HIDUPKATOLIK.COM – Setiap kali mendengar kata Yerusalem, batinku seakan bergelegak. Sudah sejak muda dulu, ada keinginan berziarah ke kota tua ini, namun belum kesampaian. Biaya tur ke tanah suci yang tak terjangkau, itulah kendalaku.
Pernah terlintas untuk berangkat tanpa ikut tur, namun banyak teman yang tidak merekomendasi. Kata mereka terlalu banyak kerumitan dan bahaya keamanan bila ziarah ke sana tanpa ikut tur.
Yerusalem, terutama bagian kota tua, menurut para ahli sudah memiliki peradaban sejak 3000 tahun SM. Yerusalem menjadi perhatian umat Kristen, sejak Daud nenek moyang Yesus, pada 1000 tahun SM menjadikannya sebagai ibukota kerajaan. Kemudian putranya, Salomo membangun Bait Allah yang super megah. Dengan adanya Bait Allah, maka Yerusalem juga menjadi pusat keagamaan bangsa Yahudi. Sayang Bait Allah ini luluh lantak nyaris tak berbekas karena serbuan bangsa Babel.
Bait Allah dibangun kembali setelah pembuangan Babel, namun tak pernah semegah yang dibuat Salomo. Selama ratusan tahun, berulang kali diperbaiki dan ditambah fasilitasnya. Pada saat Yesus berkarya, Ia pernah beberapa kali mengajar di sana. Yesus juga pernah mengusir para pedagang yang mengotori pelataran Bait Allah. Bait Allah ini juga hancur kala diserbu bala tentara Romawi pada tahun 70.
Akhir hidup Yesus juga terjadi di Yerusalem. Di kota ini, Dia diadili, didera, disalibkan, wafat di salib, dan dimakamkan.
Karena sejarah inilah, maka sejak dulu sampai sekarang, Yerusalem seperti magnet yang menarik pengikut Kristus untuk berkunjung dan ziarah. Sangat banyak situs-situs yang wajib dikunjungi, seperti Gereja Makam Kristus, Gereja Bapa Kami, Gereja St Anna dan Kolam Betsaida, Kapel Kenaikan Tuhan, Taman Makam, dan banyak lainnya. Satu yang “wajib” dilakukan adalah ibadat jalan salib sambil memanggul salib di Via Dolorosa.
Dalam sejarah Yerusalem, ada seorang kudus yang berasal dari kota ini. Oleh orang tuanya ia diberi nama Sirilius. Ia lahir sekitar tahun 315, bertepatan dengan keluarnya dekrit dari Kaisar Konstantin yang mengakui ajaran Kristen sebagai agama resmi. Sejak adanya pengakuan kaisar ini, maka umat Kristen yang sejak awal mula dianiaya dan dikejar-kejar, kini menjadi leluasa menjalani ibadah dan tak perlu lagi menyembunyikan identitas kekristenannya.
Tidak ada informasi tentang masa kecil Sirilius dan bagaimana ia dibesarkan. Namun tercatat ia memilih berkarya sebagai imam. Ia ditahbiskan oleh Uskup Maximus yang kelak digantikannya. Sebagai imam, ia mendapat tugas mengajar dan mempersiapkan calon penerima baptisan atau biasa disebut katakumen.
Saat itu, ia berinisiatif menyusun buku katekismus, yang berisi penjelasan ringkas tentang kredo atau pengakuan iman para Rasul. Juga menjelaskan tentang sakramen-sakramen gereja. Tentu saja buku ini sangat membantu para katekis lain serta juga para katakumen. Berkat perhatiannya yang besar kepada para katekis, tak heran, kelak setelah meninggal dan diberi gelar Santo, ia diakui Gereja sebagai pelindung para katekis.
Ada satu penjelasan lugas dari Sirilius tentang Ekaristi Kudus. Ia menulis demikian, Kristus sendiri telah memberkati roti persembahan sambil berkata: “Inilah Tubuh-Ku” Siapakah yang berani sangsi terhadap kebenaran ini? Dan setelah mengucap berkat atas roti, Ia mengambil anggur, memberkatinya sambil berkata: “Inilah Darah-Ku” Siapa lagi yang masih ragu terhadap kebenaran ini dengan berkata, ini bukanlah Darah-Nya?
Ada beberapa gagasan lain dari Sirilius yang tertuang dalam buku-bukunya. Gagasan yang menjelaskan tentang iman yang benar. Tak heran, kemudian hari, Gereja mengakuinya sebagai Doktor Gereja.
Pada masa kehidupan Sirilius, seperti dikatakan di atas, Gereja sudah tidak lagi mengalami penganiayaan. Namun bukan berarti Gereja sedang aman-aman saja. Gereja justru sedang menghadapi tekanan besar dari ajaran-ajaran bidaah, terutama ajaran Arianisme. Ajaran ini tidak mengakui Allah Trinitas.
Mereka percaya Yesus hanyalah Putra Allah, diperanak oleh Allah Bapa, sehingga lebih rendah dari Allah. Arianisme makin menyebar setelah didukung oleh kalangan istana Romawi. Banyak tokoh-tokoh Gereja yang kukuh mempertahankan iman yang benar, mendapat hukuman entah dipenjara atau dibuang dan dikucilkan.
Hal yang sama dialami oleh Sirilius ketika ia menjadi Uskup Yerusalem. Ia ditahbiskan sebagai uskup pada tahun 350. Konon saat penahbisannya, ada suatu penampakan di langit. Sebuah salib besar dengan cahaya berkilau menaungi puncak bukit Golgota hingga taman zaitun. Banyak orang percaya, penampakan ini menandakan akan adanya penderitaan besar selama ia menjabat sebagai uskup.
Sirilius menjabat selama 35 tahun. Selama itulah ia terus berjuang dengan berani melawan ajaran-ajaran sesat khususnya Arianisme. Akibat perjuangannya ini, sekitar 16 tahun ia mengalami beberapa kali pengasingan dan tiga kali diusir dari kotanya.
Segala siksa ini tak mengoyahkan iman serta perjuangannya. Ia rela berkorban banyak hal demi tegaknya kebenaran iman. Ia meninggal pada usia sekitar 70 tahun dan Gereja memperingati St Sirilius dari Yerusalem ini setiap tanggal 18 Maret.
Pengorbanannya yang besar demi tegaknya kebenaran ajaran akan Yesus dan Gereja-Nya, mengingatkan kita agar juga bersedia berkorban. Dalam masa Pra-Paskah ini, baik bila kita tidak hanya melakukan pertobatan pribadi, tapi juga bersedia berkorban waktu, pikiran, tenaga, dan sebagian milik kita bagi mereka yang membutuhkan. Mari mendukung program KAJ dengan melakukan Aksi Puasa Pembangunan di bidang Pendidikan, Kesehatan, Perlindungan Sosial, dan Usaha Informal/Mikro.
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat 25:40)
Santo Sirilius dari Yerusalem doakanlah kami.
Fidensius Gunawan, Kontributor, Alumni KPKS Tangerang