HIDUPKATOLIK.COM – Caritas Indonesia (KARINA) pada menggelar Learning Event dan Pertemuan Tahunan Jaringan Nasional KARINA, 26-30 Oktober 2021 di Palu, Sulawesi Tengah. Mgr. Rolly turut hadir selaku Uskup Manado. Paroki Palu merupakan wilayah Keuskupan Manado, Sulawesi Utara. Berikut ini tanggapan Mgr. Rolly terkait dengan Learning Event ini dan reaksi cepat yang dilakukan PSE Manado terhadap bencana alam yang terjadi di Palu dan sekitarnya tahun 2018 lalu.
“MENJADI bahan pertanyaan bagi saya secara pribadi mengenai tragedi bencana alam di Palu ini. Tragedi ini terjadi setahun setelah saya ditahbiskan. Sebagai orang beriman sekaligus gembala baru di Keuskupan Manado, saya mempertanyakan, Tuhan mau apa dari saya? Baru saja hendak mulai suatu gerakan (sinode Gereja lokal). Kami akan menetapkan arah dasar dan renstra yang mau diimplementasikan di paroki, stasi dan wilayah rohani. Kemudian sudah mulai sosialisasi termasuk akan datang ke wilayah Kevikepan Palu. Namun ada kabar kedukaan tersebut.
Saat kejadian, ada beberapa kali yang telepon dari beberapa imam di Palu, salah satunya imam dari Paroki St. Maria, Palu. Namun saat dihubungi balik, sudah enggak ada respons. Saya sempat curiga ini ada apa ya.
Saya langsung meminta Romo Joy, ketika itu Direktur Caritas PSE Manado, untuk mengecek kondisi di sana. Beberapa sumber mengatakan bencana alam di Palu hoax, jadi kami juga harus mencari tahu lebih lanjut. Ternyata benar adanya terjadi becana alam yakni gempa kemudian disusul tsunami dan likuifaksi. Ini musibah alam dan kemanusiaan.
Kemudian, Romo Joy tiba di Palu sehari setelah bencana. Kami koordinasi jarak jauh dan mendapatkan beberapa informasi mengenai listrik padam, jaringan down, dan banyak korban yang belum bisa dideteksi. Pihak Caritas PSE Manado langsung bergerak juga bersama Komsos, agar hal ini segera diberitakan. Minimal umat di Keuskupan Manado tahu ada bencana alam di Palu kemudian bergerak ikut membantu. Selain itu, Romo Joy juga berkoordinasi dengan Caritas Indonesia (KARINA), Caritas Makassar, dan paroki-paroki di Kevikepan Palu. Kedua paroki yang terletak di Palu ketika itu menjadi tempat pengungsian dan dapur umum.
Beberapa hari setelah kejadian, banyak orang di jalan menghadang para pengendara, mereka meminta bantuan, karena memang belum ada yang membantu. Banyak pengungsi, situasi chaos, toko-toko dijarah. Ketika beberapa pihak dari kevikepan lain membantu sempat dihadang. Tanggal 11 dan 12 Oktober 2018, saya berkunjung ke sana. Aduh, hancur hati saya melihat Palu seperti kota mati. Sangat memprihatinkan. Tidak ada bangunan yang tidak retak. Sisanya hancur. Beberapa perumahan ada yang tenggelam, ambles. Akses transportasi juga cukup sulit.
Dari waktu ke waktu masyarakat Palu mulai membangun kembali. Sempat terhambat karena pandemi, namun semua sudah berjalan dengan koordinasi dari keuskupan, KARINA dan Caritas Internationalis (CI). Saya melihat peristiwa bencana ini banyak membuat kami belajar dan membangun kembali persekutuan serta solidaritas. Kami juga bersyukur banyak perhatian dari banyak pihak. Bahwa Caritas PSE Manado tidak sendiri. Banyak orang mau berjalan bersama dan dengan pengalaman ini, semakin lebih siap lagi membangun kemampuan internal dari Caritas PSE Keuskupan Manado yang berjejaring dengan komisi, mitra dan caritas keuskupan lainnya. Juga dengan Learning Event yang diadakan di Palu pada tahun ini, semoga menjadi pembelajaran bagi banyak pihak.
Saya selalu ingat slogan-slogan yang bertuliskan: Palu Bangkit! Di tengah-tengah penderitaan, kesedihan, kehilangan, namun ada harapan untuk menata kembali. Saya kira ini pesan Kristiani yang sangat kuat.
Karina Chrisyantia dari Palu, Sulawesi Tengah
HIDUP, Edisi No. 46, Tahun ke-75, Minggu, 14 November 2021