HIDUPKATOLIK.COM – “Salah satu hasil PERNAS yang direkomendasikan kepada Konferensi Waligereja Indonesia serta umat Katolik adalah mendukung pelaksasaan Pemilu 2024 yang bersih, demokratis, berintegritas, dan tidak diwarnai politik identitas.”
Demikian disampaikan Ketua Komisi Kerasulan Awam (Komisi Kerawam) Konferensi Waligerja Indonesia (KWI) Mgr. Vincentius Sensi Potokota dan Sekretaris Komisi Kerawam, Romo Yohanes K. Jeharut dalam keterangan yang diterima Redaksi siang ini, Jumat, 17/6/2022.
Pertemuan Nasional (Pernas Kerawam KWI) ini berlangsung dari Selasa hibgga Jumat, 14-17/6/2022 di Pusat Pastoral Samadi, Klender, Jakarta Timur. Pernas diikuti pemimpin Komisi Kerawam dari 37 keuskupan di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari para klerus (imam) sebagai Ketua Kerawam dan non-klerus (umat awam) yang bertugas membantu Ketua Komisi Kerawam di wilayah keuskupannya masing-masing.
Pernas merupakan salah satu upaya Gereja menghadirkan dukungan persisten pada upaya negara menjaga Pancasila, UUD 1945 serta keutuhan bangsa dan negara dari segala bentuk intoleransi dan radikalisme – melalui gerakan kerasulan awam.
Melalui kerasulan awam, menurut Mgr. Vincencius, umat didorong agar tanggap dan terlibat secara aktif dalam karya-karya sosial-politik yang menginspirasi dan menghadirkan Gereja di tengah masyarakat luas. Terutama, tatkala negara dan bangsa kita bersiap menyongsong salah satu momentum penting demokrasi yang akan melahirkan pemimpin nasional melalui pemilu 2024.
“Kerasulan awam harus bergerak, menginspirasi, terlibat langsung di tengah kehidupan umat,” ujar Mgr. Vincensius. “Salah satu tugas kerasulan ini adalah menghadirkan Gereja dalam bidang sosial politik kepada umat,” ujarnya saat menutup Pernas, Jumat, 17/6.
Pentingnya Karya dan Gerakan Kerawam
Sementara itu, Ketua KWI, Ignatius Kardinal Suharyo yang hadir membuka Pernas pada Selasa, 14/6/2022, menekankan pentingnya karya dan gerakan kerasulan awam.
“Kita tidak sekadar menjalankan tugas dengan motivasi tapi juga dengan inspirasi iman” ujarnya.
Inspirasi, menurut Kardinal Suharyo, merupakan fundamen niscaya bagi manusia untuk ke luar dari zona nyaman, aktif bergerak, tanggap dan terlibat melalui keahlian serta profesinya masing-masing. Dengan demikian, gerakan kerasulan awam, dapat membantu lingkungan yang menjunjung humanitas dalam kehidupan berbangsa dan semesta. Termasuk di bidang sosial, politik.
Kardinal juga menyinggung pentingnya karya kerasulan awam dari hulu ke hilir, dari membaca konteks sosial melalui analisis hingga bermuara pada gerakan nyata dalam menanggapi momentum sosial politik yang menjamin demokrasi dan keadilan.
“Allah menyampakan kehendak-Nya lewat realitas sosial-politik yang tidak begitu saja mampu kita terima dan pahami. Maka perlu kesempatan seperti PERNAS untuk membaca situasi bersama-sama,” kata Kardinal Suharyo.
Menteri Koordinator Polhukam hadir diwakili Asisten Deputi Koordinasi Pemilihan Umum dan Penguatan Partai Politik pada Kemenko Polhukam RI Brigjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani, Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan hadir mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Hadir pula, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja; anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022 -2027 August Mellaz.
Direktur Eksekutif Charta Politika Totok Yunarto; Direktur Eksekutif Para Syndicate Yohanes Ari Nurcahyo; Direktur Litbang Kompas Ignatius Kristanto, Peneliti Kajian Terorisme dari Universitas Indonesia juga turut membagikan pengalaman dan pemikiran dalam diskusi PERNAS.
Pendidikan Politik
Ditemui selepas memberikan paparan terkait peta kontestasi Pemilu dan elektoral nasional, Totok Yunarto mengatakan, “Gerakan kerasulan awam perlu terus memperbarui pendidikan dan informasi politik yang aktual karena pemilu kita masih jauh dari proses yang – kita anggap—berkualitas,” ujar Totok.
Bahkan, Pemilu di Indonesia, menurut Totok, masih berbicara mengenai bagaimana mengelimir calon-calon pemimpin yang berpotensi mengembalikan kita ke masa lalu dalam pilkada dan pemilu. “Di masa kemarin Pemilu kita masih bicara mengenai isu paling primitif yaitu SARA,” ujarnya.
Totok menegaskan perlunya memastikan isu-isu primitif dalam pemilu harus dielimir terlebih dahulu .
“Di sinilah peran kerasulan awam yang berhubungan langsung dengan rakyat banyak di setiap daerah untuk memberikan pendidikan dan informasi politik yang tepat,” kata Totok.
Mengawal Pemilu yang adil, jujur, transparan, tanpa rasa ketakutan disampaikan dengan jernih oleh Ahmad Rizal Ramdhani. “Pemerintah tidak dapat melakukan ini sendirian. Untuk itu kami mendorong para pemimpin kerasulan awam membantu meneruskannya kepada masyarakat di wilayahnya masing-masing,” kata Rizal.
Sedangkan Yohanes Ari Nurcahyo menjelaskan, akurasi informasi dalam pendidikan sosial politik masyarakat amat perlu didukung oleh basis data yang kuat dan akurat.
“Oleh sebab itu, gerakan, karya, aktifitas kerasulan awam perlu berjalan bersama basis data,” ujar Ari. (fhs)