web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Urgensi Pecegahan Human Trafficking

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – TERDAPAT lima provinsi di Indonesia yang ditengarai dengan human trafficking tertinggi. Kelima provinsi itu adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

NTT bahkan disebut masuk dalam zona merah. Tanpa menomorduakan provinsi lain, apa yang ‘menimpa’ para pekerja migran dari NTT perlu kita cermati, mengapa hal demikian terjadi. Lebih utama lagi, agar tak terulang lagi kasus-kasus yang memilukan hati terkait dengan para korban sebagaimana diceritakan seorang suster yang memberikan pendampingan bagi para korban dan keluarganya.

Seandainya tidak bisa dilakukan tindakan yang drastis alias menghentikan praktik yang tidak mengindahkan martabat manusia itu, minimal terjadi pengurangan secara signifikan ke kepan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Tingginya angka pencari kerja dari provinsi ini tak bisa dipungkiri. Mereka menempuh pelbagai macam cara agar mendapat pekerjaan yang layak dan tentu saja manusiawi di luar NTT.

Dalam keadaan tanpa pekerjaan, demi mempertahankan hidup atau juga membantu keluarga, para pekerja tanpa sadar telah diperdaya oleh onkum atau lembaga-lembaga ilegal yang menawarkan pekerjaan kepada mereka. Kisah-kisah pilu tentang korban-korban yang akhirnya dapat menyelamatkan diri dari jeratan mafia human trafficking ini dapat kita temukan di media massa.

Maka, menurut hemat kami, pihak Gereja setempat perlu turun tangan lebih massif, terutama memberikan pendampingan (baca: penyuluhan) kepada para calon pekerja migran. Sejauh ini, di masing-masing keuskupan telah ada komisi atau lembaga yang sesungguhnya bekerja untuk bidang atau masalah ini.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Namun, tampaknya perlu lebih agresif dengan pelbagai macam cara yang dapat diterima akal sehat para pencari kerja. Para calon pekeja migran perlu tahu secara lebih saksama konsekuensi dan risiko yang mungkin bisa terjadi jika sampai menempuh cara atau jalur yang tidak resmi.

Selain itu, para pekerja migran, minimal yang ada di lingkungan Gereja, perlu mendapat pelatihan-pelatihan yang mambu meningkatkan daya saing mereka. Para pekerja perlu dibekali dengan pengetahuan yang standar agar tidak jatuh dalam jaringan human trafficking.

Bilamana memungkinkan, saatnya perlu bekerja sama dengan lembaga hukum atau relawan yang diharapkan dapat membantu para korban. Pendampingan hukum sangat diperlukan. Tentu saja kerja sama dengan pemerintah adalah syarat mutlak. Maka, melakuan komunikasi dengan pemerintah setempat adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Penyiapan dokumen-dokumen perlu dilakukan dengan baik agar para pekerja memiliki syarat-syarat formal yang diperlukan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Bagaimanapun juga, adalah panggilan Gereja untuk memberikan perlindungan kepada setiap umatnya. Gereja memang tidak memiliki perangkat seperti pemerintah. Namun, Gereja dapat melakukan pendampingan alias pemberdayaan yang terukur seraya memberikan masukan kepada lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja yakni orang muda. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mencegah terjadinya human trafficking di masa yang akan datang.

HIDUP, Edisi No. 18, Tahun ke-18, Minggu, 1 Mei 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles