HIDUPKATOLIK.COM – Di balik layar, KVKI 2021 ingin mengembangkan kesenian, budaya Gerejani dan rasa nasionlisme.
KREASI Virtual Katolik Indonesia (KVKI) merupakan kegiatan sambutan untuk Pesparani II yang seharusnya digelar di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2020 dikarekan pandemi Covid-19. Melihat situasi yang genting ini, Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Nasional (LP3KN) merungdingkan agar semangat umat Katolik tetap tersalurkan melalui bentuk acara lainnya.
Ketua Panitia Pelaksana KVKI 2021, Albertus Susetyo Edi Prabowo beserta para pengurus LP3KN dan LP3KD mengadakan pertemuan untuk terlaksananya KVKI 2021 yang dilakukan secara online atau digital.
Kegiatan besar ini tentu saja tidak luput dari peran panitia. Dalam perlombaan KVKI 2021, Alexander Louciano dan Lisa A. Riyanto mengambil peran langsung sebagai pemandu di bidang lomba Cerdas Cermat Rohani (CCR) dan Tutur Kitab Suci. Mereka tergabung dalam Bidang Kursus Pendidikan dan Pelatihan (Susdiklat) LP3KN.
KVKI 2021 yang diadakan di terpaan pandemi Covid-19 ini, bukan menjadi penghalang umat Katolik untuk menciptakan kreasi secara virtual. KVKI 2021 hadir untuk umat Katolik menandakan tidak adanya kevakuman dari kegiatan sebelumnya. “KVKI ini bukan pengganti Pesparani tetapi ini adalah sebuah bentuk kegiatan yang terpisah,” tutur Alexander Louciano alias Andre.
Membangun Semangat
Kehadiran KVKI 2021 sesuai dengan visi LP3KN yaitu mengembangkan kesenian dan budaya Gerejani. “Supaya umat Katolik juga semakin mencintai budaya Gereja terlebih di masa pandemi ini. Kita ingin mengajak seluruh umat untuk terus bergembira, tidak melihat dari kesedihan tetapi sisi positifnya. Kita ingin memberikan harapan, semangat, dan bersyukur masih bisa berkreasi dengan cara yang berbeda,” ujar Lisa A. Riyanto atau sering disapa Lisa.
Penyelenggaran KVKI 2021 tentunya membutuhkan proses yang panjang untuk mematangkan acara dari Opening Ceremony (2/10/2021) hingga Closing Ceremony (28/10/2021). Persiapan yang paling dirasakan dari bidang lomba. Lomba yang diadakan ada tiga: Tutur Kitab Suci, Mazmur, dan Cerdas Cermat Rohani (CCR). Ketiga lomba tersebut memiliki keunikan masing-masing yang harus dipersiapakan secara khusus.
Untuk persiapan lomba Mazmur, panitia meminta para peserta mengirimkan rekaman secara pribadi. Untuk persiapan CCR, panitia mengirimkan bank soal kepada peserta dan mengolahnya bersama pembimbing masing-masing. Berbeda dengan dua lomba lainnya, Tutur Kitab Suci mengharuskan para peserta belajar tampil di depan kamera secara online.
“Persiapan dari segi acara untuk acara opening dan closing, kami lebih melibatkan banyak orang-orang dari daerah secara daring saja. Karena kami juga memikirkan tentang biaya untuk datang secara langsung. Jadi sangat berbeda kalau di Pesparani I di Ambon, kita berkumpul di satu tempat. Persiapan ini itu dari tahun lalu, terutama untuk para jurinya,” ujar Lisa.
Jalan Alternatif
KVKI yang dilangsungkan secara online membawa perubahan dan pemberlajaran baru bagi semua orang. Kemunculan media baru inilah menjadi jalan alternatif yang dipikirkan LP3KN. Hal ini juga dituturkan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat membuka gelaran ini secara daring.
“Pandemi memang membatasi mobilitas dan juga aktivitas kita secara masal, tetapi tidak boleh menghilangkan kreativitas. Kita harus tetap semangat dan produktif menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat dengan memanfaatkan cara-cara baru menggunakan platform media baru yang bisa melibatkan banyak orang tetapi tetap aman dari penyebaran Covid-19,” ujar Presiden.
Artinya, umat Katolik mampu beradaptasi dengan cepat memberi contoh adaptasi kebiasaan-kebiasaan baru menyiapkan untuk transisi dari pandemi ke endemi. Melalui media baru tentunya juga membawa kesulitan,
Lisa melihat adaptasi dengan teknologi adalah hal baru. Ia merasakan hal itu pada CCR. Lomba ini diikuti langsung oleh 34 provinsi. Kesulitan yang dialami juri dari segi pembuatan soal. Mereka harus membuat bank soal dengan mengirimkan 34 paket masing-masing.
“Saya baru pertama kali melihat cerdas cermat secara virtual. Jadi seperti apa rebutannya. Kita berusaha untuk adil bagi semua pihak, tetapi karena kendala sinyal. Jadi, ada beberapa orang yang kurang setuju dengan sistem seperti ini. Namun bagaimana lagi, inilah sistem yang terbaik,” tuturnya.
Andre membandingkan dengan sistem lomba CCR pada Pesparani I yang bisa dilihat secara jelas. Keseruan para peserta lebih hidup dalam merebut soal dan memencet bel untuk memberi jawaban. Namun, antusias para peserta masih bisa dirasakan dari berbagai lomba, khusunya Tutur Kitab Suci. Para peserta lomba kategori anak sangat antusias bercerita kisah di Kitab Suci dengan bahasa sehari-hari dengan percaya diri di depan kamera.
Kian Kenal Identitas
Adakah isu khusus yang ingin didalami dari KVKI? Alex dan Lisa sertentak menjawab sesuai tema yang diangkat Membangun Persaudaran Insani di Tengah Pandemi. “Kita ingin menonjolkan keberagaman kita tetapi harus satu hati. Pelaksanaannya, pembukaan juga bertepatan dengan momen kesaktian Pancasila dan penutupan ada momen Sumpah Pemuda yang diisi dengan webinar bertema kebangsaan. Jadi, kita memang ingin melestasikan budaya yang harus dikembangkan, khusnya bagi generasi muda supaya tidak tergerus budaya dari luar,” papar Lisa.
Andre juta berharap KVKI ini menjadi tempat belajar para peserta khususnya anak-anak untuk lebih mengenal Kitab Suci. “Kita berharap anak-anak bisa mengenal identitas mereka sebagai orang Katolik dan juga sebagai bangsa Indonesia,” tutur alumni UI ini. Bahwanya, menurut Alex, sudah diketahui LP3KN selalu mengadakan acara seiring dengan hari Sumpah Pemuda. Artinya, umat Katolik dapat menghadirkan acara keagamaan dengan nuansa kebangsaan.
“Yang lebih membanggakan lagi adalah kegiatan sosial keagamaan namun dikemas dengan nuansa kebangsaan yang memuat berbagai konten moderasi beragama. Melalui KVKI ini, saya sangat berharap kita semua dan khususnya umat Katolik dapat melahirkan energi yang berlimpah untuk saling menguatkan dan keharmonisan baik intern umat Katolik maupun antarumat beragama lainnya,” ujar Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam sambutan pembukaan.
KVKI mengajarkan peserta tentang sebuah proses. Jika memulainya dengan serius maka hasil yang didapat akan memuaskan. Dukungan dari orang sekitar, seperti orangtua, teman, dan umat lainnya, mengajarkan peserta untuk lebih menghargai kalau ada orang lain yang memerhatikan mereka.
“Kami juga mengharapkan mereka bisa menjadi garam dan terang di lingkungan sekitar, dan menjadi berkat bagi banyak orang. Bahwa mereka bisa menjadi penolong siapa saja dan tidak membeda-bedakan agama, suku, dan ras,” harap Lisa.
Kehadiran KVKI juga ingin mengajak seluruh umat Katolik untuk tetap semangat menyongsong Pesparani II. Dan, KVKI 2021 memberikan kesempatan bagi daerah-daerah menampilkan kreatifitas masing-masing. “Kami terus menumbuhkan semangat dan harapan supaya tetap berlatih. KVKI ini merupakan solusi di tengah pandemi untuk tetap berkumpul dari seluruh Indonesia secara online,” ungkap Lisa.
Harapan Baru
Indonesia kurang lebih satu setengah tahun hadapi Covid-19. Namun, situasi terus menunjukkan perbaikan. Status level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di berbagai daerah kian berkurang. Hal ini berkat vaksinasi massal, serta meningkatnya kesadaran masyarakat menjalankan protokol kesehatan.
Situasi Indonesia yang membaik ini membuat Alex dan Lisa berharap Pesparani II bisa dijalankan secara offline. “Saya berharap acara nanti bisa dilangsungkan secara hybrid, artinya offline dan online, tetapi dalam jumlah terbatas. Kita berharap, sudah kembali normal dan bisa berkumpul tatap muka lagi. Panitia akan melakukan evaluasi dari acara-acara sebelumnya, Pesparani I. Harapannya panitia bisa memperbaiki menjadi lebih baik,” ujar Alex.
Lisa pun berharap jika Pesparani II bisa dilaksanakan secara offline, masyarakat tetap mematuhi aturan pemerintah, dari pusat ataupun daerah. Perlu diingat Covid-19 tidak akan hilang sepenuhnya dalam waktu singkat.
“Seperti apa kondisinya, kita harus mengikuti prosedur pemerintah. Jadi, panitia juga memikirkan, mungkin kombinasi antara offline dan online. Kita juga lihat, dari hal biaya, juga masih bisa diminimalisir. Tentu dengan adanya offline, suasana akan lebih berbeda,” ujar Lisa.
Panitia akan terus berusaha menghadirkan dan mewujudkan kebersamaan agar Pesparani II bisa terwujud. Harapannya bisa mengobati rasa rindu para umat Katolik untuk berkumpul secara langsung dan merasakan suasana kekeluargaan.
Angela Merici (Kontributor)
HIDUP, Edisi No. 44, Tahun ke-75, Minggu, 31 Oktober 2021