HIDUPKATOLIK.COM – MENGGEMBALAKAN kerbau, bagi anak-anak ‘zaman doeloe’ adalah salah satu pekerjaan anak-anak di desa sepulang sekolah. Kadang, ‘buku’ dan ‘seragam’ belum dilepas, sang anak sudah langsung menemui ternak-ternak di hamparan yang luas. Demikian halnya dengan Liku Ada’ kecil. Sepulang sekolah di Sangalla’, Sulawesi Selatan, ia pun diberi tanggung jawab menggembalakan puluhan kerbau-kerbau milik sang ayah.
Dalam biografinya berjudul Illum Oportet Crescere, oleh penulis digambarkan demikian. “Setelah kerbau-kerbaunya makan kenyang, ia akan memandikannya di sungai, supaya kerbau-kerbau itu kembali ke kendangnya dalam keadaan bersih. Ia tak segan-sagan bercengkerama dengan kerbau-kerbau itu sehinga tak jarang badannya berbau kerbau. Pengalaman menggembalakan kerbau in menginspirasi saya menjadi pemimpin umat, seperti ungkapan refleksi iman: gembala berbau domba, kenang Liku Ada’ meminjam ungkapan Paus Fransiskus.”
Masih dalam buku itu dikatakan, “Bila kerbau-kerbaunya dikembalikan ke dalam ke kandangnya, Liku Ada’ menuju ke kandang lain untuk membantu ibunya memberi makan babi dan ayam. Dengan semangat, ia mengisi palung-palung di kandang babi dengan makanan yang sudah disiapkan ibunya. Kalau musim tanam tiba, Liku Ada’ ikut turun ke sawah untuk membantu ayah dan ibunya menanam padi.”
Ya, Liku Ada’ tak lain Mgr. Johannes Liku Ada’ adalah sang pria penggembala kerbau-kerbau itu. Pada tanggal 2 Februari 2022 ini, Uskup Agung Makassar ini akan merayakan hari ulang tahun ke-30 tahbisannya sebagai uskup. Awalnya ia dingkat Vatikan menjadi uskup auxilier, sebelum akhirnya dilantik menjadi Uskup Keuskupan Agung Makassar menggantikan Mgr. Frans Van Roessel, CICM pada 19 Maret 1995.
Akrab disapa Mgr. John, perjalanan panggilan kelahiran 22 Desember 1948 ini diwarnai kejutan demi kejutan. Terkadang ia tak diberi kesempatan untuk merenung sejenak atas penugasan-penugasan baru yang diberikan padanya. Namun, pada setiap titik-titik krusial itu, ia mengatakan ya dan menjalankannya dengan penuh tangung jawab. Ia selalu teringat akan nasihat ayahnya, “Jika kau sudah memutuskan pilihan didupmu, maka kau juga harus sungguh-sungguh menjalani pilihan itu.”
Tiga puluh tahun, bukanlah waktu yang sinkat lagi. Tahun ini ia menjalani usia ke-74. Kondisi fisiknya tentu sudah jauh berbeda dengan saat ia ditahbiskan menjadi uskup. Dalam rentang yang cukup panjang, perkembangan umat Gereja Lokal Keuskupan Agung Makasar baik secara kuantitatif dan kualitatif pun sangat mengagumkan. Selain di Makasar, ia juga harus membagi waktunya untuk menjabat beberapa komisi di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Ke depan, Keuskupan Agung Makassar, seperti keuskupan lain di Indonesia, akan menghadapi tantangan dan perubahan yang tidak makin mudah dan ringan. Selain dampak pandemi selama dua tahun terakhir ini, Gereja (dan bangsa) juga menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Yang disebut terakhir ini malah menghentak Makassar Maret 2021 lalu. Mgr. John harus turun tangan langsung menenangkan umatnya dari ketakutan dan ancaman ini.
HIDUP, Edisi No. 06, Tahun ke-76, Minggu, 6 Februari 2022