web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Obsesi untuk Anak, Salahkah?

Rate this post

 HIDUPKATOLIK.COM – SAYA memiliki anak perempuan, 17 tahun. Saat ini saya sedang pusing menghadapi anak saya yang seringkali memberontak. Terutama mengenai les organ yang sudah ia jalani selama kurang lebih 10 tahun. Saya maunya dia menerapkan apa yang sudah dipelajari dengan melayani di Gereja. Awalnya dia melakukannya dengan baik, tetapi setahun ini dia lebih senang bernyanyi. Permainan organnya pun terasa biasa saja di telinga saya, dan akhirnya ada saja yang saya komentari. Komentar ini justru membuat dia menjadi marah dan memberontak, bahkan memilih berlatih vokal. Menurutnya dia lebih mengekspresikan dirinya kala bernyanyi. Apakah sikap dan perlakuan saya ini salah? Apakah memiliki obsesi terhadap anak itu mempengaruhi perkembangan anak?

Lisa Heryanto
Bekasi

Ibu Lisa salam kenal dan semoga Ibu sekeluarga sehat selalu. Setelah saya membaca, dan mencoba memahami permasalahan Ibu berkaitan dengan putri Ibu yang berusia 15 tahun, sebetulnya persoalan tersebut sesuatu yang banyak terjadi pada ibu-ibu lain yang memiliki anak yang menginjak remaja. Menurut Stanley Hall, Bapak Psikologi Remaja, masa remaja adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; termasuk juga adanya perubahan dalam emosi, minat dan perilaku.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Hal ini juga yang terjadi pada putri Ibu, Ibu merasa pusing karena anak dirasa sering memberontak, bila diberi komentar akan menjadikannya marah. Selain itu minatnya bermain piano yang sudah les sejak lama, sekitar 10 tahun tiba-tiba berubah karena anak lebih suka bernyanyi dan berlatih vocal, sedangkan bermain pianonya terkurangi dengan sendirinya dan terdengar biasa-biasa saja. Padahal Ibu sangat berharap anak dapat melayani di gereja, sambil menerapkan kemampuannya bermain piano atau organ. Maka hal ini membuat Ibu pusing dan merasa anak berani menentang atau memberontak.

Dalam situasi seperti di atas, terkadang orangtua juga kurang memahami apa yang sebetulnya terjadi pada anak remajanya, tetapi lebih mengikuti obsesinya untuk anak. Dengan demikian akan terjadi perbedaan pendapat, orangtua merasa ditentang anak dan anak pun akan mudah mengekspresikan emosinya. Seperti yang dikatakan juga oleh Stanley Hall bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (Storm and Stress), di mana pada masa itu terjadi berbagai gejolak pada remaja, yang saat itu juga sedang mencari jati dirinya. Saat itu kadang-kadang remaja mengalami suatu persoalan atau gejolak yang berat seperti badai dan membuatnya galau atau stress akan kehidupan perasaannya. Tak jarang mereka yang bergembira tiba-tiba menjadi sedih atau yang sedang bersemangat tiba-tiba menjadi lesu.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Persoalan Ibu dengan Putri Ibu seperti di atas sebetulnya hal yang wajar dan banyak terjadi di lingkungan kita, memang sebagai orangtua tidak dapat memaksakan kehendaknya untuk anak. Belum tentu apa yang dikehendaki orangtua atau Ibu sesuai dengan kehendak anak. Selain itu bakat dan minat tidak dapat dipaksakan. Jika anak berbakat terhadap ketrampilan tertentu dan berminat untuk belajar pasti hasilnya akan lebih baik dan cepat menguasainya, daripada belajar sesuatu yang memang dirinya kurang berbakat dan kurang berminat, maka hasilnya akan biasa-biasa saja meskipun sudah lama dalam belajarnya. Yang terpenting anak perlu bertanggung jawab dengan apa yang menjadi pilihannya dalam mengembangkan minat dan bakatnya. Jika orangtua memaksakan kehendaknya atau memaksakan obsesinya untuk anak, hal ini jelas dapat mempengaruhi perkembangan anak untuk menjadi seorang remaja yang bertanggung jawab, yang memiliki jati diri dan pada akhirnya beralih menjadi dewasa.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Berdasarkan hal di atas, maka akan lebih baik jika Ibu lebih banyak meluangkan waktu untuk putri Ibu, sehingga akan lebih banyak saling berdiskusi, berkomunikasi, dan memperhatikan putri Ibu dari waktu ke waktu, di sela-sela kesibukan Ibu, untuk lebih memahami kondisi putri Ibu. Ajaklah berkomunikasi dari hati ke hati dan menempatkan diri Ibu seperti teman putri Ibu sehingga akan lebih nyaman dan anak juga merasa dipercaya.

Emiliana Primastuti (Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Semarang)

Silakan kirim pertanyaan Anda ke : [email protected] atau WhatsApp 0813.8757.2077. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

1 KOMENTAR

  1. Slmt mlm, perkenalkan sy gandono selaku orang tua dari 2 anak 1 laki2 dan 1 perempuan.
    Apakah saya salah jika saya mempunyai obsesi dan cenderung memaksakan untuk anak laki2 saya menjadi imam. Mohon Petujuk dan Doa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles