web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Abah, Sayembara dan Instagram

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – “AH, enggak mau. Lagian Abah enggak punya stragram…”

“Bukan stragram, tapi Instagram bah. I-N-S-T-A-G-R-A-M,” sahutku perlahan sambil mengeja kata Instagram secara tepat. Maklum, Abah lahir pada suatu masa di mana kemajuan teknologi belum semutakhir sekarang. Boro-boro instagram, mungkin televisi saja masih hitam-putih. Tetapi, itu tidak mengurungkan niatku untuk mengenalkan platform ini kepadanya.

“Ini lho Bah, ada sayembara UMKM dari dinas kabupaten. Lumayan hadiahnya bisa tambah modal usaha Abah. Syaratnya cuma punya akun insta….”

“Maaf, Dik. Abah bukannya menolak rezeki. Tapi, Abah ini gaptek. Rasa-rasanya sudah tidak mampu lagi belajar seluk-beluk internet,” sahutnya sambil menyela pembicaraankku. Melihat kenyataan seperti ini, aku berusaha memutar otak agar Abah menerima tawaranku. Toh aku berniat membantunya dan tidak meminta keuntungan bila kelak ia memenangkan sayembara itu.

“Oke, Bah. Aku balik dulu ke kos-kosan karena ada kuliah online. Tapi, kalau Abah berubah pikiran, jangan sungkan-sungkan panggil aku. Siapa tahu Abah berminat dengan tawaran ini.”

Abah tampak tidak antusias dengan tawaranku. Ia melengos begitu saja sembari mencari perkakas kesayangannnya. Ya, hari ini Abah tampak sibuk karena sedang ada pesanan untuk membuat bangku. Sekalipun menginjak kepala enam, namun tangan Abah masih cekatan untuk menghujamkan palu agar paku-paku menancap di persilangan antar kayu. Kali ini dia membuat bangku berkaki tiga yang lazim diletakkan di depan etalase toko-toko kebanyakan. Adapun pengamplasan dikerjakan oleh anak buahnya yang tinggal seorang. Maklum, pandemi ini membuat usahanya cenderung sepi pesanan. Abah harus pontang-panting mengatur roda perputaran keuangan usahanya. Hingga akhirnya, ia terpaksa memberhentikan keempat anak buahnya yang lain karena tidak sanggup mengupahi mereka. Usaha ini dilakukan semata-mata demi menjaga bengkel kayunya agar tetap berjalan.

***

“Dik, coba Abah dirayu-rayu. Siapa tahu hatinya luluh mau mengikuti sayembara itu,” kata Kang Indra di sela-sela ia mengamplas bangku yang hampir jadi.

“Ya, Kang…. Maunya sih gitu. Tapi Kang Indra tahu sendiri kalau Abah susah diberitahu. Padahal kan demi kebaikan bengkel kayunya,” jawabku bersemangat karena merasa usahaku didukung. Kang Indra menerawang jauh, serasa membayangkan sesuatu yang terjadi jauh di masa lampau. Sesekali dia tampak tersenyum dengan mata berbinar, namun seketika itu raut mukanya tampak kuyu.

“Saya berharap semoga Abah mau ikut sayembara itu. Kalau tidak, kemungkinan besar bengkel ini akan tinggal nama”.

Seketika itu bendungan air mata Kang Indra tampak jebol. Aku memahami bagaimana kesedihan yang terbayang bila bengkel ini tinggal nama. Segala jerih payahnya selama puluhan tahun bersama Abah dalam membangun usaha ini tampak sirna sudah. Aku mengetahui bahwa Kang Indra merupakan orang yang turut berjasa dalam merintis bengkel ini hingga sebesar sekarang. Konon, Kang Indralah yang dipercayai Abah untuk merancang desain terkini yang sesuai dengan selara pasar. Maka, tidak heran bila produk furnitur dari bengkel ini seringkali dilirik oleh para pengembang properti di daerah ini. Di samping harga terjangkau dan desain trendy, kayu yang digunakan selalu berkualitas tinggi.

Ternyata, tanpa disadari Abah menguping pembicaraan kami di balik bilik kamarnya sejak tadi. Alhasil, kami merasa malu karena sudah membicarakan sikapnya yang keras kepala.  Bahkan, tidak main-main kami membicarakan Abah terang-terangan di depan matanya. Sontak, Kang Indra langsung kembali mengamplas bangku agar tampak ia cekatan dalam bekerja.

“Ah, kamu datang ke sini lagi. Mau ngapain?” tanyanya seolah-olah tidak tahu maksud tujuanku ke sini.

“Gimana, Bah? Berminat dengan tawaranku kemarin?” jawabku dengan mengumpulkan segenap keberanian.

“Huh…. Ya sudahlah. Tapi kamu buatkan Abah stragramnya ya….” Jawaban Abah itu membangkitkan semangatku. Walaupun lagi-lagi ia salah mengucapkan instagram secara tepat, namun itu tidak menjadi soal. Menjadi jelas bahwa Abah menerima tawaranku kendati agak terkesan menjaga gengsi. Sembari aku membuatkan akun baru untuk Abah, Kang Indra sesekali melontarkan pertanyaan-pertanyaan kecil kepadaku. Sepertinya ia juga ikut kepo terhadap pesatnya sarana komunikasi yang sebelumnya ia merasa canggung untuk menyentuhnya.

