web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Pastor Antonius Suhud Budi Pranoto, SX: Maraknya “Homo Digitalis”, Misi Harus Masuk

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Zaman berubah, tantangan misionaris pun berubah. Di era digital ini, bagaimana Serikat Xaverian mengartikulasikan semangat misionernya?

“KEMBANGKAN daya kreatif dan inovatif dalam karya kerasulan sehingga akan menghasilkan karya pewartaan yang bermanfaat bagi umat Allah.” Jawaban ini disampaikan Provinsial Serikat Xaverian, Pastor Antonius Suhud Budi Pranoto, SX saat diwawancara beberapa waktu lalu. Dalam rangka 70 Tahun SX hadir di Indonesia, berikut ini petikan wawancara khusus dengan Pastor Suhud, sapaannya, yang terpilih menjadi Provinsial SX tahun Oktober 2020 lalu.

         

Bagaimana cara para Xaverian Indonesia mengaktualisasikan karisma dan spiritualitasnya di tengah keberagaman di Indonesia?

Para Xaverian berusaha membangun dialog dengan agama dan budaya lain, serta kaum miskin. Para pendahulu telah berusaha memulai karya pewartaan pertama kepada orang-orang non-Kristiani dan kepada budaya lain, dan usaha itu pun membuahkan hasil yang baik. Para Xaverian zaman ini juga berusaha untuk melanjutkan karya pewartaan tersebut dan tentu saja dengan mempertimbangkan perkembangan zaman.

Sejak awal pendidikan atau formasi, para Xaverian sudah dididik untuk senantiasa menghidupi semangat keberagaman ini. Para pastor, bruder, dan frater berasal dari berbagai macam daerah, suku, bahasa, dan budaya yang berbeda. Perbedaan itulah yang mencerminkan dan mencirikan bagaimana nanti para Xaverian berkarya di tanah misi. Para Xaverian Indonesia bisa hidup bersama dan rukun meskipun berasal dari latar belakang budaya atau daerah yang berbeda. Di dalam perbedaan itu, semuanya disatukan dengan satu bahasa dan setiap kebudayaan yang dimiliki dari daerah masing-masing merupakan kekayaan untuk saling melengkapi. Dalam keberagaman itu, para Xaverian disatukan, semuanya sama dalam semangat Kristus.

Dalam arti tertentu pula, secara alamiah Indonesia sudah menjadi tempat atau negara yang telah mempersiapkan calon misionaris yang akan mampu hidup dalam komunitas yang berciri interkultural. Para Xaverian Indonesia tidak perlu lagi mengaktualisasikan budaya hidup bersama itu karena dengan sendirinya sudah aktual, maksudnya ada jiwa atau daya alamiah yang terbentuk sejak masa formasi, sehingga dengan mudah bentuk aktualisasi itu ada secara natural. Para Xaverian memiliki pemahaman dan pendalaman tentang perbedaan itu di dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang menyatukan bangsa Indonesia. Dalam masa formasi pun para Xaverian dipersiapkan dengan matang melalui semangat injili dan dari spiritualitas yang diwariskan oleh Bapa Pendiri, Santo Guido Maria Conforti.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Apa saja nilai-nilai yang perlu diteladani dari para misionaris Xaverian yang sudah meninggal dunia?

Pertama, nilai spiritual. Mereka meninggalkan teladan spritual yang baik dalam menghidupi doa. Mereka selalu memberikan teladan dan menekankan bahwa doa sebagai sumber kekuatan dan ketenganan hidup. Bagi mereka, hidup doa merupakan pekerjaan pertama dan utama dari seorang misionaris sesuai dengan nasihat Conforti dan Konstitusi. Dengan tekun membina kehidupan rohani, para Xaverian akan lebih mudah untuk melihat, mencari, dan mencintai Allah dalam setiap peristiwa atau kehidupan setiap hari. Para pendahulu juga  memberikan teladan untuk selalu mendoakan sesama konfrater di tengah kesibukan pastoral atau karya misinya masing-masing, juga berusaha mencari waktu untuk berdoa dan hening di hadapan Sakramen Mahakudus dengan tujuan menimba kekuatan dan inspirasi dari Tuhan

Kedua, nilai kebersamaan atau persaudaraan di dalam suatu komunitas yang berlandaskan kasih Kristus. Para pemimpin komunitas atau para rektor komunitas memiliki waktu yang sangat banyak di dalam komunitas untuk mendampingi dan menjadi sahabat bagi para frater bila itu di rumah pendidikan. Para rektor yang memberikan diri secara total bagi komunitas bukan berarti tidak memiliki kerasulan di luar komunitas. Mereka juga kerap kali meluangkan waktu untuk berkorban dengan mengabulkan permintaan kerasulan di luar komunitas. Relasi mereka dengan para frater layaknya seorang bapa dan anak, seperti sahabat, teman, dan juga saudara dalam sebuah keluarga.Kedekatan antara para romo dan para frater itu diaktualisasikan dengan cara sederhana di kamar makan dengan duduk berbaur tanpa membeda-bedakan, bercerita bersama, mendengarkan pengalaman satu sama lain.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Ketiga, nilai keberanian. Para pendahulu memberikan teladan untuk tetap setia di dalam perjuangan mewartakan kasih Kristus terutama kepada orang-orang miskin (tersingkirkan) dan orang-orang yang belum mengenal Kristus meskipun berada di tempat-tempat yang sulit. Ketika berakarya di pedalaman, mereka tidak mengeluh tetapi tetap berkarya dengan semangat, mereka juga dengan setia mengunjungi umat bahkan umat yang berada di tempat kerasulan yang jauh. Setelah pulang dari tempat kerasulan, mereka saling membagikan pengalaman kerasulannya sehingga mampu memberikan kekayaan atau semangat bagi pastor yang lain.

Apa saja bentuk-bentuk kerja sama antara Serikat Xaverian dan Paguyuban Awam Xaverian?

Awam Xaverian bekerja sama dengan para Xaverian dalam bidang animasi misioner (promosi panggilan) dan pewartaan, serta secara bersama-sama mendalami karisma  Xaverian. Meskipun di Indonesia belum secara fisik, dalam arti antara anggota Paguyuban Awam Xaverian  dan para Xaverian tinggal bersama di suatu komunitas, akan tetapi keduanya berusaha untuk saling mendukung melalui doa dan berbagai macam kegiatan. Direksi Jenderal, dalam surat kepada para konfrater dalam rangka Tahun Yubileum Serikat Xaverian, 2020-2021, berpendapat bahwa para Xaverian dan awam Xaverian merupakan satu Keluarga Karismatik yang menghidupi karisma yang sama.

Bagaimana dengan kaum muda agar bisa terlibat dalam karya misi?

Orang-orang yang masih aktif sampai saat ini untuk menjadi sahabat dan donator Xaverian kebanyakan adalah mantan Orang Muda Katolik (OMK) yang pernah berkarya bersama dengan para pastor Xaverian di paroki mereka masing-masing. Sejak muda, mereka dirangkul. Ketika sudah menjadi orang sukses atau membangun keluarga, mereka menjadi penderma dan sahabat Xaverian yang cukup aktif dan murah hati. Para penderma  bekerja sama dengan para Xaverian untuk mengader anak muda di berbagai macam tempat atau paroki. Saat ini para Xaverian merangkul OMK dengan gerakan OMK di paroki-paroki tertentu dengan melaksanakan kegiatan yang bermanfaat bagi masa depan Gereja dan orang muda itu sendiri. Para frater, karena pandemi, mendampingi melalui zoom berupa sharing panggilan, Rosario Misioner, Ekaristi online, dan pertemuan dan lain-lain.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Salah satu cara yang bisa dugunakan untuk karya kerasulan di zaman ini dan di masa yang akan datang adalah memanfaatkan media digital. Bagaimana Xaverian menyiapkan para misionaris muda untuk bermisi dengan memanfaatkan media digital?

Sejak memulai masa formasi, para frater diajak untuk bersanding nyaman dengan media digital. Ada berbagai macam pelatihan dan kursus media yang harus diikuti guna mengembangkan pengetahuan dan pengenalan para frater dengan media digital. Kursus media digital biasanya dilakukan bersama Romo Yakobus I Made Suardana yang memiliki spesialisasi dalam media digital. Ia mengajar cara menggunakan media digital yang baik dan benar, menyikapi informasi, melatih menciptakan karya digital sendiri. Karya-karya itu berupa pembuatan video, mulai dari pembuatan scene, tata rias, latar, cara menggunakan kamera, dan proses penyuntingan, hingga video tersebut menjadi karya yang baik dan layak untuk kerasulan.

Para pastor dan frater Serikat Xaverian di Wisma Xaverian, Cempaka Putih Raya, Jakarta. (Dok SX)

Relevansi antara media digital dan karya kerasulan akan menjadi sesuatu yang sangat penting bagi karya misi di tengah maraknya homo digitalis. Karena itu, hal yang dituntut dari para Xaverian muda adalah mengembangkan daya kreatif dan inovatif dalam karya kerasulan sehingga akan menghasilkan karya pewartaan yang bermanfaat bagi umat Allah. Sejauh ini, ada banyak karya berupa video yang telah dibuat oleh para frater untuk kerasulan dan animasi misioner yang diupload di medsos. Para pastor pun ikut terlibat dalam pastoral digital. Misalnya, setiap kali mengadakan kegiatan yang disiarkan melalui zoom, para pastor lansia begitu antusias berpatisipasi.

Frater Tarsisius Saul Darma, SX/Frater Adrianus Lambu, SX (Skolastikat Xaverian)

HIDUP, Edisi No.48, Tahun ke-75, Minggu, 28 November 2021

2 KOMENTAR

  1. Halo romo Suhut masih ingatkah dgn sy di Paroki St. Maria Bunda Para Bangsa Gunungsitoli?…wa saya 0812 6266 160

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles