HIDUPKATOLIK.COM – Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Retan menjadi kesadaran bersama bahwa Gereja sebagai umat Allah merupakan komunitas yang penuh kasih dan sangat meluhurkan martabat tiap pribadi sebagai gambar dan rupa Allah.
ADA banyak pertanyaan dalam hidup kita. Demikian pula, ada banyak hal yang memerlukan jawaban. Salah satunya adalah pertanyaan “Apakah manusia” seperti yang diserukan oleh pemazmur dalam Mazmur 8. Pertanyaan ini menjadi sebuah ungkapan kekaguman pemazmur di hadapan Allah sekaligus sebuah penegasan tentang pribadi manusia di hadapan Allah dan sesama. Pertanyaan “apakah manusia” ini menjadi titik pijak untuk memahami tentang siapa kita dan bagaimana kita mesti hidup.
Gambar dan Rupa Allah
Mari kita, sebagai orang beriman, mendengarkan Sabda Allah yang tertulis dalam Kitab Suci. Kita akan menemukan jawaban, kita adalah gambar dan rupa Allah (Kej. 1:27). Allah menciptakan kita segambar dan serupa denganNya. Artinya, dalam diri kita, wajah Allah dihadirkan. Dalam diri semua orang, wajah Allah tampak.
Dengan demikian, penegasan identitas ini menuntun kita pada kesadaran untuk menghargai dan menghormati tiap pribadi manusia tanpa terkecuali.
Kesadaran kita sebagai gambar dan rupa Allah mengantar kita pada penghormatan martabat manusia dalam hidup kita sehari-hari. Martabat itu melekat dalam diri setiap pribadi karena kita adalah manusia, bukan karena jabatan, gelar, kekayaan, dan sebagainya. Kita semua sama berharga di mata Tuhan. Karena itulah, ada tuntutan etis untuk menghargai dan menghormati satu dengan yang lain secara utuh.
Menghormati dan menghargai martabat manusia itu, semakin dipertegas dalam Kej. 2:18. Allah bersabda, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia”. Tiga kata yang dominan muncul adalah kata “baik”, “penolong”, dan “sepadan”. Allah melihat, yang baik adalah bahwa manusia hidup bersama dengan yang lain. Manusia hidup saling tolong menolong. Seketika kita menjadi penolong dan seketika kita ditolong oleh sesama kita. Kata “sepadan” menggarisbawahi, kita ini setara di hadapanNya dan di hadapan sesama kita. Inilah rancangan kehidupan yang indah dari Tuhan untuk kita semua.
Panggilan Kita
Melihat rancangan indah Allah bagi kita, kita bisa bertanya, apa yang mesti kita lakukan sekarang sebagai bentuk kita ambil bagian dari rancangan indah Allah ini. Kita adalah rekan kerja Allah karena kita segambar dan serupa denganNya. Lalu, apa yang mesti kita perbuat? Mari kita melihat nasihat Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia. Yesus sungguh mengalami perjumpaan konkret dengan manusia dan berpesan, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu […] Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39).
Sabda dan misi untuk mengasihi Allah dan sesama manusia bermakna sangat dalam bagi kita semua. Adalah hal yang tak bisa dipisahkan satu dengan yang lain karena Allah, sesama, dan diri sendiri adalah bagian utuh dalam misteri hidup manusia. Pesan yang sangat luas maknanya dan mesti kita perjelas sebagai bentuk konkret mengasihi. Contoh kecil, misalnya, sepasang suami isteri mengatakan, mereka saling mengasihi. Namun, sang suami selalu melakukan tindakan KDRT terhadap keluarganya. Apakah itu tindakan mengasihi? Kita tentu bisa mengevaluasinya.
Wajah Kita
Tanpa adanya tindakan konkret, kasih itu belum menjadi sempurna. Kasih masih berada di tataran gagasan saja. Kasih masih menjadi sebuah wacana di bangku obrolan. Karena itu, sebagai bentuk perwujudan tindakan mengasihi dan juga tanggapan atas adanya fenomena kekerasan yang terjadi di dalam dunia kita saat ini, Gereja Keuskupan Agung Jakarta merefleksikan dan merumuskan Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan. Tentunya, ini ada dalam konteks pelayanan gerejawi dan hidup bersama dalam Gereja.
Protokol ini menjadi sarana baik untuk mengasihi Allah dan meluhurkan martabat manusia secara konkret. Pelayanan dan hidup gerejawi semakin terarah pada apa yang Allah harapkan sedari awalnya. Allah menghendaki agar kita bisa saling tolong menolong, mendukung, menghormati, dan menghargai demi kehidupan bersama yang lebih baik. Kehendak Allah itu seiring dengan kerinduan kita untuk hidup dalam kerajaan-Nya yang mulia.
Protokol ini juga menjadi pedoman bagi kita semua untuk mengambil bagian terbaik kita dalam menjadi ‘penolong’ bagi sesama kita, khususnya mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan kita, di dalam hidup menggereja. Di satu sisi, kerentanan dari setiap manusia bukanlah peluang untuk menguasai mereka, namun menjadi rahmat yang mengantar kita untuk bisa memberikan diri secara istimewa sebagai bentuk mengasihi Allah dan meluhurkan martabat manusia. Di sisi lain, posisi, potensi, talenta, tanggung jawab, dan status sosial kita mestinya menjadi rahmat untuk mengupayakan pelayanan yang terbaik dengan gembira dan tulus hati sehingga makin banyak orang merasakan kebaikan Allah di tengah dunia.
Secara lebih spesifik, protokol ini akan memberikan acuan dalam mengupayakan pencegahan, penanganan, dan pemulihan kasus kekerasan terhadap anak dan dewasa rentan yang terjadi di wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
Protokol ini juga menjadi kesadaran bersama bahwa Gereja sebagai umat Allah merupakan komunitas yang penuh kasih dan sangat meluhurkan martabat tiap pribadi sebagai gambar dan rupa Allah.
Keutamaan
Dari apa yang telah kita refleksikan ini, kita dapat mengatakan, mengasihi Allah dan meluhurkan martabat manusia adalah keutamaan yang mesti dimiliki oleh orang Katolik. Mengapa demikian? Karena Allah menghendakiNya demikian sedari awal mulanya dengan mengatakan, kita adalah gambar dan rupaNya. Keutamaan ini digemakan dengan kuat oleh Keuskupan Agung Jakarta di tahun 2022 ini agar menjadi watak orang Katolik.
Protokol ini menjadi salah satu upaya agar keutamaan mengasihi Allah dan meluhurkan martabat manusia menjadi milik kita semua. Tentunya, masih ada banyak cara lain yang bisa kita refleksikan dan upayakan demi mengasihi Allah dan meluhurkan martabat manusia. Mari kita bertanya, seperti yang Kardinal Suharyo kerap sampaikan, apa yang mesti kita lakukan agar lingkungan hidup kita semakin manusiawi. Semoga kehadiran Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan ini menjadi salah satu jawaban konkret dalam pelayanan yang baik, optimal, semakin manusiawi, dan berbuah limpah di dalam hidup menggereja masa kini.
Romo Anton Baur, Pengajar STF Driyarkara, Jakarta
HIDUP, Edisi No. 05, Tahun ke-76, Minggu, 30 Januari 2022