HIDUPKATOLIK.COM – Sebuah foto masuk dari grup wa prodiakon. Dua belas rekan dengan mata tersenyum masih dengan pakaian dinas lengkap nampak berfoto bersama setelah selesai tugas. Senyum asli mereka tak nampak karena semua taat prokes, menggunakan masker.
Sebenarnya sesi foto bersama sebelum atau sesudah tugas, biasa dilakukan sebagai tanda kekompakan. Namun kali ini ada yang tak biasa. Tangan mereka masing-masing menggenggam gambar Yesus Kerahiman Ilahi.
Gambar berukuran sekitar 30 cm x 40 cm ini semua telah diberkati. Dibagi-bagikan oleh paroki kami, dalam rangka pewartaan devosi Kerahiman Ilahi. Semua umat yang hadir dalam misa juga mendapatkan gambar ini.
Hari ini adalah hari Minggu setelah Paskah dan Yesus meminta agar pada hari ini Gereja merayakannya sebagai Pesta Kerahiman Ilahi. Pesan Yesus ini disampaikan melalui Santa Faustina Kowalska (1905-1938) dan Faustina mencatat semua pesan-pesan dari Yesus dalam Buku Hariannya.
Buku Harian ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dicetak, memiliki tebal lebih dari 1000 halaman. Dan untuk memudahkan pembaca, tepatnya devosan Kerahiman Ilahi, catatan harian yang tebal ini diurai dengan memberi nomor-nomor.
Banyak kali Yesus berpesan soal Pesta Kerahiman, salah satunya tercatat dalam BHSF no 49 sebagai berikut. Ketika aku keluar dari kamar pengakuan, sekali lagi aku mendengar suara seperti ini, “Gambar-Ku sudah ada di dalam jiwamu. Aku merindukan adanya Pesta Kerahiman. Aku menghendaki agar gambar yang akan engkau lukis dengan kuas itu diberkati secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah; Hari Minggu itu harus menjadi Pesta Kerahiman.”
Permintaan Yesus menjadikan hari Minggu setelah Paskah sebagai Minggu Kerahiman Ilahi ini sebenarnya jelas dan sederhana, namun dengan asas kehati-hatian, Gereja baru memenuhi permintaan Yesus ini pada saat Paus Yohanes Paulus II menjabat. Tepatnya tanggal 30 April 2000 bertepatan St. Faustina dinyatakan kudus.
Sejak itulah Pesta Kerahiman Ilahi masuk dalam kalender liturgi Gereja. Walau sudah dua puluh dua tahun berlalu, sayangnya, belum semua umat tersentuh mementingkan merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Termasuk belum banyak yang menjalani devosi Kerahiman Ilahi seperti permintaan Yesus yang dicatat oleh St. Faustina.
Devosi Kerahiman Ilahi pada tahun 1959 sempat dilarang oleh Gereja, namun pada 15 April 1978, Paus Paulus VI mencabut larangan tersebut. Semua ini terjadi berkat perjuangan Kardinal Karol Wojtyla.
Enam bulan kemudian, Wojtyla terpilih menjadi Paus Yohanes Paulus II. Lalu pada 30 November 1980, beliau mengeluarkan satu ensiklik “Dives in Micericordia” (Kaya Dalam Kerahiman). Ensiklik yang berbicara dengan sangat indah tentang Kerahiman Ilahi. Sri Paus menulis Kristus sebagai inkarnasi kerahiman adalah sumber belas kasih yang tak habis-habisnya.
Apakah sulit menjadi devosan Kerahiman Ilahi? Harusnya tidak. Syarat pertama adalah mengandalkan Tuhan. Laksana seorang anak, dalam segala situasi, selalu mengandalkan belas kasih dan kuasa Bapa. Syarat kedua adalah melakukan belas kasih.
Yesus menghendaki agar kita setiap hari melakukan setidaknya satu tindakan belas kasih kepada sesama. Menurut Yesus ada tiga cara berbelas kasih, yakni dengan perbuatan, dengan perkataan, dan dengan doa. Jadi tidak ada alasan untuk tidak dapat berbelas kasih.
Selanjutnya Yesus hanya meminta para pecinta-Nya untuk melakukan lima hal berikut:
Pertama, menghormati Gambar Yesus Kerahiman Ilahi. Tentu bukan hendak menjadikan gambar ini berhala. Setiap melihatnya, hendaknya kita menghormati dan mengingat betapa Yesus dengan luka di lambung yang memancarkan darah dan air, itulah tanda kerahiman Ilahi yang selalu tercurah untuk kita. BHSF 48: “Aku berjanji bahwa jiwa yang menghormati gambar itu tidak akan binasa. Aku menjanjikan juga bahwa sudah sejak di dunia ini ia akan mengalahkan musuh-musuhnya, khususnya pada saat kematian. Aku sendiri akan membelanya bagaikan kemuliaan-Ku sendiri”
Kedua, setiap pukul 15.00 yang merupakan Jam Kerahiman Ilahi, kita diminta untuk masuk dalam sengsara Yesus. Kalau mungkin pada jam ini melakukan jalan salib. Atau mampir ke gereja menghormat Sakramen Maha Kudus. Atau paling tidak, berdoa sejenak mengenang sengsara Yesus. BHSF 1320: “Pada pukul tiga sore, mohonlah kerahiman-Ku, khususnya untuk orang-orang berdosa; dan meskipun hanya sebentar, benamkanlah dirimu di dalam sengsara-Ku, khususnya di dalam kesendirian-Ku pada waktu menghadapi sakratul maut. Itulah jam kerahiman yang besar bagi seluruh dunia. Aku akan mengizinkan engkau masuk ke dalam dukacita-Ku yang begitu pedih. Pada jam ini, Aku tidak akan menolak apa pun yang dimohon oleh jiwa-jiwa yang mengajukan permohonan kepada-Ku demi Sengsara-Ku..”
Ketiga, rajin berdoa Koronka. Doa ini menjadi doa kedua setelah Doa Bapa Kami yang Yesus sendiri ajarkan. BHSF 687: “Daraskanlah tanpa henti Koronka yang telah Kuajarkan kepadamu. Barangsiapa mendaraskannya akan menerima kerahiman yang besar pada saat kematiannya…”
Keempat, ikut merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Sebelum pesta, Yesus meminta kita mempersiapkan diri dengan melakukan novena. Selama 9 hari berurutan, mulai Jumat Agung. Setiap hari ada ujud khusus, yang sudah ditentukan oleh Yesus sendiri. Intinya kita mendoakan semua jiwa-jiwa. Setelah novena, kita juga perlu mengadakan pengakuan dosa. Bagi mereka yang merayakan Pesta ini, Yesus menjanjikan indulgensi penuh.
Kelima, menyebarluaskan devosi Kerahiman Ilahi. Yesus berjanji BHSF 1075 “Jiwa-jiwa yang menyebarkan penghormatan kepada kerahiman Ilahi akan Kulindungi seumur hidupnya seperti seorang ibu yang penuh cinta kasih sayang melindungi bayinya; dan pada saat kematiannya, Aku tidak akan tampil sebagai seorang Hakim bagi mereka, tetapi sebagai Juru Selamat yang maharahim.
Dalam hal penyebarluasan devosi ini, Indonesia beruntung memiliki seorang Stefan Leks yang sepenuh hati mewartakan devosi ini. Dia banyak menulis buku, mengarang lagu, membantu verifikasi terjemahan BHSF dari bahasa aslinya, Polandia, dan juga mengajar di berbagai paroki maupun komunitas.
Dalam pengantar bukunya, “Devosi kepada Kerahiman Ilahi”, ia menulis: Kerahiman Tuhan seharusnya menggerakkan setiap manusia untuk memperlakukan sesama dengan murah hati dan penuh belas kasihan. Kemurahan hati Tuhan yang dipuja dalam doa, selayaknya diiringi tindakan belas kasihan yang nyata.
Semoga devosi ini makin dikenal dan lebih banyak umat menjalankannya dengan sepenuh hati. Biarlah semakin banyak orang sungguh mengandalkan Tuhan dan melakukan perbuatan belas kasih.
Fidensius Gunawan, Kontributor, Alumni KPKS Tangerang