HIDUPKATOLIK.COM – TAHUN ini Regio Sumatera mendapat tenaga atau energi baru dengan dua tahbisan uskup dan satu rotasi. Tahbisan baru adalah Uskup Sibolga, Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga pada 29 Juli 2021 dan Uskup Padang, Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX pada 7 Oktober 2021. Rotasi terjadi di Provinsi Gerejani Keuskupan Pelembang. Ketika Vatikan menerima pengunduran diri Uskup Agung Palembang (KAPal), Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ karena faktor usia, pada saat yang sama diumumkan pengangkatan Mgr. Yohanes Harun Yuwono untuk menduduki takhta Uskup Agung Palembang. Mgr. Yuwono sendiri saat pengumuman menduduki kursi di katedral Tanjungkarang, Lampung. Mgr. Yuwono tidak langsung meninggalkan Tanjungkarang karena ia masih diberi mandat sebagai Administrator Apostolik sampai terpilihnya uskup baru. Peralihan tongkat penggembalaan di Palembang (instalasi) akan digelar pada hari Minggu, 10 Oktober 2021.
Kehadiran uskup-uskup baru tentu saja menjadi kabar gembira bagi umat setempat mengingat peran sentral seorang uskup pada keuskupan/keuskupan agung yang bersangkutan. Uskup adalah gembala utama di setiap keuskupan. Otoritasnya sangat luas. Ia dibantu oleh para imam/diakon serta pelayan pastoral lain yang ditentukan oleh uskup yang bersangkutan.
Melalui kehadiran uskup-uskup baru, Gereja senantiasa diperbaharui. Seperti apa pembaruan akan berlangsung? Jawabannya ada pada arah atau kebijakan pastoral yang akan ditentukan sang uskup. Kendati hal itu sedikit banyak bisa dibaca dari lambang atau moto penggembalaan uskup yang sudah dirancang sebelum tahbisan atau instalasi.
Khusus untuk KAPal, bagi Mgr. Yuwono, wilayah ini tidaklah tergolong asing karena selama ini memang satu provinsi gerejani. Tentu saja, dinamika KAPal berbeda dengan dinamika di Keuskupan Tanjungkarang. Setidaknya, sebagaimana keuskupan-keuskupan lain, fondasi yang telah diletakkan oleh uskup-uskup pendahulu telah sedemikan kuat dan mendalam.
Setiap zaman punya tantangannya sendiri sebagaimana tejadi sekarang ini. Pergantian pimpinan ini berlangsung pada saat dunia, termasuk Indonesia, tengah mau recovery dari pandemi yang sudah mendera dua tahun terakhir ini. Suka atau tidak suka, strategi pastoral pun perlu bahkan harus menyesuaikan diri dengan ‘normal’ baru ke depan. Situasi dua tahun terakhir ini sudah membawa dampak yang perlu ditata kembali bagaimana pelayanan pastoral kepada umat musti dilakukan. Sinode atau Musyawarah Pastoral yang telah dirancang sebelumnya oleh para pendahulu misalnya, perlu ditinjau ulang.
Situasi baru ini tentu saja tidak mudah untuk dibaca sebagai suatu tanda-tanda zaman. Apalagi kapan pandemi akan berakhir pun tak ada pihak yang berani memastikannya. Dalam situasi ketidakpastian ini, umat membutuhkan pelayanan rohani dan sakramen-sakramen. Anak-anak dan terutama orang muda memerlukan tuntunan agar mereka tak tenggelam atau kehilangan orientasi dalam situasi terkini ini.
HIDUP, Edisi No. 41, Tahun ke-75, Minggu, 10 Oktober 2021