HIDUPKATOLIK.COM – “Selalu diperbaharui….” dalam bahasa Latin lengkapnya sebagai berikut: Ecclesia semper reformanda est. Adagium ini kerapkali terucap dalam pembagai kesempatan, entah dalam pertemuan kelompok kecil, sedang pun skala besar. Adanya kesadaran bahwa Gereja bukanlah institusi rohani yang sempurna, apalagi paripurna. Dalam perjalanan waktu, Gereja mengalami pelbagai guncangan, tantangan, bahkan masa-masa gelap. Namun, Gereja tak pernah kehilangan harapan. Roh Kudus senantiasa hadir, membimbing umat Allah melalui para pemimpinnya, dalalm hal ini Paus dan kolegium kardinal/uskup sedunia.
Maka, ketika akan merayakan 90 tahun Keuskupan Bandung pada April ini, pernyataan Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, bahwa momen ini menjadi kesempatan untuk “spiritual recharger” pantas untuk disimak. “Inilah juga momen untuk meningkatkan iman dan memperbaharui komitmen untuk selalu berjalan bersama membangun Gereja Sinodal dengan meningkatkan kehidupan persekutuan, partisipasi dan misi sebagaimana dicanangkan dalam Sinode Para Uskup 2021-2023.”
Bila dilihat dari segi kuantitas, jumlah umat Keuskupan Bandung sangat kecil bila dibadingkan dengan penduduk Jawa Barat secara keseluruhan yang hampir mencapai angka 50 juta jiwa. Umat Katolik ‘hanya’ seratus sekian ribu jiwa. Namun, jumlah yang kecil itu, sejak kehadirannya di bumi Priyangan, telah mampu memancarkan cahaya terang (baca: manfaat) bagi masyararakat setempat. Ketika misi awal membuka rumah sakit dan sekolah misalnya, masyarakat yang umumnya beragama lain dapat menerima bentuk-bentuk pelayanan tersebut. Bahkan, dua institusi pelayanan satu di bidang kesehatan dan satunya di bidang pendidikan ini menjadi rujukan masyarakat banyak. Mereka percaya pada institusi tersebut. Mereka mengalami pelayanan yang mereka harapkan. Kendati tantangan yang dihadapi institusi-institusi gerejani itu bukan ringan. Namun, tantangan-tantangan tersebut justru menjadi pelecut untuk kian mewujudkan kehadirannya yang makin bersaudara dan makin berbela rasa terutama bagi orang-orang yang kurang diperhatikan.
Uskup Alexander Djajasiswaja pernah melontarkan pernyataan tentang Gereja yang harus turun ke pasar alias dari altar ke pasar. Ajakan yang menunjukkan bagaimana Gereja tak berhenti pada hal-hal yang ritual/liturgis tetapi menyelami gerak nadi kehidupan umat di akar rumput. Hadir di tengah dunia sebagaimana diamanatkan Konsili Vatikan II.
Maka, pascaperayaan 90 tahun ini, Keuskupan Bandung tidak pada tempatnya memegahkan diri, melihat ‘pencapaian-pencapaian’ salama ini. Justru sebaliknya, perayaan ini menjadi momentum, sebagaimana ditegaskan Uskup Anton, melihat kembali jati diri Gereja. Bagaimana wajah Gereja akan ditampilkan di masa-masa yang akan datang? Tak hanya untuk menyongsong perayaan seratus tahun. Tidak. Tetapi, bagaimana membuat Gereja sungguh-sungguh relevan dan signifikan bagi masyarakat sekitarnya? Di sinilah, momen untuk kembali melihat Gereja yang senantiasa harus diperharui sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini.
HIDUP, Edisi No. 17, Tahun ke-76, Minggu, 27 April 2022