web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

KEMBALI KE UMUR 18

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – AKU bekerja sebagai teknisi servis mesin cuci. Sayangnya karierku tidak bagus karena aku tidak kuliah. Suatu hari aku tidak bisa menahan emosi kepada atasan, sehingga aku dipecat. Di hari yang sama istriku juga harus meninggalkan pekerjaannya. Betapa hancurnya keadaanku saat itu. Apalagi keesokan harinya adalah sidang pertama perceraianku.

Aku tidak ingin bercerai. Aku sayang pada kedua anakku yang kembar putra dan putri yang sekarang berumur 18 tahun. Tetapi istriku berkeras ingin bercerai. Memang aku bukan suami yang sempurna. Dengan pendidikan minimal, penghasilanku juga kecil. Aku juga bukan ayah yang baik. Anak-anakku tidak terbuka padaku.

Entah apa yang terjadi, hari itu aku mendapati bahwa penampilanku berubah drastis. Aku yang sebenarnya berumur 37 tahun, kembali terlihat seperti aku di masa remaja. Sehingga tidak ada orang yang mengenaliku, bahkan keluargaku. Untungnya seorang temanku mau menampungku. Untuk mengisi hari-hari baruku, aku mendaftar di sekolah tempat anak-anakku bersekolah, dan ditempatkan di kelas yang sama dengan anak-anakku.

Dengan penampilan sebagai teman sekolah, aku perlahan tapi pasti mendapat tempat di hati kedua anakku. Aku baru tahu bahwa putriku selama ini bekerja di minimarket untuk menabung bagi pendidikannya kelak. Aku baru tahu bahwa putraku berbakat basket seperti waktu aku masih muda. Dan aku sekarang bisa menjadi sahabat terbaiknya.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Karena aku hadir sebagai teman bagi putra-putriku, istriku bisa menerimaku dengan terbuka. Banyak kesempatan aku bisa dekat kembali dengan istriku. Suasana keruh dalam pernikahan kami, tergantikan dengan suasana menyenangkan penuh rindu dan saling memperhatikan. Hidup ini kembali indah bagiku.

***

Hihi…kisah di atas bukan kisahku. Itu adalah kisah dari drakor yang sedang aku tonton untuk menemaniku menyetrika baju seminggu sekali. Judulnya “18 Again”. Aku bukan penyuka drakor karena umumnya kisahnya romantis.

Tetapi dari film-film yang bisa kupilih dari set top box-ku, cuma film ini yang kutemukan dengan genre science fiction. Bagian mana science fiction-nya? Cuma di bagian “perubahan rupa menjadi kembali muda”. Itu saja J.

Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dalam jangka panjang di dalam keluarga. Banyak faktor yang mengubah diri kita. Kalau selama pacaran kita masih saling berusaha menunjukkan bahwa “saya adalah orang terbaik untukmu”, maka kebutuhan untuk menunjukkan hal itu lama-lama memudar. Hubungan emosional romantis lama-lama berubah menjadi hubungan yang saling meminta untuk dimengerti.

Pihak suami bersikap: “Saya harus prioritas pada pekerjaan, karena pekerjaan ini untuk menafkahi hidup kita. Maka saya minta kamu mengerti bahwa saya kekurangan waktu untuk keluarga.” Pihak istri bersikap: “Saya sibuk dengan urusan dapur dan rumah tangga. Bantulah saya.”

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Sebagian keluarga berhasil melalui masa-masa sukar tersebut. Tetapi sebagian keluarga, seperti kisah di atas, berujung pada toxic relationship, hubungan beracun. Hubungan beracun adalah ‘hubungan apa pun yang tidak saling mendukung.

Di dalamnya ada konflik di mana yang satu berusaha menghancurkan yang lain; ada persaingan, rasa tidak hormat; dan kurangnya kekompakan.’ (Dr Lillian Glass dalam buku Toxic People). Hubungan beracun bisa terjadi antara suami dan istri, bisa terjadi juga antara anak dan orang tua.

Para penulis Kitab Suci melihat juga relasi yang bisa terjadi di dalam keluarga. Maka Paulus di dalam suratnya kepada umat di Kolose mengajarkan, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” (Kol 3:18-19). Tuhan Yesus mengajarkan untuk kita saling mengasihi, tapi pertama-tama harus kita jalankan dulu di dalam keluarga kita. Karena keluarga yang bahagia adalah keluarga yang dibangun di dalam kasih dan selalu dipenuhi dengan kasih.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Pesan yang ingin disampaikan dari film yang kutonton di atas adalah “berjuanglah untuk keutuhan kasih di dalam keluarga.” Jangan sampai terlambat. Jangan sampai anak-anak tidak nyaman dengan suasana di dalam rumah. Jangan sampai pasangan kita ingin lepas dari kita. Karena untuk mengembalikannya adalah sukar. Butuh 16 episode untuk keluarga di film itu untuk bisa kembali J. Itu pun dengan cara berubah penampilan.

Tentu saja kita tidak bisa berubah penampilan seperti di film tersebut. Tetapi kita bisa mengubah perilaku kita. Kalau dulunya suka menuntut, berubahlah menjadi seorang yang mau mendengarkan. Kalau dulunya semau gue, berubahlah menjadi seorang yang siap membantu. Kalau dulunya masa bodoh, berubahlah menjadi seorang yang penuh perhatian. Semoga relasi di dalam keluarga bisa kembali pulih dan penuh sukacita.

Malam ini aku sudah melipat baju dan memvacuum lantai, sebelum membuat tulisan ini. Bukan karena aku orang yang rajin dengan urusan rumah, melainkan karena aku sadar bahwa ada harga yang harus dibayar untuk keutuhan rumah tangga.

Semoga di dalam keluarga-keluarga kita selalu tumbuh kasih satu sama lain dan semakin dikasihi Tuhan. Amin.

Julius Saviordi, alumni KPKS St. Paulus, Tangerang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles