web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Berani: Sungguhkah Tidak Ada Ketakutan?

4.4/5 - (7 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Banyak orang menilai saya sebagai seorang pemberani, termasuk rekan-rekan suster di kongregasi kami, MSsR (Missionariae Sanctissimi Redemptoris = Suster-suster Misi Sang Penebus Mahakudus).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pastor yang memimpin Perayaan Ekaristi Kaul saya beberapa waktu lalu. Dia mengatakan bahwa saya adalah perempuan yang berani.

Berani dalam arti saya berani meninggalkan tanah kelahiran saya, Indonesia untuk kemudian bergabung dalam MSsR, yang nota bene tidak ada di Indonesia. Bahkan ketika Kongregasi meminta saya pindah dari Jepang ke Austria, tanpa banyak diskusi saya menjawab, “Saya siap!“

Seringnya saya mendengar komentar bahwa saya berani, menjadi permenungan tersendiri bagi saya. Sungguhkah saya orang yang berani? Apa maknanya menjadi seorang yang berani? Apakah itu artinya saya tidak pernah mengalami kekhawatiran, kecemasan, ketakutan? Apakah itu artinya saya orang yang gegabah, yang tidak memikirkan akibat dari setiap keputusan atau peristiwa?

Memilih hidup di dalam biara di luar negeri memang merupakan tantangan yang porsinya dua kali lipat. Selain tantangan untuk dapat beradaptasi hidup di dalam biara, menuruti aturan-aturan konstitusi juga ada tantangan beradaptasi hidup di luar negeri yang berbeda bahasa, budaya, kebiasaan, iklim, makanan, dan sebagainya.

Bukankah menghadapi semua hal tersebut, secara manusiawi dapat saja mengalami kecemasan, kekhawatiran, ketakutan?

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Tentu saja dan saya mengalami semua itu. Namun keputusan saya untuk menerima dan menjalani semua inilah yang kemudian menjadi alasan banyak orang untuk mengatakan bahwa saya berani.

Ketika orang menilai saya berani, sesungguhnya mereka tidak melihat atau tidak mengetahui ketakutan-ketakutan yang telah saya lalui sebelumnya. Mereka tidak mengetahui proses di balik sikap berani saya. Yang mereka lihat adalah hasilnya, yaitu keberanian. Ada 3 hal yang saya renungkan dari pertanyaan, “Apakah berani berarti tidak ada ketakutan?“

Impian Tak Terbatas

Permenungan yang pertama, “Saya terbatas, tapi impian saya tidak terbatas. Untuk mewujudkannya saya perlu dukungan penguasa alam semesta, Kristus Raja Semesta Alam,“ (Sr. Bene Xavier – HIDUP 19 September 2021). Permenungan ini terinspirasi dari pengalaman Daud ketika ia harus menghadapi Goliath. Daud yang kecil dan tidak memiliki kekuatan dihadapkan pada kenyataan harus melawan Goliath yang besar dan bersenjata.

Namun apa yang dilakukan Daud adalah bahwa ia tidak berpikir pada kekuatan Goliath, melainkan percaya pada kekuatan Tuhan. Sebagaimana tertulis dalam 1 Samuel 17:45, (Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kau tantang itu.“)

Apa yang dapat dipelajari dari pengalaman Daud adalah ketika kita menghadapi tantangan, janganlah berfokus pada ketidakmampuan, melainkan fokus pada apa yang dapat kita lakukan. Saya pribadi selalu mengimani bahwa ketika Tuhan mengijinkan suatu persoalan terjadi dalam hidup saya, pasti Tuhan juga sudah menyiapkan jalan keluarnya. Dimana pun kita hidup, pasti akan selalu ada persoalan. Sehingga tidaklah mungkin menghindari suatu tempat hanya untuk agar terbebas dari masalah. Karena berada di tempat lain pun akan ada masalah, meski berbeda.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Melampaui Rasa Takut

Permenungan kedua,Orang yang berani bukanlah orang yang tidak memiliki ketakutan, melainkan dia yang bisa melampaui rasa takut itu,“ (Nelson Mandela).

Rasa cemas, khawatir, takut adalah perasaan yang normal dialami manusia. Akan tetapi rasa itu bukan untuk dipertahankan, melainkan untuk diatasi. Bagaimana mengatasinya?

Ya seperti yang dilakukan Daud, bukan berpikir pada kekuatan Goliath, melainkan percaya pada kekuatan Tuhan, bukan fokus pada ketidakmampuan, melainkan fokus pada apa yang dapat dilakukan.

Selalu memiliki dan menaruh harapan pada Tuhan bahwa Ia tidak membiarkan kita berjuang seorang diri. Ada Roh Kudus, yang diutusnya untuk menuntuk kita untuk menemukan jalan apa yang harus ditempuh ketika menghadapi kesulitan.

Tuhan yang Mengatur

Permenungan ketiga, “Nur Mut, Gott lenkt alles – Beranilah, Tuhan yang akan mengatur segalanya,“ (Santo Klemens Maria Hofbauer). Kekhawatiran itulah yang seringkali menghambat kita untuk melangkah maju atau menolak menghadapi tantangan. Persis dengan apa yang dialami Maria ketika ia menerima kabar dari Malaikat Gabriel, ia sempat ragu dan tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Malaikat Gabriel.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Namun Malaikat Gabriel mengatakan “Jangan takut,“ (bdk. Lukas 1 : 30). Pada akhirnya Maria dengan penuh iman menerima apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidupnya, untuk menjadi ibu Tuhan Yesus Kristus. Yesus pun bersabda, „Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit,“ (Matius 10 : 31).

Atasi Rasa Takut

Saya dan anda pasti pernah mengalami rasa cemas, khawatir, takut. Hanya saja mungkin dalam kondisi dan cara yang berbeda. Namun kita tidak diciptakan untuk menjadi penakut karena kita semua adalah citra Allah.

Kita dikaruniakan banyak rahmat Allah untuk dapat mengatasi persoalan hidup kita. Dengan kondisi dan cara yang berbeda, kita semua dapat menjadi seorang pemberani.

Sebab pemberani bukanlah orang yang tidak pernah mengalami rasa takut, melainkan ia yang berhasil mengatasi rasa takut itu. Dan mengatasi rasa takut dapat dilakukan dengan berfokus pada apa yang dapat kita lakukan dan percaya pada kekuatan pertolongan Allah.

Sr. Bene Xavier dari Vienna Austria.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles