HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 17 Oktober 2021 Minggu Biasa XXIX Yes.53:10-11;Mzm.33:4-5,18-19,20,22;Ibr.4: 14–16;Mrk.10:35–45.
SEMUA yang dikasihi Tuhan! Hendaklah kita selalu berkomunikasi dengan Tuhan secara rutin dan terus-menerus agar kita sungguh dapat mengenal dan mengalami kasih-Nya secara lebih mendalam dalam kehidupan sehari-hari. Sedari awal mula saat pemanggilan para murid yang pertama, Yesus Kristus sebagai guru sudah menegaskan berulang kali bahwa mengikuti Tuhan bukan pertama-tama mencari kemuliaan diri, posisi jabatan, kedudukan dan pangkat, apalagi harta benda. Akan tetapi, para murid belum sepenuhnya paham tentang maksud ini. Mereka tidak memahami maksud dan tujuan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia.
Yesus pun menegaskan kembali bahwa kedatangan-Nya untuk menyembuhkan yang sakit, mencari dan menemukan yang hilang, serta menyelamatkan dan mengampuni yang berdosa untuk kembali kepada Allah, Bapa-Nya. Ia juga berulangkali mengingatkan akan jalan penderitaan yang harus Ia alami sebagai konsekuensi ketaatan-Nya pada Bapa. Tujuan utama Yesus datang ke dunia bukan untuk menjadi raja seperti yang dipikirkan, tetapi untuk menjadi pelayan manusia demi kemualiaan Allah. Para murid atau pun kita malah seringkali sibuk berdiskusi dan memikirkan diri kita sendiri tentang posisi duduk di sebelah kanan atau kiri, bahkan dengan terang-terangan untuk berani meminta tempat dan posisi itu kepada Allah demi kemulian diri sendiri.
Setiap orang dipanggil untuk menjadi seorang pemimpin, namun tidak semua untuk menjadi pemimpin bagi banyak orang, paling tidak hanya di lingkungan keluarga kita atau pemimpin untuk dirinya sendiri atau atas hidupnya sendiri. Dalam Tuhan, menjadi pemimpin bukan pertama-tama untuk memperoleh kekuasaan, jabatan, keuntungan, dan sarat akan aneka kepentingan lain, tetapi untuk sebuah jalan pengabdian dan pelayanan kepada banyak orang. Inilah yang diajarkan oleh Yesus Kristus dengan mengatakan “Barang siapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya”(Mark.10: 43-44).
Sangat menarik gelar yang diberikan kepada Paus kita yaitu “Servus Servorum” yang berarti seorang Hamba/Abdi yang selalu siap melayani, pelayan dari pelayan. Kekuasaan yang yang dimiliki Paus sebagai pemimpin seluruh umat Katolik dunia, bukan untuk menguasai dan dilayani, tetapi untuk melayani dan mengasihi sesamanya. Semakin tinggi kepemimpinan di gereja Katolik atau semakin tinggi Tahbisan yang diterimanya adalah semakin rendah lagi memilik kekauasaan/daya untuk memerintah, tetapi sebaliknya semakin besar untuk menjadi pelayan dan menjadi hamba Allah melalui sesama (Servus Servorum Dei). Seorang pemimpin di Gereja Katolik selayaknya menjadi pelayan bagi semua, maka ia: (1) penting dan perlu untuk mengunjungi mereka yang ia pimpin; (2) menghormati semua orang dan tidak mencari hormat untuk kepentingan namanya sendiri; (3) melayani siapapun dengan ikhlas dan rela, bukan untuk untuk mencari harta benda atau berbalik minta dilayani; (4) Lebih dulu mengasihi sesama daripada mencari untuk dikasihi oleh sesama; (5) yang paling utama adalah tidak membalas perbuatan-perbuatan yang menyakitkan hatinya, tetapi lebih dengan murah hati untuk mengampuninya.
Perlu diingat juga ada banyak paham tentang kebaikan Tuhan yang berseliweran, salah satunya tentang teologi kemakmuran. Pandangan ini beranggapan bahwa Tuhan mencintai dan dekat dengan kita jika Ia mengabulkan langsung setiap permintaan atau memberikan kita kemujuran, kekayaan, dan kesehatan, hidup tanpa hambatan atau kendala penderitaan (salib). Padahal pencobaan dari Tuhan merupakan kesempatan bagi kita untuk melayani sesama dan penderitaan (salib) karena Tuhan ingin menempa dan mengajari serta memberi jalan yang pasti menuju kepada kerajaan-Nya. Ini dicontohkan oleh teladan hidup Yesus sendiri yang sempurna sebagai Hamba yang taat dan setia. Maka pertanyaan penting dari Yesus adalah, “Apakah kita mampu mengikuti-Nya dengan segala konsekuensinya?” Semoga bacaan-bacaan hari Minggu ini bisa menjadi pengingat bagi kita, bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin yang bijaksana bertindak. Ia harus menjadi pelayan dari pelayan bagi sesamanya.
“Dalam Tuhan, menjadi pemimpin bukan pertama-tama untuk memperoleh kenikmatan duniawi, tetapi untuk sebuah jalan pengabdian dan pelayanan kepada banyak orang.”
HIDUP, Edisi No. 42, Tahun ke-75, Minggu, 17 Oktober 2021