web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Momen Pertobatan, Menggali Permaknaan Sepak Terjang Serikat Jesus di Indonesia

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – ROMO Benedictus Hari Juliawan, SJ resmi memimpin Serikat Jesus (SJ) Provinsi Indonesia sejak 21 Juli 2020. Doktor bidang Development Studies Oxford University, Inggris ini kerap disapa Romo Beni.  Di sela-sela kegiatannya, ia menyempatkan waktunya untuk diwawancara oleh HIDUP melalui daring pada Selasa, 5/10/2021. Berikut petikan wawancara dengan kelahiran Ambarawa, 1 Juli 1975 ini.

Sebagai provinsial, bagaimana Romo Beni menerjemahkan kekhasan Serikat Jesus di masa sekarang ini dengan berbagai tantangannya?

Kekhasan SJ pertama-tama ada di spiritualitas St. Ignatius Loyola sebagai motor penggeraknya. St. Ignatius Loyola sebagai pendiri Serikat Jesus mempunyai warisan rohani bagi SJ dan bagi Gereja yaitu spiritualitas yang direkam di dalam buku yang berjudul Latihan Rohani dan untuk kami para Jesuit ada di dalam buku Konstitusi Serikat Jesus.

Inti dari spiritualitas ini sebetulnya adalah spiritualitas hidup sehari-hari, menjumpai Allah di segala sesuatu. Artinya, spiritualitas ini menceburkan para Jesuit ke dalam dunia sehari-hari, sehabis-habisnya. Kami percaya bahwa Allah itu hadir di dunia dan bisa dijumpai, atau justru bisa kita jumpai dalam hiruk pikuk peristiwa manusia dan semesta.

Oleh karena itu kalau mau menerjemahkannya, imperatif dasarnya adalah para Jesuit itu selalu ingin terlibat berbagai peristiwa penting di dalam Gereja dan di dalam masyarakat Indonesia yang sangat dinamis. Kami ingin selalu ada di garda depan ketika Gereja dan masyarakat ini sedang berubah karena St. Ignatius percaya di persimpangan atau di konflik-konflik itulah Allah itu paling konkrit kita alami.

Caranya tentu yang paling konkret adalah karya-karya SJ seperti pelayanan tradisional seperti pelayanan di paroki, sakramen, pendidikan, pengelolaan sekolah, rumah retret, tapi juga karya-karya yang tidak konvensional, yang mungkin tidak banyak diketahui oleh orang seperti media. SJ mengelola tiga majalah. Serta, SJ terlibat dalam berbagai kegiatan yang mungkin tidak kelihatan sebagai kegiatan Gereja.

Pemimpin Umum Serikat Jesus, Pater Pedro Aruppe, SJ (tengah) tiba di Indonesia. (Foto: Arsip Provindo SJ)

Bagaimana terkait dengan semangat Sinodalitas di tubuh Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Romo?

Sidonalitas ini sesuatu yang sedang disuarakan oleh Paus Fransiskus. Ada ajakan untuk menggereja secara sinodal. Saya sudah menjadi Jesuit selama 27 tahun dan saya  mengalami SJ sebagai sebuah kelompok yang bisa dikatakan egaliter. Jadi, senioritas itu bukan sesuatu yang mutlak.

Sejak saya frater, kami terbiasa hidup bersama dengan orang-orang senior, romo-romo sepuh, tanpa ada sekat atau pembeda, mendapatkan fasilitas yang sama. Ini yang membuat suasana di serikat lebih sederajat. Itu juga diencourage, para Jesuit senior. Mereka sangat ingin yang muda-muda itu aktif di dalam komunitas maupun karya, maka diberi ruang seluas-luasnya. Ini modal penting bagi sinodalitas saya rasa.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Untuk SJ, sinodalitas bukan hal baru. Kami terbiasa berelasi secara sederajat dan saling mengisi. Maka sinodalitas  dalam arti partisipasi di dalam perutusan bersama ini saya rasakan kuat dan ini diwujudkan lewat cara hidup sehari-hari, cara kerja, sampai sekarang ini misalkan kami punya rencana kerja 10 tahun kedepan itu dibuat sungguh-sungguh dari bawah, dari komunitas, lembaga-lembaga karya sampai akhirnya ke provinsi dan ke serikat universal.

