web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kisah Misionaris Awam CFC-Youth for Christ Ministry, Timothy John C. Aller: Rumah Keduaku di Flores

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – TIMOTHY John C Aller pergi ke Likotuden, Larantuka, Flores Timur, NTT dengan hati riang. Misionaris awam asal Filipina ini pergi kesana sebagai turis untuk menghadiri persemian SMK Pariwisata ANCOP. Namun ternyata, Tuhan berkehendak lain. Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung meminta agar ada seorang misionaris awam Couples for Christ (CFC) yang bersedia tinggal di Likotuden untuk membantu formasi nilai kepada para murid sebagai pendidikan karakter berdasarkan tujuh nilai yang diusung Youth for Christ (YFC). Sebagai bentuk ketaatan, kelahiran 11 Oktober 1987 itu memberikan diri pada misi di pulau yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya.

Pria kerap dipanggil ‘Tim’ ini mengaku setelah rekan sejawat Filipina pergi meninggalkan Likotuden, ia merasa terasing. Pasalnya, para guru dan murid masih sedikit mengerti Bahasa Inggris dan ia pun tak pandai berbahasa Indonesia. Mengakali jurang itu, Tim tiap hari membawa kamus Bahasa Indonesia sambil ditemani google translate ke mana-mana. Agar kemampuan berbahasanya semakin lancar, ia sering ikut pergi ke pasar. Di pasar ia menyerap segala kata yang ia dengar, baik bahasa daerah maupun Indonesia. Kadang ia juga coba berbicara dengan orang setempat. “Enam bulan beradaptasi adalah periode terberatku, tidak ada internet, listrik, dan air. Setiap kali orang melihatku di sekolah, mereka akan lari menghindar karena takut diajak ngomong Bahasa Inggris,” kisahnya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Kondisi ini hampir membuat Tim patah arang. Pada tahun 2017, ia memutuskan untuk meninggalkan Likotuden dan tidak pernah kembali. Di Filipina, sang ibu menyadarkannya melalui pertanyaan sederhana, “Bagaimana dengan nasib para murid yang kamu tinggalkan?” Ia pun mengingat tugasnya untuk mengajar Bahasa Inggris kala itu. Bayangan para murid yang berhenti belajar menyiksa batinnya. Ia memutuskan untuk kembali.  Dalam kondisi tersulit inilah, ia belajar menyangkal diri dan memikul salib. Menjawab panggilan misi yang telah Tuhan berikan.

Empat tahun telah berlalu, perubahan perspektif dan transformasi terjadi pada dirinya. Ia menjadi pribadi yang ramah, mau menerima hal baru, bijaksana dalam membelanjakan uang, dan murah hati dalam memberi waktu kepada mereka yang butuh didengarkan. Kini, ia telah menganggap Flores sebagai rumah keduanya. Di sini ia belajar tentang nilai kekeluargaan yang mau menerima seorang asing sebagai keluarga dengan sambutan sama hangatnya dengan keluarga sedarah. “Sekarang saya punya keluarga di Larantuka, Adonara, Lembata, Solor, dan Maumere. Jika diizinkan saya mau kembali kesini,” ucapnya riang.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Selain berperan memberikan pendidikan karakter melalui YFC, ia juga bertanggungjawab dalam koordinasi dengan para donatur baik dalam negeri maupun luar negeri (ANCOP Canada). Sebagai perwakilan ANCOP di lapangan, ia akan memberikan laporan kemajuan apa yang tercapai dan kebutuhan apa yang diperlukan sekolah.

Siswi-siswi sedan belajar Bahasa Inggris.

Tim berharap, para alumni dan murid SMK ANCOP akan menghidupi hidupnya seperti alfabet A hingga E: Attitude (baik dalam sikap), Believe (kepercayaan pada diri dan orang lain), Commitment (berkomitmen dalam tugas apapun), Determine (berkemauan keras menggapai mimpi), dan Excellent (unggul dalam karya dan iman). “Tak lupa, semoga mereka juga ingat untuk kembali pada adik kelasnya saat sukses untuk membangun SMK ANCOP bagi generasi selanjutnya,” sebut Tim.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

CFC dimulai pada tahun 1981 di Manila, Filipina dengan 16 pasangan yang berkumpul dalam kelompok kecil di rumah setiap minggu mengikuti Life in the Spirit Seminar (LSS) yang kemudian menjadi Christian Life Program (CLP) yang diadakan selama 13 Minggu di paroki. Awalnya paroki kuatir bahwa semakin banyak keluarga yang aktif di CFC akan menjauhkan mereka dari kegiatan paroki.

Ternyata justru sebaliknya. Formasi CFC selalu menekankan kesatuan dengan Gereja dan mengarahkan karya kerasulannya kepada Gereja. CFC merupakan komunitas keluarga yang mendukung Gereja khususnya dalam Kerasulan Keluarga. Sebagai bagian dari Tubuh Kristus, komunitas CFC selalu menjaga kesatuan diri dalam penggembalaan uskup setempat dengan meminta restu dan berkat sebelum berkarya di keuskupan.

Pada ulang tahunnya ke-25, CFC mendapatkan dua penghargaan Magsaysay Award untuk pembentukan komunitas dan pengentasan kemiskinan. Saat ini CFC sudah berada di lebih dari 120 negara di dunia.

Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung (tengah) bersama lulusan SMK Pariwisata ANCOP. (Foto: Dok SMK Pariwisata ANCOP)

Felicia Permata Hanggu dari Likotuden, Larantuka, NTT

HIDUP, Edisi No.47, Tahun ke-75, Minggu, 21 November 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles