HIDUPKATOLIK.COM – Toleransi, nilai kemanusiaan, persaudaraan, dan moderasi beragama menjadi pesan utama dalam Pesparani II.
BERTO Pah sudah mencuri perhatian publik sejak tampil di Indonesia Mencari Bakat (IMB) tahun 2010. Kemampuannya bermain alat musik Sasando membuat para juri jatuh cinta kepadanya. Alunan indah Sasando menghasilkan suara yang menenangkan ketika dipetik Berto. Meski sudah 10 tahun tidak tampil di layar televisi nasional, Berto tetap setia dengan Sasando.
Terbukti saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Nasional (LP3KN) Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik, Berto tampil dengan alunan lagu yang memesona. Jari-jarinya memetik senar Sasando membuat para peserta Rakernas begitu terkesima. Ia tampil membawakan tiga buah lagu di antaranya Sepanjang Jalan Kenangan dan Indonesia Tanah Air Beta.
Sasando, alat musik Indonesia Timur ini menjadi simbol bahwa Pesparani II siap digelar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NNT) pada akhir Oktober 2022 mendatang. Rakernas LP3KN-LP3KD di gelar di Pusat Pastoral Samadi, Klender, Jakarta Timur pada Jumat-Minggu, 13-15/5/2022. Rakernas ini untuk memastikan persiapan Pesparani II di Kota Kupang.
Pesan Toleransi
Ketua Panitia, Hasiholan Siagian dalam sambutannya mengatakan Kota Kupang menjadi tuan rumah Pesparani II berdasarkan usulan dalam Munas di Ambon dan usulan itu disetujui oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam Sidang Tahunan di Bandung pada November 2018.
Ia menyebutkan, Pesparani sebagai kegiatan keagamaan yang berskala nasional menjadi ajang kerja sama antara pemerintah lewat Bimas Katolik, Pemerintah Daerah, instansi Gereja yaitu KWI dan awam Katolik. “Pilar-pilar ini menjadi kekuatan utama dalam menyelenggarakan Pesparani,” sebut Hasiholan.
Hasiholan menyebutkan Rakernas dibuat berdasarkan rasa optimisme bahwa pemerintah bersama TNI-Polri bahu-membahu menekan angka penyebaran Covid-19. Situasi ini dipandang oleh LP3KN sebagai situasi optimisme untuk bisa menyelenggarakan Pesparani II di Kupang. “Jadi tujuan utama Rakernas ini adalah memastikan dan mematangkan segala persiapan terkait Pesparani II di Kota Kupang,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Humas LP3KN, Muliawan Margadana menambahkan
Rakernas ini menghadirkan 34 ketua LP3KD dan Pembinas se-Indonesia. Sedangkan tema Rakernas 2022 adalah “Sukseskan Pesparani Tingkat Nasional II di NTT Perkuat Toleransi dan Moderasi Beragama Menuju Indonesia Bermartabat.”
Muliawan menyebutkan, Pesparani selalu diadakan setiap bulan Oktober berbarengan dengan peringatan Sumpah Pemuda.
Menurutnya, ada pesan kebhinnekaan, toleransi, dan persaudaraan yang mau disampaikan dalam Pesparani II nanti.
“Pesparani adalah kesempatan memperdengarkan suara-suara kebhinnekaan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta merajut perdamaian dan persaudaraan anak-anak bangsa,” ujarnya.
Sebagai tim Steering Committe Rakernas, Muliawan mengatakan Pesparani adalah wadah konsolidasi umat Katolik se-Indonesia untuk mewujudkan rasa cinta tanah air dan wawasan kebangsaan, memperkuat toleransi dan moderasi beragama melalui seni dan budaya,” sebutnya.
Muliawan berharap ada sinergi antara LP3KN dan LP3KD dalam Pesparani agar tumbuh iman, harapan, dan kasih dan pengembangan sikap moderasi beragama di Tanah Air di tengah pemulihan dari pandemi.
Pesta Kemanusiaan
Rakernas kali ini menyasar LP3KN, Kementerian Agama dan Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah, DPR RI, KWI, utusan LP3KD dan utusan Pemerintah Daerah NTT selaku tuan rumah.
Ketua Umum LP3KN, Adrianus Meliala dalam sambutan menjelaskan Rakernas ini diselenggarakan dengan beberapa tujuan sekaligus. Pertama, memperingati HUT LP3KN keempat. Kedua, melakukan peluncuran dini Pesparani II NTT dan ketiga melakukan pembahasan teknis acara terkait Pesparani II, serta membahas berbagai persoalan yang muncul dan berpotensi menghambat perkembangan LPKN dan LP3KD.
Suasana sukacita dan kegembiraan mewarnai Rakernas ini. Dalam Misa pembukaan Rakernas, Sekretaris Jenderal KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC menjelaskan berbicara soal moderasi beragama ada empat pilar yang menjadi indikator penting.
Pertama, toleransi yaitu sikap aktif bukan sekadar pasif tentang menghargai orang lain. Kedua, nilai kemanusiaan yaitu menentang apapun yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ketiga, budaya lokal harus diterima sebagai penguat kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, komitmen kebangsaan terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
“Empat indikator ini harus mewarnai Pesparani Katolik II di Kupang, NTT. Jadi bukan sekadar pesta gerejani, tetapi pesta kemanusiaan,” ujar Mgr. Subianto.
Mewakili KWI, Uskup Bandung ini menegaskan dari Pesparani lahirlah semangat persaudaraan. Semua orang berusaha menyanyikan, melantunkan, dan melafalkan persaudaraan. Ada satu tarikan nafas persaudaraan dalam Pesparani. Sebutnya lagi, Gereja Katolik mendukung penuh program-program penguat moderasi beragama dari pemerintah.
Bagi KWI Pesparani adalah salah satu program penguat moderasi beragama. Sebab dalam kegiatan ini tidak saja menyasar umat Katolik tetapi partisipasi seluruh umat beragama lain. “Ada contoh konkret panitia Pesparani ketuanya dari kalangan non-Katolik. Ketua Pesparani I beragama Protestan, sedangkan Ketua Pesparani II di Kupang nanti beragama Islam,” ujar Mgr. Subianto.
Dukungan Pemerintah
Rakernas LP3KN -LP3KD dibuka oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam hal ini diwakili oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Dirjen Bimas Katolik Kementerian Aagama, Albertus Magnus Adiyarto Sumardjono. Albertus dalam wawancaranya mengatakan, Pesparani adalah kesempatan untuk kita membuktikan slogan 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia. Ia menyimpulkan bahwa Pesparani itu adalah kegiatan penting yang di dalamnya tumbuh kembang moderasi beragama.
Soal moderasi beragama, Albertus menegaskan moderasi beragama adalah cara beragama dalam kehidupan sehari-hari dengan prinsip adil dan seimbang. Dengan kata lain moderasi beragama adalah jalan tengah dalam beragama. Prinsip ini harus diutamakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi bukan agamanya yang dimoderasikan, tetapi cara beragama umat beriman itulah yang harus dimoderasi.
Albertus menambahkan dalam hal moderasi beragama, Dirjen Bimas Katolik lewat Direktorat Urusan Agama Katolik memiliki tiga sub kelembagaan dalam hal urusan agama, yaitu: sub penyuluhan, sub kelembagaan, dan sub pemberdayaan. Dari tiga sub dalam tubuh Urusan Agama Katolik, Ditjen Bimas Katolik ingin menampilkan empat hal penting. Pertama, orientasi pembinaan terhadap moderasi beragama. Kedua, literasi keagamaan katolik, ketiga, kerja sama pembinaan, dan keempat program fasilitasi.
Soal orientasi pembinaan terhadap moderasi beragama akan menjadi kegiatan rutin misalnya ada pertemuan-pertemuan rutin seperti seminar yang dengan pembicara tidak saja dari kalangan Katolik tapi dari umat beragama lainnya. Soal literasi beragama, ada program seperti memberikan bantuan kepada KWI untuk menyusun buku moderasi beragama, semacam sebuah catatan dalam kehidupan beragama. Tahun depan ada kerja sama dengan Komisi HAK KWI mematangkan draft moderasi tersebut.
“Sementara Pesparani bisa masuk dalam program fasilitasi dan pembinaan umat. Dengan Pesparani, umat semakin paham tentang musik liturgi, cara berliturgi yang benar, memahami isi Kitab Suci, memiki pengetahuan tentang Gereja Katolik, tetapi juga belajar menghargai sesama umat beragama lain,” demikian Albertus.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP, Edisi No. 22, Tahun ke-76, Minggu, 29 Mei 2022