HIDUPKATOLIK.COM – Lenganku sering terasa sangat letih dan sakit karena membaptis begitu banyak orang dan mengajari mereka kewajiban-kewajiban iman Kristiani dalam bahasa mereka.” (Fransiskus Xaverius, 15 Januari 1544)
Fransiskus Xaverius merupakan pelindung misi. Ia dikenal sebagai santo yang banyak membaptis orang, hingga tangan kanannya yang digunakan untuk membaptis, kini disimpan di gereja milik Serikat Yesus di Roma.
Putra bangsawan dengan Idealisme
Fransiskus Xaverius lahir di kastil keluarga Xavier dekat Pamplona, Basque, Navarre, Spanyol pada 7 April 1506. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya. Di usia 19 tahun (tahun 1525) ia ke Perancis untuk menjalani studi di Universitas Paris selama tiga tahun. Sebagai anak muda, ia punya idealisme tersendiri, yaitu ingin menjadi seorang pengajar karena ia senang belajar. Hingga suatu ketika ia bertemu Ignatius Loyola yang membuat hatinya tergerak oleh sabda Tuhan, “Apa gunanya seseorang memiliki seluruh dunia, namun kehilangan nyawanya” (Matius 16:26). Sejak saat itu, ia memutuskan untuk mengabdikan hidupnya pada Tuhan.
Fransiskus Xaverius dan Serikat Yesus
Bersama dengan Ignatius Loyola dan lima orang lainnya, mereka sepakat untuk hidup dalam kemiskinan sesuai Injil dan menyebut diri mereka amigos en el Senor (sahabat-sahabat Tuhan). Inilah cikal bakal berdirinya Serikat Yesus (SJ). Pada 15 Agustus 1534, ia bersama Ignatius de Loyola mengadakan pertemuan di sebuah gereja kecil di Montmartre, Paris dan mereka mengucapkan kaul pertama.
Pada tanggal 24 Juni 1537 Fransiskus Xaverius ditahbiskan sebagai imam Jesuit. Ia dan Ignatius Loyola berencana mengunjungi Yerusalem, tempat Yesus hidup dan mengajar, wafat dan bangkit. Akan tetapi, rencana tersebut gagal karena pecahnya perang antara Kaisar Venesia dan Kerajaan Ottoman. Paus pada saat itu, Paus Paulus III menginginkan mereka untuk pergi lebih jauh ke berbagai penjuru dunia untuk melakukan peziarahan. Keinginan Paus ini sejalan dengan harapan Raja John III yang saat itu berkuasa di Portugal, yang meminta pada Ignatius Loyola untuk mengirim dua orang Yesuit ke wilayah India. Ditunjuklah Nikolaus dan Simon untuk berangkat bermisi ke India. Mereka bertemu Raja John III di Portugal pada 16 Maret 1540. Sayangnya, kedua orang yang semula ditunjuk untuk pergi bermisi ke India, sakit. Ignatius Loyola mengatakan pada Fransiskus Xaverius, “Inilah waktumu.” Dan Fransiskus Xaverius menjawab, “Ini aku, utuslah aku.” Peristiwa ini terjadi pada 16 Maret 1540.
Bermisi ke Asia (India, Indonesia, Malaka, Jepang)
Tepat di hari ulang tahun ke-35 pada 7 April 1541, Fransiskus Xaverisumeninggalkan Lisbon (Portugal) dan mendarat di Goa (India) 6 Mei 1542. Di sana ia diterima dengan sangat baik berkat kesalehan hidupnya dan pembelaannya bagi pribumi India yang tertindas pedagang Portugis. Ia berkeliling dari kampung ke kampung sambil membunyikan lonceng. Tujuannya agar anak-anak berkumpul, sehingga ia bisa menyampaikan pengajaran katekese. Selama di India, Fransiskus Xaverius bersama umat bergotong-royong membangun 40 gereja. Hal ini dilakukan karena keinginan umat untuk memiliki rumah ibadah. Ia membaptis begitu banyak orang, dan dalam suratnya kepada Ignatius Loyola pada 15 Januari 1544 ia menulis: “Lenganku sering terasa sangat letih dan sakit karena membaptis begitu banyak orang dan mengajari mereka kewajiban-kewajiban iman Kristiani dalam bahasa mereka.” Setahun kemudian, pada 27 Januari 1545 ia mengirim surat ke Roma dan mengabarkan bahwa ia telah membaptis lebih dari 10.000 orang di India dalam waktu satu bulan.
Setelah berada di India selama tiga tahun, Fransiskus Xaverius melanjutkan perlayarannya ke Malaka. Selama pelayarannya hampir setiap malam ia menyediakan waktu bagi para pelaut untuk mendengarkan pengakuan dosa mereka dan ia banyak menasehati mereka untuk hidup saleh. Hingga pada 14 Februari 1546 ia mendarat di Ambon, Maluku. Sebagai perwakilan Raja Portugis, Fransiskus Xaverius sering diundang raja-raja Indonesia untuk mengajarkan iman Katolik dan untuk hubungan dagang dengan Portugis. Raja Ternate misalnya, yang sangat menerima Fransiskus Xaverius dengan baik. Ia selalu berusaha mempelajari bahasa setempat dan mengenali kebudayaan lokal sebelum menanamkan nilai-nilai Katolik bagi masyarakat setempat. Itulah yang membuatnya berhasil diterima penduduk, terlebih karena kasih sayangnya.
Selama di Indonesia Fransiskus Xaverius mengunjungi kelompok-kelompok kecil umat yang telah dibaptis, lalu mengarahkan orang-orang yang belum dibaptis untuk bergabung dengan kelompok yang telah dibaptis. Ia juga menulis katekismus kecil dalam Bahasa Melayu serta membuka sekolah bagi penduduk pribumi. Ribuan orang dibaptisnya dan setiap malam ia membacakan cerita-cerita dari Kitab Suci.
Tahun 1547 ia meninggalkan Indonesia untuk menuju Malaka. Dalam pelayaran itu, sempat terjadi badai dan salib yang biasa dibawa Fransiskus Xaverius jatuh ke laut. Ia pun sangat sedih dan hampir saja frustasi. Lalu ia pun berdoa memohon kepada Tuhan agar dapat menemukan salibnya kembali. Keesokan harinya, ketika kapal berlabuh dan ia duduk di pantai, datanglah seekor kepiting yang ternyata membawa salibnya yang semalam jatuh ke laut. Para pelaut pun ikut bergembira. Di Malaka Fransiskus Xaverius bertemu Yajiro, seorang samurai Jepang yang melarikan diri karena dituduh membunuh.
Pada tanggal 20 Juni 1549, ia menulis surat kepada Raja John III, yang isinya demikian, “Menemukan kehendak Allah Yang Maha Rahim dalam jiwaku, inilah karya-Nya, bahwa aku harus pergi ke Jepang. Akhirnya, aku meninggalkan India untuk membawa misi-Nya yang ditunjukkan bagi diriku untuk melayaniNya di Jepang. Dari hambamu yang tak berguna, Francisco.”
Fransiskus Xaverius bersama Yajiro tiba di Kagoshima, Jepang 15 Agustus 1549. Bertepatan dengan Pesta Maria Diangkat ke Surga. Kagoshima merupakan kota kelahiran Yajiro sekaligus merupakan pelabuhan utama di tanah Jepang saat itu. Selama dua tahun tiga bulan, ia melakukan misi di Kagoshima, Hirado, Yamaguchi, Sakai, Kyoto dan Bungo (Oita). Di Jepang ia menemukan kendala yang paling berat, berkaitan dengan bahasa Jepang yang amat sulit. Dikabarkan, ia membutuhkan waktu hingga 40 hari hanya untuk menerjemahkan 10 Perintah Allah ke dalam Bahasa Jepang.
Surat dari India pun diterima Fransiskus Xaverius yang isinya meminta para misionaris Portugis untuk kembali ke India. Ia pun memenuhi panggilan tersebut. Dalam pelayaran menuju India, ia sempat singgah di pelabuhan Nishi no Omote, di Pulau Tanegashima. Akhirnya, Fransiskus Xaverius meninggal dunia pada 3 Desember 1552 di Sancian, Cina. Sebelum wafatnya, ia mengucapkan, “Ya Tuhan, padaMu aku percaya.”
Tangan Kanan Sang Pembaptis
Jenazah Fransiskus Xaverius dimakamkan di Sanchian sampai Februari 1553, kemudian dibawa ke Malaka dan sempat dimakamkan di sana. Kemudian dipindahkan lagi ke Goa, India.
Saat ini jenazahnya disemayamkan di Katedral di Goa, India. Sedangkan makam di Gereja Malaka dibiarkan kosong untuk menunjukkan bahwa di situ pernah disemayamkan jenazah Fransiskus Xaverius. Ketika pemindahan dari Cina ke Malaka dan ke India, jenazahnya yang tidak hancur dan tidak membusuk ditempatkan dalam peti kaca.
Serikat Yesus memutuskan untuk mengambil bagian tangan kanan Fransiskus Xaverius sebagai relikui dan ditempatkan di Roma. Karena dengan tangan kanannya inilah, Fransiskus Xaverius membaptis puluhan ribu orang. Bahkan ia dikenal sebagai santo yang paling banyak membaptis.
Ditulis Sr. Bene Xavier, MSsR dari Munich Jerman, sebagai penghormatan kepada Santo Fransiskus Xaverius.