HIDUPKATOLIK.COM – Romo, apakah Sakramen Pernikahan Katolik wajib dilangsungkan di dalam gereja? Kalau melihat pernikahan Kourtney Kardashian, apakah itu sebuah pernikahan Katolik? Hanya terpikir saja. Soalnya ada patung Bunda Marianya. Terima kasih, Romo Benny! (Patricia Mabella, Jakarta)
TELAH menjadi suatu fenomena bahwa masyarakat zaman sekarang ingin melakukan peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya dengan cara yang sensasional dan spektakuler, termasuk perayaan perkawinan. Bukti nyata akan hal tersebut adalah bahwa beberapa pasangan calon manten ingin mencari tempat yang tampil beda, tempat yang membuat orang menjadi kagum, sehingga mereka ingin perayaan pernikahan dilakukan di luar gereja.
Gambaran tersebut dapat dilihat dari dunia perfilman yang menampilan peristiwa pernikahan berada di pantai atau hotel. Tentu ini membawa pertanyaan karena perkawinan adalah peristiwa yang sakral. Apakah hal tersebut dimungkinkan dalam Gereja Katolik?
Pada dasarnya, Gereja Katolik memandang bahwa perkawinan merupakan peristiwa yang kudus karena pria dan wanita disatukan dalam suatu perayaan liturgi. Inilah mengapa bagi Gereja Katolik perayaan perkawinan tidak dilakukan “sesuka hati”. Perayaan perkawinan bukan seperti pesta ulang tahun atau pesta perkawinan yang dapat dilaksanakan di gedung yang megah dengan pelbagai pernak-perniknya.
Perayaan perkawinan bukan tren yang bisa dilakukan seperti perayaan-perayaan lain. Perayaan perkawinan merupakan sebuah saat bagi pasangan pria dan wanita saling meneguhkan janji perkawinan mereka di hadapan Allah.
Oleh sebab itu, Gereja telah memberikan arah yang jelas bahwa hendaknya pelaksanaan peribadatan, termasuk perayaan Sakramen Perkawinan dilaksanakan di gereja. Hal tersebut tertulis dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) dengan menyatakan bahwa “Perkawinan hendaknya dirayakan di paroki tempat satu pihak dari mempelai memiliki domisili atau kuasi-domisili…” (Kan. 1115).
Dengan kata lain, perayaan perkawinan perkawinan sebaiknya dilangsungkan di gereja. Namun, tidak memungkinkan bahwa pernikahan tetap bisa dilangsungkan di luar gereja jikalau ada alasan yang kuat, seperti perkawinan antara orang yang terbaptis secara katolik dengan yang tidak terbaptis (Bdk. Kan. 1118§2).
Meskipun ada kemungkinan untuk melangsungkan di luar gereja, perayaan perkawinan tetap perlu memperhatikan kesakralannya. Perayaan perkawinan di luar gereja pada umumnya karena ada kesulitan dari seorang pasangan yang non-Katolik menerima gereja sebagai tempat perkawinannya bukan karena dia memilih hal tersebut sebagai sensasi atau gereja kurang menarik sebagai tempat perayaan.
Dengan kata lain, perkawinan tidak bisa dilakukan dengan berbagai metode yang hanya sekedar untuk “penampilan” semata. Perayaan perkawinan selalu mengindahkan makna dan arti dari perayaan perkawinan tersebut dimana pria dan wanita mengikrarkan janji setianya dihadapan Tuhan.
Maka, pastor paroki umumnya mengupayakan pasangan yang akan nikah meskipun berbeda agama di gereja sebab gereja adalah tempat yang sesuai karena “diperuntukkan bagi ibadat ilahi dimana kaum beriman berhak untuk masuk melaksankan ibadat ilahi, terutama ibadat yang dilangsungkan secara publik” (Kan. 1214).
Kemudian, berkaitan dengan perayaan pernikahan Kourtney Kardashian di Italia yang terlihat dalam foto di mana dilakukan di depan patung Bunda Maria tidak bisa dikatakan langsung sebagai pernikahan Katolik. Pernikahan Katolik tidak bisa disamakan dengan sekedar adanya ornamen katolik, seperti adanya patung Bunda Maria.
Pada prinsipnya, perayaan perkawinan Katolik perlu memiliki beberapa prasyarat yang utama, yang tidak bisa dihapus atau dikecualikan. Artinya, jikalau perayaan itu dilakukan dalam gereja tetapi tidak memenuhi prasyarat yang ditetapkan, perkawinan itu tidak sah. Setidaknya ada tiga hal yang utama agar suatu perayaan perkawinan katolik terlaksana: (a) forma kanonika; (b) pejabat resmi yang meneguhkan, yaitu seorang imam atau diakon; dan (c) saksi dalam pernikahan tersebut.
Oleh sebab itu, pernikahan Katolik tidak serta merta dapat dilangsungkan di luar gereja. Dan lebih dari itu, bagi Gereja Katolik, perkawinan antara pria dan wanita memiliki nilai yang penting pada saat liturginya bukan pada kemasan perayaannya.
HIDUP NO.24, 12 Juni 2022
Romo Yohanes Benny Suwito Pr
(Dosen Teologi Institut Teologi Yohanes Maria Vianney, Surabaya)
Silakan kirim pertanyaan Anda ke:
re**********@hi***.tv
atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.