“Dik, buat akun ini bayarnya ke mana?”

“Gak bayar kok Kang…. Gratis…”

“Wah, aku boleh dong dibuatin?”

“Oke deh, setelah aku buatin akun buat Abah ya?”

Senyum Kang Indra tampak mengembang usai mendengar kesediaanku. Mungkin dia ingin juga eksis seperti orang kebanyakan walau usia telah tidak muda lagi. Toh, apa salahnya seseorang ingin tampil eksis selagi tidak menabrak norma dan etika yang ada? Bukankah hak untuk eksis tidaklah dimonopoli hanya bagi mereka yang merasa rupawan, menawan, dan hartawan?

Tidak lama kemudian, akun itu siap digunakan setelah kuverifikasi melalui e-mail. Adapun nama yang kupilih adalah @Abahfurniture_store. Memang, Abah kurang sreg dengan pemilihan nama ini. Ia tidak suka pada hal-hal yang berbau keminggris. Namun, bagaimana lagi, style zaman sekarang cenderung kebarat-baratan agar kelihatan keren dan gaul. Konon, orang yang menyelipkan kata Inggris di dalam percakapannya akan dinilai sebagai pribadi yang pintar dan canggih. Aku sendiri tidak terlalu meyakini anggapan itu. Tetapi, untuk saat ini aku hanya berharap agar usaha Abah memenangkan sayembara ini.

“Sekarang Abah pilih 3 produk unggulan bengkel ini yang akan diikutkan dalam sayembara.”

Abah dengan gesit menunjukkan produk yang menjadi kebanggaan bengkelnya. Mulai dari meja makan kayu yang bisa dilipat, rak buku minimalis nan elegan, hingga almari pakaian tiga pintu dengan kaca rias di bagian tengahnya, semuanya telah kuabadikan gambarnya melalui bidikan lensaku. Dengan sedikit kemampuanku menggunakan aplikasi editing foto, gambar-gambar tadi semakin menarik.

“Udah bagus nih gambarnya. Aku langsung upload ya bah…”

“Okelah kalau begitu. Kalau rezeki pasti tidak ke mana,” jawabnya dengan wibawa yang khas.

***

Beberapa pekan kemudian

Hari ini adalah hari yang ditunggu. Abah, Kang Indra, dan aku mengharapkan hasil yang menggembirakan. Sebab, memenangkan sayembara ini adalah jalan satu-satunya untuk melestarikan bengkel kayu ini. Kang Indra sedari tadi sudah gelisah menunggu pengumuman pemenang. Aku pun segera mengeluarkan ponsel dan masuk ke akun Instagramku. Harap dan cemas menggelayut di hati kami. Namun, aku tetap memegang perkataan Abah; kalau rezeki pasti tidak akan ke mana.

“Gimana hasilnya?” tanya Abah dengan harap.

“Semoga juara,” tambah Kang Indra.

Mendengar perkataan mereka, lidahku sontak tercekat. Setelah kuscroll beberapa kali, rupanya tulisan @Abahfurniture_store tidak muncul dalam deretan nama juara. Alhasil, dengan berat hati aku mengatakan kepada Abah dan Kang Indra kalau kali ini belum mendapatkan juara. Kutatap wajah Abah, ia berusaha untuk tetap tegar. Namun, tidak bagi Kang Indra. Ia tampak tertunduk lesu, bahkan menahan bendungan air matanya agar tidak jebol. Melihat itu, aku segera merangkul Kang Indra agar tidak larut dalam kesedihan, kendati aku kecewa atas usaha selama ini. Belum beberapa lama dari peristiwa menyedihkan itu, ponselku mengeluarkan dering notifikasi. Ketika kubuka ponselku, aku mendapati ada Direct Message dari akun tidak dikenal.

“Selamat siang @Abahfurniture_store. Saya Ridwan, pemilik @kamupastisuka_cafe di Jalan Kamboja. Saya berminat untuk membeli meja makan lipat sesuai yang diposting di akun anda. Kira-kira apakah bisa kalau saya memesan 50 unit dulu? Kalau cocok, nanti saya akan pesan lagi. Soal pembayaran itu gampang, nanti bisa kontak lagi. Terimakasih.”

Melihat message itu, langsung kusodorkan ponselku kepada Abah. Seketika itu Abah langsung bersujud syukur atas kebaikan Allah itu. Kang Indra yang mendengar kenyataan itu langsung berlompatan kegirangan, macam lupa kalau usia sudah uzur. Aku pun langsung mengamini perkataan Abah, “kalau rezeki pasti tidak ke mana”. Memang, pertolongan Tuhan selalu indah dan kerap tidak terduga. Terimakasih Tuhan!

Fr. Gabriel Mario L, OSC

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles