Beranilah menunda, sampai keputusan menjadi matang.

Baca Juga:  Renungan Harian 2 November 2024 “ Kebangkitan Badan"

Ketiga, pertimbangkan aspek sosialnya. Ini yang sering dilupakan. Kita bukan hanya mahluk pribadi, tetapi mahluk sosial. Itulah juga salah satu kehendak Tuhan. Paskah tato dengan pekerjaan saya, sebagai imam, guru, pengajar agama dan sebagainya. Jangan-jangan tato menghalangi saya dalam pelayanan dan pergaulan dengan orang lain. Ingatlah bahwa pekerjaan atau profesi tertentu mempunyai aturan tertentu.

Sekali lagi, ekspresi diri tentu baik. Tapi memilih cara yang tepat juga sangat penting, sehingga apapun pilihannya, kita tetap memenuhi panggilan kita memuliakan Tuhan.

HIDUP NO.25, 19 Juni 2022

 

Pastor Gregorius Hertanto, MSC
(Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara)

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: 

re**********@hi***.tv











 atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles