HIDUPKATOLIK.COM – SORE itu tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak, “Paket..” “Wah ada paket ni”, batinku senang. Segera aku keluar dan menemukan satu paket. Di dalamnya ada sebuah kartu ucapan selamat Natal dari sebuah media nasional dan sebuah patung kecil tinggi 20 cm.
Patung yang merepresentasikan Bunda Maria. Ia muda nan cantik, berpakaian terusan berwarna putih, berkerudung putih, dan berjubah biru muda. Tangan kiri ditangkupkan ke dada, sedangkan tangan kanan memegang perut bagian atas. Sesaat kemudian aku baru sadar bahwa ini adalah patung Bunda Maria yang sedang mengandung.
Aku sungguh takjub, inilah pertama kali aku melihat dan memiliki patung seperti ini. Patung Maria yang saya lihat dan miliki adalah Maria bersama Jusuf sambil mengendong bayi Yesus. Atau patung-patung Maria berdasarkan penampakan kepada orang-orang kudus.
Sambil memandang patung indah ini, tak sadar jempol tanganku mengelus-elus bagian perut yang membesar ini. Sementara pikiran melayang membayangkan bagaimana Maria, seorang gadis belia saat menerima tawaran malaikat untuk mengandung dari Roh Kudus. Ia tahu begitu besar risiko mengandung sebelum menikah. Ia juga tidak sempat bertanya pada siapa pun. Orang tua ataupun Jusuf, calon suaminya. Namun ia ambil semua risiko itu karena sadar kehendak Tuhan pasti baik. Lalu menjawab YA pada tawaran itu.
Maria tidak hanya berani mengambil risiko, ia juga tidak cengeng dan hanya peduli pada diri sendiri. Tahu bahwa saudaranya sedang hamil tiga bulan, ia pergi mengunjungi. Padahal perjalanan butuh waktu lama, berhari-hari menempuh daerah pegunungan, menunggang keledai kadang berjalan kaki. Selama enam bulan masa awal kehamilan, Maria berkunjung dan mendampingi Elizabeth. Ia pun membantu proses kelahiran Yohanes, maklumlah Maria memang adalah seorang bidan cekatan.
Kehamilan tentu saja anugerah luar biasa yang Tuhan berikan kepada seorang perempuan. Tidak semua wanita memperoleh anugerah ini. Ada banyak perempuan, dengan berbagai sebab, tidak dapat mengandung. Dapat dipahami bagaimana mereka sedih bahkan stres. Lebih-lebih bila keluarga atau bahkan suami, terus menerus bertanya, “Kapan hamil?”
Namun bersyukur, banyak pasangan yang tidak dikarunia anak, tetap rukun dan bahagia. Pada momen tertentu, mereka memutuskan untuk tidak lagi berharap. Mereka menatap masa depan dengan tekad berbahagia bersama. Mengisi waktu dengan aktifitas bersama. Ada yang mengadopsi anak-anak dan merawat bersama. Ada yang aktif pelayanan gereja. Ada yang menjalani bisnis bersama. Karena kunci kebahagiaan bagi pasangan tanpa anak kandung adalah perbanyak waktu kebersamaan.
Lalu apakah anugerah luar biasa ini selalu ditanggapi dengan suka cita oleh mereka yang menerimanya? Fakta menyatakan tidak. Buktinya di banyak kota, dapat ditemukan praktik aborsi illegal. Praktik ini ada, karena banyak kehamilan yang tidak diharapkan dan butuh digugurkan. Terbanyak tentu akibat pergaulan bebas. Mampu berbuat tapi tak mampu bertanggung jawab. Mungkin ada yang hendak bertanggung jawab tapi tak mendapat restu keluarga. Ada pula yang akibat pemerkosaan. Atau perselingkuhan. Atau sekedar rasa malu, masa hamil lagi hamil lagi.
Apa pun alasannya, tindakan ini tetap bermakna pembunuhan. Janin walau masih berupa gumpalan dan jauh dari wujud manusia, ia telah memiliki nyawa. Ada nafas Tuhan dalam janin ini. Tidak selayaknya manusia memutuskan menghilangkan sang janin. Hanya Allah yang berhak memutuskan akhir hidup manusia termasuk janin.
Perempuan yang mengandung tanpa direncanakan, entah sebab apa pun, dapat bercermin kepada Bunda Maria. Memang ada banyak risiko untuk meneruskan kehamilan. Terimalah semua itu, sebagaimana Maria menerima semua risiko. Pihak keluarga juga perlu mendukung, sebagaimana Jusuf dan orang tua Maria mendukung Maria.
Berserahlah pada kasih dan penyelenggaraan Allah, sebagaimana Maria juga percaya bahwa bila Allah berkehendak, maka Allah juga yang akan memelihara. Janganlah berlarut-larut menyesali keadaan, keluarlah dan berbuatlah kebaikan bagi orang lain, sesuai minat dan bakat. Persis seperti Maria pergi berkunjung dan membantu Elizabeth.
Aku sendiri dikarunia tiga orang anak. Setelah menikah, kandungan istri sempat kosong selama delapan bulan. Suatu hari istri memberi kabar bahwa ia hamil. Pengalaman pertama kali mendapat kabar kehamilan, wajar aku sangat bersuka cita dan takjub.
Akhirnya kami akan dipercaya memiliki seorang anak. Dua tahun kemudian, istri kembali mengabarkan kehamilan. Tentu saja ini juga kabar gembira. Karena ini adalah pengalaman kedua, tentu maklum bila tidak seheboh pengalaman pertama.
Enam tahun setelah itu, pada pertengahan 1998, tiba-tiba istri memberi kabar ia hamil. Kabar sukacita ini awalnya kami respons dengan rasa kuatir. Saat itu kondisi keuangan kami sedang tidak terlalu baik. Kantor tempat kerja juga sedang was-was, maklum saat itu kondisi perpolitikan dan perekonomian Indonesia sedang bergolak. Terbayang beberapa risiko yang mungkin akan kami hadapi.
Walakin kami diingatkan teladan bunda Maria ketika menjawab tawaran malaikat. “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk.1:38). Lagi pula mengapa harus kuatir, bukankah tertulis janji Yesus dalam Injil Lukas 12:22b “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.”
Kini, putra kami, si bungsu sudah berusia 23 tahun. Kami tidak pernah sekali pun menyesali keputusan kami untuk mempercayakan segala hal pada kasih-Nya. Allah telah memelihara kami, memampukan kami melalui masa-masa sulit.
Kenyataannya sejak lahir hingga kini, anak ini bersama kakak-kakaknya telah memberi warna-warni indah dalam kehidupan bersama kami.
Terima kasih Allahku. Bunda Maria, doakan kami selalu.
Fidensius Gunawan, Kontributor, Alumni KPKS Tangerang