HIDUPKATOLIK.COM – Pura yang biasanya adalah tempat ibadah bagi umat Hindhu, hari itu Minggu, 3 April 2022 menjadi tempat ngopi (ngobrol pintar) bagi para peserta safari toleransi.
Kegiatan yang diadakan oleh Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Malang ini, dihadiri tokoh enam agama, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB) Malang Raya, Gusdurian, dan perwakilan penghayat kepercayaan.
Sejak berdirinya Pura Mustika Dharma tahun 1968 hingga saat ini belum pernah mendapat sapaan atau kunjungan dari pihak manapun, menjadi alasan utama mengapa Pura yang cukup tua ini dijadikan destinasi safari.
Ngopi di Pura Mustika Dharma Gondowangi di Wagir, Malang berjalan dengan sederhana penuh canda namun tetap tidak kehilangan kedalaman dan makna. Menarik ketika salah satu perserta berkata, “Saya suka jajak pendapat tapi saya tidak suka mempertahankan pendapat karena mempertahankan pendapat hanya akan menimbulkan kesalah pahaman yang berujung pada perselisihan”.
Dalam bertukar wawasan para peserta safari juga bertanya seputar budaya dan tata cara Hindhu di Gondowangi dalam beribadah.
Garis besar dari ngopi ini adalah bahwasanya agama tidak bisa dipisahkan dari budaya. Kegagalan dalam beriman adalah tanda/bukti kegagalan dalam berbudaya. Mengapa Indonesia mengalami kegoyahan iman? Ini jelas akibat budaya-budaya luar yang masuk dan menghancurkan keotentikan budaya Indonesia itu sendiri.
Romo Pemangku Hindu juga menegaskan agar setiap agama menjalankan agama sesuai budaya Indonesia. Apabila Muslim jadilah Muslim dengan budaya Indonesia bukan membawa budaya Arab, apabila Katolik jadilah Katolik Indonesia bukan Katolik Eropa yang tinggal di Indonesia.
Jelas tujuan dari ungkapan ini adalah supaya para penganut agama dan kepercayaan sadar jati diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang berbudaya. Hal ini senada dengan pendapat Presiden Joko Widodo yang mengatakan sekaligus mengajak seluruh masyarakat untuk menghayati agama yang bercita rasa nusantara.
“Sebenarnya kami ingin mengunjungi Pura Mustika Dharma ini pada Hari Raya Nyepi beberapa waktu lalu. Tapi ditunda karena saat itu pandemi belum landai,” ujar Ketua Komisi HAK Keuskupan Malang Romo Peter B. Sarbini, SVD disela-sela safari toleransi. Romo juga berkata bahwa mereka pernah mengunjungi pesantren-pesantren.
Usai bertukar wawasan peserta safari dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah disediakan. Sembari membawa peserta berkeliling Pura ketua Parisada Hindhu Dharma Indonesia (PHDI) Gondowangi Bapak Ngaderi Gendut menjelaskan seputar bagian-bagian yang ada di Pura Mustika Dharma.
Banyak hal yang bisa digali dan dipelajari dari tempat ibadah yang kaya dengan karya seni ini, mulai dari corak, bentuk, ukuran, makna dan fungsinya dalam perayaan ibadat umat Hindhu. Pura Mustika Dharma biasanya digunakan untuk melaksanakan upacara dalam skala kecil atau Ekasata dan upacara upacara besar atau Pancasata.
Romo Pemangku Hindu juga berbagi kisah mengenai keharmonisan dan kerukunan yang terjalin antar umat beragama di Desa Gondowangi khususnya saat upacara ibadah maupun saat hari raya dari setiap kepercayaan
Dengan adanya kegiatan safari ini diharapkan agar masyarakat saling memahami. saling menghargai dan tidak memandang perbedaan sebagai suatu sandungan melainkan keindahan untuk saling melengkapi dalam membangun hidup persaudaraan.
Laporan Sr. Melva Pasaribu, H.Carm