HIDUPKATOLIK.COM – Sinode Para Uskup 2021-2023 mengusung tema: “Untuk Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi dan Misi” yang dibuka oleh Paus Fransiskus pada 9 – 10 Oktober 2021. Sebagai ungkapan sinodalitas, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mengadakan pembukaan Sinode pada Perayaan Ekaristi Minggu Masa Biasa XXIX, 17 Oktober 2021.
Menurut Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo, setiap tiga tahun, Paus mengundnag Sinode para uskup sedunia untuk membicarakan hal-hal yang penting bagi kehidupan Gereja. “Sinode ini berbeda dibandingkan daripada sebelumnya. Biasanya hanya para uskup (wakil-wakil dari Gereja sedunia) yang dilibatkan dan diundang. Namun, kali ini Sinode disiapkan dengan mendengarkan gagasan atau usul-usul yang diharapkan datang dari berbagai keuskupan di seluruh dunia,” terangnya.
Dalam homilinya, ada dua pertanyaan yang direfleksikan oleh Kardinal Suharyo. Pertama, apa yang mendorong Paus Fransiskus tanpa kenal Lelah terus mencari jalan-jalan baru untuk memperbaharui Gereja?
Sejauh yang dipahami oleh Kardinal, sumber pembaharuan didalam diri Paus Fransiskus adalah pengalaman dasar yang mengenai Allah Yang Maha Rahim. Pengalaman ini diperoleh ketika Paus berusia 17 tahun, ketika ia membaca kotbah mengenai peristiwa panggilan Matius. Di dalam kotbah itu ditulis kata-kata: “Yesus memandang dia, dengan mata penuh kerahiman dan memanggil di”. Pengalaman dasar ini, pengalaman akan Allah Yang Maha Rahim, mendorong Paus untuk memutuskan untuk menjadi imam Jesuit.
“Pengalaman inilah yang menjadi dasar ketika beliau diangkat menjadi Uskup Argentina. Semboyan yang sama masih dipakai ketika beliau dipilih sebagai Paus. Kalau melihat lambang Paus, tertulis dengan Bahasa Latin, Miserando Atque Eligendo, artinya Yesus memandang dia dengan penuh kerahiman, dan memanggil dia,” tambah Kardinal.
Pengalaman dasar akan Allah Yang Maha Rahim merupakan transformasi diri yang akhirnya berbuah pada transformasi institusi yang terus berjalan. Bagi Kardinal, pembaharuan Gereja jelas di dalam cita-cita Paus Fransiskus, yakni menjadikan Gereja seperti rumah sakit di medan perang. Rumusan yang belum pernah terdengar dalam ajaran Paus manapun.
Pertanyaan yang kedua adalah, mengapa Paus memilih tema ini?
Menurut Kardinal, jawabannya, karena dalam perjalanan waktu, dengan membaca tanda-tanda zaman serta mengingat kembali pesan pokok Konsili Vatikan II, Paus Fransiskus sampai kepada kesimpulan, bahwa watak sinodalitas, adalah watak Gereja Katolik, dalam arti berjalan bersama-sama.
“Kalau kita sungguh berjalan bersama dan bersama dengan Yesus, kita boleh membayangkan dengan sendiri akan terbentuklah persekutuan yang lebih kokoh, maka semua yang di dalam persekutuan itu akan terdorong untuk berpartisipasi. Partisipasi akan semakin luas akan semakin aktif, maka akan terbuka jalan-jalan baru untuk misi dan evangelisasi yang semakin kreatif,” tuturnya.
Dalam Surat Pengantar Sinode KAJ, Sekretaris KAJ Romo V. Adi Prasojo menjelaskan untuk mewujudkan secara nyata sinodalitas Gereja, proses Sinode itu akan dilakukan secara bertahap dari Oktober 2021 hingga Oktober 2023. Proses sinode dimulai (Oktober 2021) dari Gereja Lokal (Keuskupan) yang hasilnya akan dikirimkan ke KWI (Maret 2022) untuk dikompilasi dan selanjutnya dikirimkan ke Sekretariat Jenderal Sinode Para Uskup di Roma (April 2022). Setelah itu Sekretariat Jenderal Sinode akan mengirimkan Instrumentum Laboris I (September 2022) untuk dibahas di tingkat regional atau kontinental, dalam hal ini di tingkat FABC (Konfederasi Para Uskup Asia). Kemudian hasilnya diserahkan ke Sekretariat Jenderal Sinode (April 2023). Setelah itu Sekretariat Jenderal Sinode akan menerbitkan Instrumentum Laboris II (Juni 2023) yang menjadi bahan Sinode pada Oktober 2023. Hasil dari sidang Sinode di Roma (Oktober 2023) akan menjadi Dokumen Akhir Sinode Para Uskup.
Karina Chrisyantia