Lalu Romo, karena SJ selalu ingin berkembang terus dan mengisi tiap-tiap sudut jalan. Bagaimana dengan perutusan bersama (Shared Mission)? Mengapa menjadi penting?

Konsep perutusan bersama ini sebenarnya bagian dari identitas kami sebagai Jesuit. Penghayatannya seperti ini, kita diutus sebagai teman-teman seperutusan. Itu istilah yang kami pakai. Spiritualitas Ignatian itu sangat menekankan perutusan bahkan ideal yang dulu dibayangkan St. Ignatius, para Jesuit hendaknya selalu berada di jalan, on the move. Harus sedang melakukan sesuatu. Selalu berada dalam gerakan menuju sesuatu.

Perutusan bersama itu sangat penting dan setiap kali, menanggapi perubahan zaman, perutusan bersama ini dirumuskan ulang. Dalam forum/institusi yang dinamakan Kongregasi Jenderal (KJ). Ini kayak rapat paripurna. Institusi tertinggi di dalam SJ. Dan ini tidak terjadi rutin, saking perutusan pentingnya bagi kami, kami tidak hobby rapat.  Rapat rutin serikat universal itu hanya dilakukan kalau dianggap perlu. Maka dalam 480 lebih tahun sejarah serikat Jesus, kita baru 36 kali mengadakan pertemuan bersama seluruh serikat.

Setiap kali terjadinya pertemuan itu, perutusan bersama  dirumuskan ulang. Yang terakhir tahun 2015, KJ ke-36, misi bersama sebagai serikat itu dirumuskan sebagai misi untuk bekerja demi keadilan dan rekonsiliasi.

Untuk yang Shared Mission, apakah juga berkorelasi dengan UAP?

Universal Apostolic Preferences (UAP) atau Preferensi Kerasulan Universal seperti GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang menjadi orientasi SJ untuk masa 10 tahun mendatang, sampai 2029.  Sebagai orientasi, UAP itu ada empat poin. Akan tetapi, selain empat ini, ada juga mengenai pertobatan yang perlu dilakukan mengenai cara kerja yakni kolaboratif.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Kita perlu bertobat agar bekerja secara lebih kolaboratif, melibatkan orang lain. Dalam hal ini, sekarang ada antusiasme besar untuk melibatkan rekan-rekan awam di dalam karya-karya SJ. Shared mission itu juga dipahami juga dalam arti, melibatkan awam yang sungguh menjadi keluarga besar dari SJ. Kami itu tidak punya ordo kedua atau ketiga. Ruang keterlibatan untuk orang-orang awam selama ini kan relasinya seperti relasi klerus dengan umat, bukan rekan sederajat. Sehingga, kami ingin Shared Mission menjadi semangat rekan awam juga.

Tahun ini, saya menugaskan satu orang imam Jesuit sebagai koordinator bagi formasi spiritualitas awam, karena kami ingin bekerja sama sebagai mitra, dalam perutusan bersama.  Kalau namanya perutusan bersama bukan posisinya kamu bawahan, saya majikan dong ya. Tapi kita sama-sama memikirkan memajukan perutusan ini, tentu dalam porsinya masing-masing. Semangat dasarnya adalah kami sama-sama dibakar dengan spiritualitas yang sama dan ingin terlibat. Shared Mission juga bisa diartikan bersama rekan awam kita ingin membangun Gereja dan masyarakat.

Tahun ini, SJ tengah merambah kerasulannya di wilayah Kalimantan, ada kebutuhan mendesak apa di sana sehingga SJ turut hadir?

SJ sebenarnya sudah hadir di bumi Kalimantan, zaman abad 20an, ketika misionaris asal Belanda datang ke nusantara. Ini bukan hal yang baru sama sekali.  Saya masih tahu dengan beberapa Jesuit yang masih hidup sampai sekarang, pernah bekarya seminari Nyarumkop, Kalimantan Barat. Sejak 2019 yang lalu, beberapa jesuit sudah ditugaskan ke Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Ketapang dan Keuskupan Banjarmasin. Kami melayani lembaga-lembaga milik keuskupan, seperti seminari, di pusat pastoral dan di komisi pendidikan.

Di tahun ini, kami mengirim Jesuit untuk berkarya di bakal paroki, Pra Paroki Santa Maria, Botong, Ketapang, Kalimantan Barat. Ini untuk mengawali Paroki SJ yang berada di Kalimantan.  Mengapa di Kalimantan? Kembali lagi, kami ingin terlibat di dalam hiruk-pikuknya bangsa ini. Kalimantan itu ditetapkan sebagai tempat atau calon ibu kota baru. Tentu, kami enggak mau jadi penonton saja, kami ingin terlibat di dinamika Kalimantan, bersama warga asli Kalimantan. Selain itu, SJ berencana untuk berkarya di lembaga pendidikan juga melalui pendidikan menengah dan perguruan tinggi di Kalimantan. Tahapnya sekarang sedang penjajakan.

Pater Jendral Arturo Sosa, SJ di dalam pesannya untuk 50 Tahun Serikat Jesus Provinsi Indonesia, mengajak agar dengan penuh hormat mendengarkan para perempuan dan mengajak mereka berbagi karunia dalam ragam kerasulan. Menurut Romo, mengapa secara khusus Pater Jenderal menaruh perhatian kepada isu perempuan?

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sebetulnya ini bukan dibuat khusus kepada SJ Indonesia. Seruan Pater Sosa ini ditujukan kepada seluruh Serikat, karena pada tanggal 8 Maret 2021 pada Hari Perempuan Sedunia, Pater Sosa membentuk komisi khusus di Roma yang tugasnya mengkaji peran dan tanggung jawab perempuan di dalam SJ.

Nah, kalau ditarik kebelakang lagi, keputusan Pater Sosa membentuk komisi ini karena pernah dimandatkan pada dekret dari Kongregasi Jenderal 34 diumumkan tahun 1995, dekret 14 yang berjudul “Jesuit dan Situasi Perempuan di dalam Gereja dan Masyarakat Sipil”. Waktu itu dipertanyakan oleh banyak orang, kenapa kongregasi laki-laki berbicara soal perempuan? Tetapi ternyata itu visioner.

Pater Arturo Sosa SJ (kiri) bertemu Paus Fransiskus.

Sekarang kita familiar dengan Gerakan Me Too di dunia barat. Gerakan yang memberikan penghargaan pada perempuan yang dipicu oleh serangkaian peristiwa skandal dan pelecehan perempuan. Maka ajakan Pater Sosa ini sungguh-sungguh tepat. Seruannya menjadi teguran keras untuk kami semua, agar memberi perhatian khusus.

Komisi khusus yang dibentuk oleh Pater Jendral berlangsung selama tiga tahun dan akan menghasilkan sebuah rekomendasi atau laporan yang menjadi kewajiban kami untuk melakukan implementasi. Semangatnya sekali lagi adalah membangun budaya hormat dan suasana aman bagi perempuan.

Tahun ini  SJ di Indonesia merayakan 50 Tahun Serikat Jesus Provinsi Indonesia dan memasuki Tahun Ignatian. Bagaimana Romo Beni memaknai kedua momen ini?

Kata kuncinya dari kedua momen ini adalah perubahan, pertobatan. Tema 500 tahun Pertobatan St. Ignatius adalah melihat segala sesuatu secara baru dalam Kristus, secara baru berarti harus berubah ya. Untuk tema 50 Tahun Serikat Jesus Provinsi Indonesia itu hasil modifikasinya yakni dibaruhi dan diutus dalam Kristus. Terkait semangat pertobatan ini ada kerangkanya yang pertama jelas yakni UAP. Ini menjadi kerangka pertobatan serikat di seluruh dunia. Di Indonesia, momen 50 tahun, juga menjadi momen pertobatan. Inilah kesempatan bagi kami, untuk melihat kembali, mensyukuri rahmat di masa lalu. Syukur-syukur 50 tahun berikutnya di Indonesia, kami lebih melayani Allah dan Gereja di tengah masyarakat.

Karina Chrisyantia/Felicia Permata Hanggu

HIDUP, Edisi No. 42, Tahun ke-75, Minggu, 17 Oktober 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles