HIDUPKATOLIK.COM – TENTARA Maria masing-masing dipanggil dengan cara yang unik. Sang Panglima Legio Maria, Santa Perawan Maria Terberkatilah yang menuntun para tentaranya berdasarkan talenta yang Allah berikan. Dalam buku pegangan Legio Mariae, seorang mantan Pemimpin Rohani dari Konsilium Legions Mariae, Pastor Thomas P.O Flynn, CM memberikan catatan tambahan berupa Legio secara sistematis menggunakan jasa dari anggota-anggotanya yang memiliki kelebihan (red talenta). Meskipun menghindari penekanan yang ekstrim untuk belajar, Legio berusaha dengan cara yang tepat untuk memberi tugas yang sesuai dengan kerasulan masing-masing. Namun tujuan utamanya ialah menyediakan kerangka kerja yang dapat dipakai oleh Legio untuk mengajak umat Katolik, “Mari bawalah talenta yang kau miliki; kami akan mengajari kamu untuk mengembangkannya dan menggunakannya bagi kemuliaan Allah melalui Maria” (Hal.73).
Sarana umum yang penting dipakai oleh Legio Maria untuk mewujudkan ini kepada para legioner ialah pelayanan pribadi yang berlangsung di bawah naungan Roh Kudus, dengan Karunia Ilahi sebagai prinsip dukungan yang terwujud, Kemuliaan Allah dan penyelamatan jiwa sebagai batas dan tujuan akhir. Maka, penyucian dirilah yang ingin ditingkatkan Legio Maria dalam diri para anggotanya sekaligus merupakan sarana pokok untuk berkarya merujuk pada perkataan Yesus dalam Injil Yoh.15:5. Kesucian pribadi menjadi penting sebab kesucian Gereja itu tiada hentinya tampil dan harus nampak pada buah-buah rahmat yang dihasilkan oleh Roh dalam kaum beriman. Gereja harus menyajikan di dunia ini kesaksian dan teladan ulung tentang kesucian itu (Lumen Gentium 39).
Selain itu untuk mendukungnya, Legio lebih mengutamakan memberikan “cara hidup” kepada anggota-anggotanya dari pada “cara kerja”. Ini dilakukan melalui penyediaan suatu sistem yang sangat teratur. Konsekuensinya Legio menuntut agar setiap bagian dari peraturannya dilaksanakan dengan semangat dan pengamatan yang cermat. Melalui ini Legio menjanjikan sebagai balasannya suatu ketekunan dan pertumbuhan nyata dalam kesempurnaan hidup kristiani seperti iman, cinta kasih pada Maria, keberanian, pengorbanan diri, persekutuan, semangat doa, kebajikan, ketahanan, kepatuhan, kerendahan hati, sukacita, dan semangat merasul.
Mendapat Kejutan
Elang Diawan Ervita Putera asal Paroki Kramat Gereja Hati Kudus Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) tidak pernah menyangka akan ada kejutan yang menantinya. Kejutan ini berupa sebuah permintaan untuk menjadikan pria berkacamata yang akrab disapa Elang ini menjadi Asisten Pemimpin Rohani (APR) Senatus Jakarta Bejana Rohani. “Ya ini bukan cita-cita saya menjadi APR. Tidak pernah mengharapkan atau membayangkan. Saya merasa ini sebuah perutusan yang tidak ringan karena mengandung tanggung jawab moral,” ungkapnya saat dihubungi via zoom pada Selasa, 14/9/21. Permintaan menjadi APR ini didasarkan dari pengamatan Pemimpin Rohani bahwa Elang memiliki pandangan-pandangan yang sangat ‘ecclesias’ atau kegerejaan sehingga sangat dibutuhkan untuk memajukan Legio. Atas dasar ini, Anggota Tim Karya Parokial, Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta ini pun mengiyakan dan mulai berkarya bersama saudara-saudara di Legio. Dengan penuh syukur ia berujar, “Saya mensyukuri bahwa saya telah boleh menjadi seorang APR yang dipercaya oleh teman-teman semua juga oleh sahabat para imam di keuskupan ini.”
Tajamnya kepekaan gerejawi Elang ini turut diaminkan Ketua Senatus Jakarta Bejana Rohani, Laurensia Jeny T. Dewi. Jeny akrab disapa, membeberkan bahwa Elang adalah salah satu pencetus K2O dan yang gigih memperjuangkannya. Dijelaskan Elang, K2O merupakan singkatan dari Kekatolikan, Karakter Marianis, dan Organisasi. K2O diajukan karena ia ingin mendorong Legio menjadi kelompok yang bukan sekadar “kelompok orang saleh”, sebatas dalam hidup doa saja. Ini diilhaminya dari pengertian Gereja yang diberikan oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo yang menyatakan bahwa Gereja adalah persekutuan dan gerakan. Gereja yang adalah persekutuan di mana paguyuban umat beriman saling berkomunikasi, berempati dalam posisi harkat dan martabat yang sama. Sedangkan gerakan berarti Gereja adalah komunitas yang bergerak. Gerakannya itu bersama yang diterjemahkan dalam Rencana Strategis (Renstra) sebagai upaya bergerak dari masa lalu ke masa kini.
Dengan demikian, Legio Maria harus juga menjadi persekutuan dan gerakan yang bergerak pada tiga rel yakni K2O. Tujuan ranah pengembangan ini kembali dijelaskan Elang agar Legio berkembang pada ranah aspek kekatolikannya, aspek individu yang memiliki pribadi berkarakter marianis, dan aspek organisasi. Aspek kekatolikan berarti semangat kekatolikannya harus ditingkatkan agar sensus ecclesia (kepekaan gerejawi) legioner semakin tajam sehingga Legio sungguh menjadi perpanjangan tangan Gereja. “Jadi Gereja merasakan, berpikir, bertindak apa, maka Legio harus merasakan, berpikir, dan bertindak yang sama,” tegas Elang. Kemudian pada aspek karakter diharapkan para legioner memiliki karakter Ibu Maria yang rendah hati, setia, pekerja keras dan tangguh. “Saya yakin Ibu Maria adalah pribadi yang tahan kritik,” imbuhnya. Sehingga dengan karakter ini bersedia untuk berjerih lelah meluaskan kabar gembira. Lalu aspek organisasi penting agar semakin dikenal oleh umat luas dengan mengelola organisasi kian bermutu berdasarkan semangat Keluarga Kudus Nazareth. “Organisasi Legio Maria harus dilihat sebagai komunitas seperti Keluarga Kudus yang didalamnya saling mencintai, mendukung, menumbuhkan bukan menghakimi, tetapi sebagai sebuah keluarga,” tuturnya.
Dalam perjalanannya bersama Legio, Elang mendapatkan begitu banyak rahmat, antara lain rahmat untuk mengerti dan menyadari bahwa Maria adalah pribadi yang istimewa dikasihi Allah karena ia yang paling mengenal Yesus sebagai seorang Ibu dan pribadi yang memiliki iman paling sempurna tentang siapa itu Allah. “Ketika manusia belum belajar Teologi, Kristologi, dan segalanya, Maria telah mengerti bahwa bayi yang dikandungnya adalah Allah sendiri,” jelasnya. Ia juga menimba rahmat untuk bisa menikmati Doa Rosario dan Ekaristi. “Banyak orang untuk menikmati Ekaristi susah sekali dan saya bersyukur bisa menikmati itu karena Ibu Maria,” akunya.
Rahmat Melayani
Wakil Ketua Regia Medan, Ratu Para Syahid, Yustinus Sukisno juga memperoleh banyak rahmat dalam Legio. Perjalanan Yustinus bersama Legio di mulai saat ia pindah ke Medan. Rencana Tuhan, ia bergabung ke paroki di mana Legio menjadi tempat pertama kali berdirinya Legio Maria Indonesia. Di sana ia mendapat undangan untuk berdoa Rosario oleh sahabatnya yang kini telah menjadi seorang Bruder SVD di Surabaya. Awalnya ia agak kebingungan mengapa cara berdoa Rosario dalam Legio agak sedikit berbeda. Ia pun dibekali oleh Ketua Presidium Bunda Hati Kudus kala itu sebuah buku pegangan Legio Maria. Dari sana ia mengenal dan menjalani. Apalagi, ia kian tertarik dengan tradisi bercerita dalam rapat tentang apa yang telah dikerjakan saat diutus melayani. Mendengar kisah dari para Legioner ini membuatnya kian terbakar. Ia pun diterima menjadi anggota Legio Maria pada tahun 1984.
Legio Maria juga membukakannya pada pintu rahmat untuk melayani. Ingin dekat dengan Sabda Tuhan, Yustinus aktif menjadi Lektor. Ia juga senang sekali ketika mendapat perutusan untuk membangkitkan kembali presidium yang lemah. Ia berkisah pernah di utus ke Paroki Bunda Penolong Abadi untuk menolong presidium di sana. Selama sekitar dua tahun hanya ada dua orang yang berdoa di Legio, yakni Perwira dan dirinya. Dengan kesabaran dan penuh iman bersama-sama mereka mulai menata kembali sembari bekerja sama dengan Pastor Paroki untuk menghidupkan kembali Legio di paroki tersebut. Berkat rahmat Tuhan, presidium di sana kembali hidup.
Selanjutnya dengan penuh haru ia mengisahkan perjalanannya mendampingi seorang bapak yang sudah tua sekali. Keluarganya sudah patah arang mengurus bapak itu. Iba, Yustinus dengan lembut mendampingi bapak itu. Mengajaknya berbicara, membacakan Kitab Suci, lalu mengajaknya berdoa Bapa Kami. Ia juga sering meminta sang bapak untuk aktif memegang bola kecil agar tangannya tidak kaku. “Saya sadar, rasa kasih dan kegigihan ini adalah karya Bunda Maria dalam hidup saya,” ungkapnya tulus. Suatu ketika, sang bapak yang sudah tidak bisa bergerak itu memberitahu Yustinus bahwa ia minta untuk diantarkan ke Panti asuhan yang merawat anak-anak tunatera milik suster KSSY. Paginya bapak itu koma dan ia langsung datang menjenguknya. Di saat Yustinus hadir itu, sang bapak langsung menghembuskan nafas terakhirnya. Pengalaman ini membuatnya semakin menyadari betapa penyertaan Bunda Maria sungguh luar biasa kepada anggota Legio Maria. Ia berujar, “Ketika kita meneladani Bunda Maria, kita meneladani kerendahan hatinya, kesetiaannya, dan kita menjadi tangguh dalam iman.”
Tak Mau Berpisah Lagi
Ketua Kuria Ratu Damai Bandar Lampung, Elisabet Novi Lestari turut mengisahkan sedari usia enam tahun ia telah bergabung di Legio Maria pada tahun 1986. Sejak kelas satu SD hingga SMP ia bergabung dengan Legio di suatu paroki di pedesaan terpencil, Paroki Santo Petrus Kalirejo yang waktu itu masih tergabung dengan Keuskupan Tanjungkarang. Novi kecil waktu itu hanya memahami jika ikut Legio ia punya banyak teman dan bisa bergabung di Misdinar. Sayang, setelah lulus SMP ia pun pindah ke kota dan tidak mengikuti Legio karena tidak tahu. Kevakuman ini berjalan terus hingga ia menikah dan memiliki buah hati. Melewati 20 tahun tanpa Legio Maria membuat hatinya gundah gulana.
Suatu ketika di Minggu pagi saat menunggu anaknya di gereja yang sedang belajar untuk persiapan Komuni, ia berdoa. “Tuhan saya rindu dengan Legio Maria, saya tidak tahu gimana caranya bisa ikut lagi,” ucapnya lirih. Saat menunggu itu, anak perempuanya berujar, “Mama tadi ibu-ibu di sana bawa buku doa kayak yang ada di meja doa Mama.” Pikirannya berkecamuk ingin mencari tahu, ia hanya ingat Doa Tesera yang ada di meja doanya. Ia pun pergi melangkahkan kaki untuk menghampiri perkumpulan itu. Sontak matanya berlinang air mata ketika melihat altar khas Legio Maria. “Ya Tuhan ini mutiara yang saya cari, ternyata ketemu,” ungkapnya dalam hati. Segera Novi berdoa dalam hati, “Bunda Maria jangan tinggalkan aku, jangan pernah tinggalkan aku, Ya Tuhan, saya tidak mau hilang seperti 20 tahun yang lalu. Aku siap diutus kemanapun, aku rela dan siap.” Sejak 2014 itulah Novi aktif di Legio Maria hingga sekarang.
Umat Paroki Kedaton Gereja St Yohanes Rasul, Bandar Lampung ini menegaskan alasannya mengapa jatuh cinta pada Legio Maria. Dikatakan, Novi jatuh hati dengan rapatnya yang sesuai dengan semangat Gereja, berkumpul untuk menghadirkan Roh Kudus. Kemudian ada pengajaran, sharing, dan perutusan. Di dalam perutusan itu banyak pengalaman yang bisa dipetik seperti pengalaman ditolak dan diremehkan. Cemoohan seperti, “apa sih Legio Maria cuman kunjungan orang sakit doang” kerap ia temui. Tetapi pengalaman inilah yang memurnikan hatinya untuk tulus melayani dan kuat dalam komitmen. Baginya, Legio Maria itu sederhana, tidak banyak kata, namun bisa membuktikan bahwa kita mampu melakukan hal apapun yang di mata manusia mustahil untuk dilakukan sebab kita punya Panglima Bunda Maria. Mengikuti jejak Bunda Maria yang mengungkapkan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu” menjadi saluran rahmat bagi kita agar sepertinya tidak takut dan khawatir, namun percaya kepada penyertaan Allah. Inilah rahasia sukacita itu.
Melihat Sosok Bunda Maria
Sama halnya, Yosef Prihanto pertama kali mengikuti Legio Maria ketika duduk di bangku SMA di tahun 1997 di Semarang, Jawa Tengah. Awalnya Yosef hanya ikut-ikut saja karena diajak oleh kakak kelasnya. Terkesan membosankan ketika mengikuti kegiatan di Legio Maria. “Ribet. Doanya harus berlutut, setelah doa, jadi capek dan sakit,” ungkapnya. Kendati demikian, ia dengan senang hari melakukan kunjungan – kunjungan ketika diajak.
Pada tahun 2005, Yosef pindah ke Cimahi, Bandung, Jawa Barat untuk bekerja. Saat di Cimahi, ia langsung menanyakan Legio Maria di paroki terdekat. Sejak itu, Yosef aktif di Legio Maria termasuk termasuk di komisium Bandung. Menariknya, ia mendapakan pasangan hidupnya juga di Legio Maria. “Tahun 2013 – 2019 saya berpelayanan sebagai Ketua Komisium Bandung. Sekarang, saya menjadi anggota di Presidium Ratu Para Orang Kudus, Cimahi,” tambahnya.
Banyak hal positif dalam membangun kepribadian Yosef selama berproses di Legio Maria. Menurutnya, dulu komunitas Katolik yang berkembang di Cimahi tidak banyak, diantaranya ada persekutuan doa. Namun karena bapak beranak dua ini merasa Legio Maria-lah yang membentuk pribadinya, ia memutuskan untuk bergabung lagi disitu. “Pertama – tama, Legio Maria termasuk organisasi yang disiplin. Contoh, mulai dari rapat ya. Mulai dan selesai tepat waktu, kayak di kantor, waktunya harus on time,” ujarnya. Kedua, legio mengajarkannya untuk lebih tekun dalam doa. “Dulu saya merasa Doa Rosario itu kok lama banget gitu. Lama kelamaan malah menikmati Doa Rosario, sekarang bisa setiap hari,” jelas Yosef.
Selain itu, ada sukacita yang luar biasa yang ia rasakan ketika melakukan kunjungan – kunjungan ke rumah lansia atau ke rumah sakit, menyapa dan mendengarkan cerita-cerita mereka. Yosef mengungkapkan bahwa seringkali ia melihat keteladan yang bisa dipelajari dari para legioner lain. “Saya melihat sifat-sifat Bunda Maria, sering saya temukan, dalam diri rekan-rekan legioner. Ya artinya melihat keteladanan dari mereka itu membuat saya semakin bersemangat dalam karya Legio,” tuturnya.
