web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Dari Bumi Pertiwi untuk Dunia

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Sejak dimulai karya di bidang animasi dan panggilan tahun 1985, SX Provinsi Indonesia telah menghasilkan 45 misionaris. Mereka tersebar di pelbagai negara.

PASTOR Deny Wahyudi, SX bermisi di “Negeri Matahari Terbit” sejak tahun 2008. “Saya berkarya sampai sekarang di paroki. 10 tahun pertama saya bertugas di wilayah Kumamoto yaitu Pulau Kyushu di Jepang bagian Selatan. Sejak tiga tahun lalu saya berkarya di Paroki Mukonoso di Keuskupan Agung Osaka. Tantangan bermisi di Jepang adalah menerima dan belajar dari situasi hidup menggereja yang terbatas secara pastoral,” tulisnya via WhatsApp.

Pastor Deny juga mengajar agama di di SMA Katolik puteri di Wayakama, sekitar 80 km dari parokinya saat ini. Ia juga mengajar di sebuah SD Katolik puteri. Meskipun sekolah Katolik namun yang beragama Katolik sangat sedikit atau hampir tidak ada. Ia juga sering mengunjungi sebuah TK Katolik untuk menjumpai anak-anak. “Setidaknya pengalaman dengan anak-anak inilah yang memberikan penghiburan tersendiri di kala gereja tidak lagi menjadi tempat berkumpulnya anak-anak dan orang muda yang beribadat rutin mencari Tuhan,” tulisnya.

Pastor Deny Wahyudi SX (tengah pakai colar) di Jepang. (Dok SX)

Hal yang membuatnya sangat betah di “Negri Sakura” ini, ia diterima dengan baik oleh siapa pun dan di mana pun baik dari anak kecil hinga lansia. Ia mensyukuri setiap pengalaman dalam perutusannya sembari berharap momen spesial ini akan semakin banyak melahirkan misionaris Xaverian muda dari Indonesia.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Di lumbung pemain sepak bola dunia, Brazil, ada dua Xaverian asal Indonesia. Salah satunya Pastor Marselinus Yerisko, SX. Aroma  kasulanya masih tercium. Ia baru ditahbiskan Juli 2021. Ia diutus untuk bermisi di tengah-tengah orang Indian, persisnya di Amazonia, Brazil Utara. “Misi di Amazonia merupakan kesempatan bagi saya memperkenalkan Kristus kepada suku-suku Indian yang memang menjadi pusat perhatian Xaverian di Brasil Utara, juga mengalami serta menghidupi mimpi pendiri, St. Guido Maria Conforti yakni Menjadikan Dunia Satu Keluarga melampui sekat-sekat ras, budaya, geografi, dan sebagainya,” tulis pria yang lihai mengolah si kulit bundar ini.

Pastor Marselinus Yerisko, SX (paling tengah) di antara rekan-rekannya di Brazil. (Dok SX)

Tantangan menjadi misionaris memang tidak mudah. Satu quote yang senantiasa terpatri di memorinya “maju gemetar” dari Pastor Daniel Cambielli, SX yang dulu mendampinginya di tahun pranovisiat. Baginya doa dan kerendahan hati adalah kunci untuk menjadi pelayan Tuhan yang baik dan tulus.

Sementara di Kongo, saat ini ada dua misionaris Xaverian Indonesia. Salah satunya, Pastor John Taninas, SX. Seusai menyelesaikan studi teologi internasional di Kamerun, ia menulis secarik surat kepada Direksi Jenderal di Roma. Ia mohon diutus ke Amazonia atau Sierra Leone. Jawaban tak sesuai ekspektasinya tetapi diterima dalam ketaatan. Seusai tahbisan, ia diutus studi Teologi Dogmatik di Paris, Prancis. Usai studi, ia diutus ke Kongo untuk berkarya di salah satu rumah pendidikan Xaverian. Ada gejolak yang timbul di hati kecilnya. Sebagai imam baru, ia merasa belum punya pengalaman bermisi yang berarti. “Apa yang akan kamu ceritakan di sana kalau kamu tidak punya pengalaman bermisi?” bisik kecilnya di dalam hati.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Pastor John terkenang akan pesan Paus Fransiskus dalam Misa Minggu Misi sedunia tahun 2019: Saya adalah sebuah misi, anda adalah sebuah misi, setiap pria dan wanita terbaptis adalah sebuah misi.

Pastor John Taninas, SX (paling kiri) di komunitas Xaverian Paris, Perancis. (Dok SX)

Bagi Pastor John pewartaan Injil selalu menuntut dinamika timbal balik. Dengan demikian seorang misionaris dapat dibentuk, dipertobatkan atau diinjili oleh orang-orang yang menerimanya. Bahkan oleh orang-orang beragama lain yang menghidupi nilai-nilai Injil.

Dari Kongo beralih ke Sierra Leone. Saat ini ada tiga Xaverian di sana. Istimewanya, Provinsial Pastor Marsel Rantetaruk, SX berasal dari Indonesia. Tak kalah spesial, ada seorang bruder asal Malang, sejak tahun 2019, Bruder Kornel Glossanto, SX. Ia diutus setelah merampungkan studi pascasarjana di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selain harus belajar dan menguasai bahasa Inggris, ia juga mempelajari bahasa Krio yang cenderung digunakan dalam percakapan sehari-hari. “Ada kebahagiaan tersendiri ketika akhirnya saya mampu bercakap-cakap dengan mereka dan mulai mengenal kehidupan serta budaya mereka. Perjumpaan-perjumpaan tersebut membuka ruang yang lebih lebar untuk berbagi kabar sukacita,” ujarnya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Bruder Kornel berkarya di Paroki Santa Maria Ratu Para Rasul, Mongo Bendugu, 400 km dari Ibu Kota Freetown. Di sana ia bersama dua imam Xaverian lainnya, Pastor Adolphe, SX (asal Kongo) selaku kepala paroki dan Pastor Erick Tjeunfin, SX sebagai pastor rekan dari Indonesia.

Mereka juga mengelola beberapa sekolah Katolik yang sebagian besar muridnya beragama Islam. “Kehadiran Gereja Katolik umumnya diterima penduduk lokal, sebab kami turut serta membantu pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana demi meningkatkan mutu pendidikan masyarakat,” tandasnya.

Bruder Kornel Glossanto, SX (paling kanan) dan Pastor Erick Tjeunfin, SX (paling kiri bersama anak muda dan anak-anak di Sierra Leone. (Dok SX)

Saban Minggu ia mengunjungi stasi-stasi secara bergiliran. Tak ada aspal. Hanya jalan tanah dan berbatu. Bayangkan kalau hujan, jalannya berlumpur, belum lagi kubangan di badan jalan. Hal ini membuat kunjungan stasi seringkali dibuat pada musim kemarau. Penerimaan umat yang sederhana selalu menjadi sukacita tersendiri baginya. “Perjumpaan demi perjumpaan menuntun saya untuk terus mencari, melihat dan mencintai Kristus dalam budaya setempat dan dalam diri saudara-saudari saya yang baru di Sierra Leone,” tuturnya.

Kisah dan pengalaman misioner dari beberapa Xaverian di atas hanyalah representasi dari para misionaris yang berkarya di luar negri. Tantangan tentu selalu ada. Tetapi kasih Kristus senantiasa menjadi wadas untuk tetap kokoh mewartakan kasih Tuhan bagi dunia.

Frater Erick Ndeto, SX (Skolastikat Xaverian)

HIDUP, Edisi No. 48, Tahun ke-75, Minggu, 28 November 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles