HIDUPKATOLIK.COM – Lagu Indonesia Raya berkumandang sebagai pembuka Sinode Toleransi yang diadakan oleh Seksi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK) Keuskupan Bogor, Jumat, 4/2/2022 di Aula St. Michael Paroki St. Fransiskus Asisi, Sukasari, Bogor.
Tampak hadir Wali Kota Bogor, Bima Arya bersama jajarannya, Uskup Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM dan para tokoh-tokoh agama yang tergabung dalam FKUB Kota Bogor seperti Andri Harsono dari Konghucu, Mangku Made Sutem dari Hindu, Andri Harsono dari Buddha, Pedeta Tri dan Pendeta Andreas dari Protestan, sesrta komunitas Badan Sosial Lintas Agama (BASOLIA) dan Forum Muda Lintas Agama (Formula) Kota Bogor.
Dalam sambutanya Mgr. Paskalis mengungkapkan Sinode Toleransi ini mau merefleksikan secara singkat namun penting dalam hidup kita, untuk Indonesia maju, Indonesia kuat, kami menyadari bahwa kita perlu berjalan bersama. Dalam jalan bersama perlu ada semangat toleransi yang kita cita-citakan. “Saya sangat senang ada yang mengatakan bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan. Saya kira ungkapan yang benar-benar mau meneguhkan kita. Sehingga kita tidak melihat perbedaan sebagai suatu yang menghalang perjumpaan kita, tapi meneguhkan dan menguatkan kita. Perbedaan bukan hanya saja perbedaan agama , suku dan etnis tetapi juga perbedaaan karakter dan perbedaan fungsi-fungsi kita dalam memadukan Indonesia maju dan kuat. Ada pihak pemerintah, ada tokoh-tokoh agama dan masyarakat semua ini meyakinkan kita bahwa kalau mau Indonesia maju, Indonesia kuat semua unsur itu berjalan bersama,” paparnya.
Sementara Bima Arya mengungkapkan Bogor sudah sejak dulu aman, nyaman untuk ditinggali bersama. “Belumpernah ada konflik yang serius karena kita seperti sudah bersaudara dari zaman kakek saya sampai ke saya itu saling mengenal satu dengan yang lain. Adanya persaudaraan dari masa ke masa, lintas generasi, inilah yang ada di Kota Bogor. Inilah hadiah yang harus terus diwariskan dari generasi ke generasi, jangan hanya berhenti di sini. Karena kita sering lupa, bahwa membangun kota tidak hanya membangun fisik, menata kota tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi membangun culture, membangun kebiasaan yang menghormati perbedaan,” tuturnya.
Apa yang dilakukan hari ini sangat menentukan apa yang akan dialami anak-anak kita ke depan, dan itu tidak cukup hanya sekedar seremoni-seremoni saja. Seremoni silahturahmi itu penting tapi kita perlu melakukan ikhtiar yang lebih massif lagi yang melibatkan semua. Modal utama kita untuk maju dan kuat adalah menjaga persaudaraan. Konflik itu akan lebih cepat selesai bila ada persaudaraan, karena ada trust (kepercayaan), trust itu terbangun karena ada frekwensi interaksi dan komunikasi.
Romo Dion Manopo selaku Ketua Seksi HAAK Keuskupan Bogor mengatakan dasar kegiatan ini sebenarnya mau mencoba mengejawantahkan sesuatu yang universal yaitu peringatan hari persahabatan manusia international. “Dalam peringatan ini kami mencoba untuk memperingatinya dalam konteks yang lokal dengan cara membangun silahturami, membuat acara silahturahmi dalam bentuk sinode toleransi. Ini menjadi suatu cara untuk menghidupi semangat membangun persaudaraan yang sudah diturunkan oleh tokoh-tokoh kita yang level dunia, menjadi sesuatu yang lokal,” katanya.
Di akhir, Mgr. Paskalis menegaskan sebenarnya ini kan bentuk dari keterbukaan gereja dalam hal ini Keuskupan Bogor, membuat Sinode tidak hanya di dalam anggota Gereja saja, tetapi kita juga mendengarkan apa yang dikatakan rekan-rekan seperjalanan yaitu umat beragama lain, yang melihat peran Gereja di dalam kehidupan bermasyarakat.
“Dalam konteks inilah maka kami juga membuat Sinode ini baik dari unsur pemerintah, maupun juga dari agama-agama lain. Harapannya dengan Sinode ini Gereja dilihat sebagai teman seperjalanan umat beragama lain. Saya kira itulah pesan kemanusiaan yang kita perjuangkan. Iman kita memang mesti membawa pengaruh yang baik juga untuk umat beragama lain dengan cara-cara seperti ini, cara-cara yang kongkret sederhana. Sambil kita memikirkan seterusnya bagaimana kita membangun kebersamaan, kami juga punya rencana yang disebut safari toleransi tahun ini. Karena tahun ini kami memusatkan perhatian kepada tahun Ekaristi dan tahun toleransi,” ungkap Mgr. Paskalis.
Selain sharing dari peserta yang hadir, dalam Sinode juga diadakan bakti sosial bagi warga lingkungan sekitar yang tidak mampu.
A.Sudarmanto (Kontributor Bogor)