Walaupun sekarang aktif di ranah presidium, Yosef masih menjalin komunikasi dengan rekan-rekannya di dewan presidium di Bandung. Sejak pandemi, karena tidak boleh beraktivitas, praktis aktivitas Legio Maria diusahakan secara daring. Menurut Yosef, tiga bulan pertama masih stuck karena bingung. Kemudian muncul aplikasi meeting seperti Soom, Google Meet, dan sebagainya. Mereka menggunakan itu untuk rapat rutin atau video call melalui WhatsApp.
“Fenomena yang menarik yang saya temukan, di daerah Buah Batu ada muncul satu presidium itu anggotanya baru ketemu secara virtual, belum pernah ketemu tatap muka dan sudah berjalan hamper setahun. Sampai sekarang, kunjungan Legio Maria di Bandung dilakukan via daring, contoh mengunjungi oma dan opa melalui video call. Itu sudah mulai dibudayakan,” tutup umat Paroki St. Ignatius, Cimahi ini.
Didampingi Bunda Maria
Sama seperti Yosef, Agustinus Didik Setijanto bergabung dengan Legio Maria sejak duduk di bangku SMA, di Malang, Jawa Timur. Ketika itu Didik diajak bergabung oleh kepala sekolahnya. Lambat laun Didik berpindah domisili di Balikpapan.
Menurut Ketua Kuria Bejana Kebaktian Balikpapan Keuskupan Agung Samarinda ini
setelah perjalanan kurang lebih 25 tahun ini Kuria Kebaktian Balipapan ini akhirnya memekarkan diri, ada kuria yg dibentuk yaitu Kuria Dahor di tahun 2015 kemudian Kuria Benteng Perdamaian memekarkan diri juga ke Tanjung Selor membentuk Kuria Bejana Kerahiman Tanjung Selor.
Bagi Didik, di Kalimantan Timur ini kondisi secara geografis lumayan sulit. Untuk kunjungan – kunjungan, lokasinya satu dengan lain cukup jauh. “Setiap kali kunjungan transportasinya bisa melalui jalur darat, udara bahkan laut. Misalkan kunjungan ke daerah Tanjung Selor, itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, kami sadar walupun jauh, tetap areanya Bunda Maria harus diwartakan.
Umat Paroki St. Klement-1 Sepinggan Balikpapan ini meyakini bahwa Bunda Maria mendampinginya dalam berpelayanan di Kalimantan Timur. “Saya yakin pasti Bunda Maria dan Tuhan Yesus selalu mendampingi saya di dalam tugas pertusan. Perjalan ini terbukti bisa berjalan terus dan karya ini juga tidak berhenti disini. Kami disini sudah punya rencana untuk membetuk kuria-kuria baru di pedalaman Kalimantan. Dalam merayakan 100 tahun Legio Maria, kami yang tergabung dalam Senatus Jakarta mengusung subtema, ‘Siap diutus untuk ke pedalaman’. Kuria Bejana kebaktian juga ikut mendukung kegiatan dari Senatus Jakarta,” ungkap Didik.
Akhirnya dalam Buku Pegangan, setiap anggotanya diingatkan bahwa pelayanan dalam Perkumpulan Maria ini harus dinilai tidak berdasarkan pentingnya jabatan yang dipegang, tetapi berdasarkan kadar semangat adi-kodrati dan semangat dalam Maria dengan mana anggota mengabdikan diri dengan penuh kepatuhan kepada tugas yang diberikan, meskipun mungkin tugas itu begitu sederhananya, begitu tidak diketahui orang (Petit Traite de Marialogie: Marianiste). Dengan demikian, para Legioner terus menerus berkanjang dalam iman, harapan, dan kasih dibalut dengan ketaatan dan sukacita penuh berjalan bersama Maria menuju Kristus.
Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia
HIDUP, Edisi No. 30, Tahun ke-75, Minggu, 26 September2021