web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Agung Makassar, Mgr. Johannes Liku-Ada’: Taklukkan Godaan, Pulihkan Kehidupan

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 6 Maret 2022 Minggu Prapaskah I, Ul. 26:4-10a; Mzm.91:1-2, 10-11, 12-13, 14-15; Rm.10:8-13; Luk.4:1-13

YESUS lahir sebagai anak manusia dari rahim Maria. Ujian terhadap sisi kemanusiaan dihadapi Yesus di padang gurun. Itu terjadi sebelum Ia berkarya di tengah publik. Setelah empat puluh hari lamanya berpuasa sebagaimana dicatat Penginjil Lukas, Yesus pun merasa lapar. Iblis lalu datang mencobai-Nya.

Urusan perut jadi ujian pertama. Yesus digoda untuk mengubah batu menjadi roti. Namun Iblis ditaklukkan Yesus dengan mengutip sabda Allah, “Manusia hidup bukan dari roti saja.” (Luk. 4:3)

Sebagaimana biasanya, Iblis tidak mau menyerah. Kemudian Yesus dibawa ke suatu tempat tinggi dan dari tempat itu diperlihatkanlah seluruh kerajaan dunia. Syarat dipasang Iblis jika Yesus mau memiliki seisi dunia itu. “Kalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu!” (Luk 4:7)

Demikian tawaran Iblis yang menggiurkan. Tapi Yesus menanggapinya dengan isi perintah pertama dari dasar Firman, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau harus berbakti!” (Luk. 4:8). Godaan berkuasa dan menikmati takhta dunia ditolak oleh Yesus. Iblis pun ditaklukkan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sekali lagi Iblis mencari akal. Lalu Iblis membawa Yesus ke atas bubungan Bait Allah di Yerusalem. Iblis pun mengutip ayat suci untuk meyakinkan Yesus, “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: mengenai Engkau, Allah akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindugi Engkau, dan mereka menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk pada batu.” (Luk. 4:9-11)

Kata-kata itu seperti mantra dan memberikan jaminan keamanan, bahkan keselamatan. Itulah godaan harga diri, prestise dan kehormatan duniawi. Akhirnya Yesus menyingkirkan godaan Iblis dengan bersabda, “Ada firman: jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Luk 4:12).

Seperti Yesus dalam sisi kemanusiaan-Nya, kita pun sebagai manusia yang lemah dan rapuh tidak luput dari godaan. Ada kalanya godaan muncul karena urusan perut, apalagi di masa pandemi ini. Ketika sulit mendapatkan pekerjaan, harga pangan naik dan pengeluaran bertambah besar, tidak sedikit yang tergoda menggadaikan integritas dengan perilaku culas, menipu, merampok dan merugikan sesama. Hutan pun digunduli dan kayu-kayu yang mensuplai oksigen ditumbangkan demi uang. Dari perbuatan kecil dan sederhana sampai pencurian kelas kakap yang bernama korupsi uang negara terus terjadi, baik di tingkat desa, kabupaten/kota sampai ke level pemerintah pusat.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Selain itu, ada godaan untuk berkuasa dan menyalahgunakan kekuasaan yang sangat menawan hati. Tidak sedikit yang cari popularitas dan menjadi politisi karbitan lalu berujung di jeruji besi.

Panggung politik tampak riuh rendah oleh mereka yang haus kuasa tanpa visi mulia untuk mengelola kesejahteraan bersama berdasarkan hati nurani, kebenaran, keadilan dan penghargaan terhadap martabat hidup manusia.

Godaan untuk cari gengsi dan prestise pun terkadang menyelinap ke komunitas umat Allah. Dewan pastoral paroki, misalnya, terkadang jadi ajang adu popularitas dan pamer gengsi, lupa semangat melayani. Itulah rupa-rupa godaaan bagi kaum beriman.

Pada awal Masa Prapaskah ini, Bunda Gereja mengajak putra-putri-Nya untuk berbenah diri dan bertobat, metanoia. Semua orang beriman Kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat yang ditetap hukum Ilahi (Paus Paulus VI, Konstitusi Paenitemini, 1966, Bab III, Poin C; KHK 1983, Kanon 1249).

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Dengan berpantang dan berpuasa, kita dibekali kekuatan rohani dan kemampuan menyangkal diri sehingga semakin dekat dan intens dengan Tuhan dalam doa dan olah rohani. Tapa dan mati raga serta amal kasih turut memperkuat sendi iman dan mengokohkan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama serta alam semesta, khususnya di masa pandemi ini. Inilah wujud solidaritas dan penyangkalan diri yang otentik.

Pertobatan hati dan pembaruan hidup mesti diwujudkan melalui kesediaan dan kerelaan mewujudkan tema APP tahun 2022 ini: “Memulihkan Kehidupan” dengan memelihara bumi dan lingkungan sekitar kita sehingga kita semua dapat hidup sejahtera. Taklukkan godaan, pulihkan kehidupan!

Dengan berpantang dan berpuasa, kita dibekali kekuatan rohani dan kemampuan menyangkal diri.”

HIDUP, Edisi No.10, Minggu, 06 Maret 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles