HIDUPKATOLIK.COM – DALAM rangka Hari Guru Nasional, Kamis, 25/11/2021, Ursulin Jakarta merilis buku “165 Tahun Santa Maria Jakarta: Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia”. Hadir sebagai narasumber (reviewer) Zeffry Alkatiri, Pudentia, Lilie Suratminto, dan Kirsten Kamphus.
“Saya sangat senang perilisian buku diluncurkan pada hari ini kita memperingati Hari Guru Nasional. Karena sebenarnya Suster-suster Ursulin sejak permulaan sudah mempunyai semangat untuk membangun sekolah Guru sejak 1881, yaitu Normal School untuk memenuhi kebutuhan. Suster-suster yang datang ke sekolah itu bisa bahasa Perancis, Inggris, dan ahli bidang matematika. Jadi mereka yang menangani pelajaran-pelajaran di sekolah,” ujar Suster Maria Dolorasa Sasmita, OSU memberikan testimoni pada peluncuran buku dalam rangka mensyukuri 165 tahun kehadiran Ursulin (OSU) di Indonesia.
Suster Maria menambahkan, buku yang diluncurkan ini berbicara banyak tentang Santa Angela Merici. “Santa Angela adalah seorang mistik. Dari kecil ia memiliki hubungan yang mendalam dengan Tuhan. Ia juga mempunyai intuisi bahwa sebenarnya Tuhan memanggil dia untuk sesuatu tapi tidak tahu apa. Akhirnya, karena kedekatannya dengan Tuhan, ia membentuk suatu wadah bagi para perempuan untuk membaktikan dirinya sebagai terang tanpa masuk biara,” tutunya.
Sementara itu Zeffry Alkatiri, menceritakan bagaimana keluarganya, yaitu kakeknya menyekolahkan ibu dan tantenya di Sekolah Santa Maria Ursulin. Pihak klosteran Ursulin sangat terbuka untuk menerima dua siswi yang berbeda keyakinan dan berasal dari komunitas Arab. Kakeknya percaya klosteran Ursulin dianggap tempat terbaik untuk mendidik dua putrinya agar menjadi lulusan yang mandiri, percaya diri, dan mempunyai bekal menghadapi perbedaan.
“Jelas buku ini ditulis secara terperinci dan sangat lengkap dibandingkan buku sebelumnya. Semua data dan dokumen dideskripsikan menjadi cerita sejarah yang menarik dengan bukti foto-foto bersejarah. Semangat Serviam yakni, saya mau mengabdi tersirat dan tersurat baik pada awal kedatangan terlebih lagi pada masa periode Jepang, dan transisi kemerdekaan. Saya menjadi merinding dan kagum atas para pengurus Ursulin, sebab dituliskan pada masa periode Jepang, dan transisi kemerdekaan sampai tahun 50-an sulitnya mengembalikan eksitensi lembaga sekolah ini,” ujar Zeffry Alkatiri pada saat menyampaikan review buku.
Bagi Zeffry, kehadiran buku ini sangat perlu untuk dirinya sebagai pengajar sejarah Eropa di FIB UI. Buku ini juga menjelaskan tentang pendidikan di Eropa Barat, khusunya komunitas umat Katolik.
Sedangkan Pudentia menjabarkan bagaimana tantangan sekolah Santa Maria tetap hidup di masa sekarang. Sekolah Santa Maria mampu bertahan dengan ciri khasnya di samping sekolah-sekolah negri atau swasta lainnya.
“Bagaimana sekolah Santa Maria memperhatikan kurikulum, SDM, managemen, dan nilai-nilai dasar. Hal ini sangat dicermati betul oleh Sekolah Santa Maria mulai dari kurikulum yang menyikapi perubahan kurikulum dengan sangat fleksibel. Kemudian SDM, dilahirkanlah dengan kebersamaan adanya unit-unit dan kelompok yang terbentuk. Managemen di sini munculah sekolah-sekolah swasta lain, tetapi untuk sekolah swasta perempuan itu tidak banyak. Bagaimana perjuangan untuk tetap eksis karena adanya perubahan kebijakan dari pemerintah, yang satu sisi bisa mendukung tapi satu sisi hambatan untuk maju. Sekolah Santa Maria mempertahankan dua hal yang penting yaitu, pendidikan formal dan non formal yang dijalankan disamping itu juga adanya sekolah berasrama,” tuturnya.
Laporan Angela Merici