web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Momen 100 Tahun Legio Maria, Oleh Para Legioner Ingin Diberi Makna Mendalam Menuju 100 Tahun Berikutnya

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DI usia ke-100 tahun, Legio Maria di Indonesia telah berkembang di 33 provinsi, 35 keuskupan, dengan jumlah legioner sebanyak 66.000 orang di dalam naungan tiga Dewan Senatus di Indonesia, yaitu Senatus Bunda Maria Karmel, Malang, (5 Juli 1964), Senatus Bejana Rohani, Jakarta (29 Maret 1987) dan Senatus Maria Diangkat ke Surga, Kupang (8 September 2019).

Penandatanganan kanvas Legio Maria oleh Uskup Agung Pelembang/Administrator Apostolik Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono (sebelah kanan patung) di Gereja Santa Maria Imaculata, Way Kandis, Lampung, 11 Maret 2021. (Foto: Dikpri)

Jika ditelisik, Legio masuk di Indonesia pertama kali di Kota Medan, Sumaterara Utara (Sumut), tahun 1951. Ketika itu yang memperkenalkan adalah seorang legioner dari Universitas Hongkong  bernama Theresia Shu. Dari Medan menyebar ke Sidikalang (Kebupaten Dairi, Sumut), Padang (Sumatera Barat), Pekanbaru (Riau), Tanjungkarang (Lampung) dan Pangkalinang (Kepulauan Bangka Belitung). Legio juga menyebar ke Pontianak, Singkawang, Sambas (Kelimantan Barat) dan terus ke arah Timur, Maumere, Flores,  Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada tahun 1952, Pastor Paul Janssen, CM yang baru kembali dari Filipina (tempat Legio Maria berkembang dengan pesat) mendirikan Presidium (kesatuan Legio Maria) pertama di Kediri. Setelah itu, meluas ke Surabaya, Malang, Blitar dan Madiun pada tahun 1953.

Wakil Ketua Senatus Malang, Hotmaida Sidauruk, akrab disapa Hotma, mengungkapkan dalam perkembangannya, mulai dibentuk Dewan Legio yaitu Kuria Malang pada tahun 1954 dan ditingkatkan statusnya menjadi Komisium Malang pada tahun 1961. “Ada yang menjadi salah ciri khas, sebagai sebuah kerasulan awam, Legio memiliki dewan pengurus serta tingkatannya,” tambah umat Paroki Santo Andreas, Malang ini ketika dihubungi melalui daring, Selasa, 14/9/2021.

Tingkat pertama adalah presidium (ranah paroki). Berdasarkan Buku Pegangan Resmi Legio Maria, jika di suatu kota/daerah sudah ada dua presidium atau lebih maka harus dibentuk Dewan Kuria.

Di tingkat selanjutnya ada komisium. Komisium bertugas mengasuh dewan kuria dan presidium. Setelah berkembang lagi, maka ditingkatkan menjadi dewan regia. Regia bertugas mengasuh komisium, kuria dan presidium.  Di atas regia ada dewan senatus yang mengasuh regia, komisium, kuria dan presidium. “Konsilium merupakan Dewan Pimpinan Pusat dan hanya satu di Dublin, Irlandia,” jelas Hotma.

Berkembang Pesat

Setelah menjadi Komisium Malang, tiga tahun kemudian Konsilium melihat bahwa Legio sangat berkembang pesat. Sehingga diputuskanlah Malang untuk menjadi sebuah Senatus yang mengasuh semua daerah di Indonesia.

“Anggota Legio di daerah Jakarta dan Bandung terus bertumbuh.  Saat itu, Senatus Malang merasa tidak mampu mendampingi lebih maksimal, sehingga tahun 1987, atas usulan dari Senatus Malang, Konsilium menyetujui berdirinya Senatus kedua, yakni Senatus Bejana Rohani, Jakarta,” ungkap Hotma.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Maka kedua senatus ini mempunyai wilayah bimbingan masing-masing. Senatus Malang mengasuh wilayah Sulawesi, NTT, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Senatus Jakarta mengasuh wilayah Sumatera, Kalimantan, Jakarta dan Jawa Barat. Kendati demikian, menurut Hotma, Senatus Malang dan Jakarta selalu bekerja sama, artinya dalam segala tugas dan misi-misi Legio. Hotma menyakini bahwa senatus-senatus ini membuat kegiatan yang selaras dengan Gereja.

Legio semakin berkembang di NTT khususnya di Flores dan Kupang. Menurut Hotma, di sana banyak anggota dan betul-betul militan sehingga ditingkatkan statusnya menjadi regia yakni Regia Maumere dan Regia Kupang.  Pada tahun 2019, Senatus Malang merasa tidak mampu mengasuh kedua regia ini. Maka konferensi nasional pada saat itu memutuskan untuk melahirkan satu ‘anak’ lagi.

Menilik sejarahnya, Legio Maria sudah ada di NTT sejak 1957. Ketika itu lahir presidium pertama di Maumere, Flores. “Sebetulnya, tahun 2017 ketika Konferensi Regional, Dewan sudah mewacanakan pembentukan senatus ketiga di Indonesia. Persiapannya cukup panjang sampai akhirnya 8 September 2019 disahkan. Berdasarkan sensus pada tahun 2019, ada 33.577 legioner,” tutur Wakil Ketua Senatus Kupang, Maria Dolorosa Badjowawo.

Maria mengungkapkan bahwa Senatus Maria Diangkat ke Surga, Kupang baru saja merayakan ulang tahun kedua di tahun 2021. “Acaranya kami gabung bersama HUT 100 tahun Legio Maria, yakni Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Saat menyongsong 100 tahun, kami juga ikut berpartisipasi dengan kegiatan dari Senatus Jakarta. Untuk Senatus Kupang, kami melaksanakan berbagai kegiatan seperti, webinar, lomba membuat video motivasi, dan sebagainya,” tambah umat Paroki St. Yoseph Pekerja Penfui, Kupang ini.

Bangun Persaudaraan  

Pada kesempatan yang sama Ketua Senatus Bejana Rohani, Jakarta, Laurensia Jeny T. Dewi menyampaikan berdasarkan data sensus dua tahun yang lalu, yang tergabung di Senatus Jakarta ada 17 keuskupan, 18 provinsi dan 18.847 legioner.

Menurut Jeny, tahun 2016 Senatus Jakarta mempunyai program atau titik fokus disebut K20, yakni pengembangan iman, karakter, dan organisasi. “Maka bagaimana kami sebagai legioner mempunyai iman yang tangguh dan sungguh bersumber pada Gereja Katolik dengan doa dan kegiatan yang selaras dengan Gereja maupun dengan Legio lainnya,” terangnya.

Misa Acies di Paroki St. Lukas, Keuskupan Samarinda, 1 Juni 2021. (Foto: Dokpri)

Keselarasan ini dilihat pula oleh Hotma dalam kegiatan menyongsong 100 tahun. Senatus Malang, Senatus Jakarta dan Senatus Kupang menyambut momen ini penuh sukacita dan merangkai beragam kegiatan. “Untuk event 100 tahun kami bekerja sama, saling mendukung dan mengisi. Senatus Malang mengadakan novena setiap bulan dan itu diserahkan oleh dewan-dewan asuhan untuk menyelanggarakan. Kemudian ada lomba cover lagu, webinar, dan seterusnya.  Kami juga melaunching buku pegangan Legio Maria yang baru melalui daring,” ungkap Hotma.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Ketua Panitia 100 Tahun Legio Maria – Senatus Jakarta, Erwin Rinaldi sangat tersentuh ketika melihat respons yang luar biasa dari berbagai daerah ketika Senatus Jakarta mengadakan berbagai macam acara dalam menyongsong momen 100 tahun, salah satunya lomba kor daring St. Yusuf se-Indonesia. “Para legioner dari kawasan Timur, menyanyikan lagu St. Yusuf mengenakan pakaian adat. Di Sumatera juga ada peserta yang  mengenakan pakaian adat dan mengarak patung St. Yusuf sebelum bernyanyi. Padahal panitia di Jakarta tidak menentukan syarat harus mengenakan pakaian adat. Hampir 1000 legioner yang berpartisipasi dalam lomba ini dan tanpa menanyakan apa hadianya,” tuturnya semangat.

Kegiatan lain Senatus Jakarta adalah safari kanvas Legio. Kanvas ini ditandatangi oleh 17 uskup yang ada di wilayah Senatus Bejana Rohani, Jakarta. Bagi Erwin, safari ini merupakan gerakan untuk menyatukan para legioner agar semakin erat lagi. “Seperti obor olimpiade. Jadi selalu dinyalakan kemudian keliling dunia untuk mempersatukan dunia dan memberi tanda bahwa ada olimpiade. Begitu juga dengan kanvas ini, untuk memberitaukan para legioner bahwa kita sudah umur 100 tahun,” tutur umat Paroki St. Kristoforus, Grogol, Jakarta.

Sekitar awal September, menurut Erwin, ketiga Senatus yang ada di Indonesia serentak melakukan Novena yang diakhiri dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh uskup di keuskupan yang bersangkutan. “Kegiatan seperti ini sangat membangun persaudaraan dan persatuan di antara kami. Sungguh saya merasakan rantai yang amat kuat. Itulah artinya Tessera. Tessera artinya rantai. Rantai itu semakin kuat. Kami berharap saat kami memasuki 100 tahun kedua nanti, rantai itu semakin kuat dan semakin banyak,” pungkas Erwin.

***

Sekolah Kerendahan Hati
Hotmaida Sidauruk
Wakil Ketua Senatus Malang

“SELAMA ikut Legio Maria, saya merasakan sukacita penuh yang saya dapatkan dari para legioner. Mereka saling menguatkan, mendukung dan mendoakan. Bagi saya, Legio merupakan sekolah kerendahan hati, kapan lulusnya? Enggak tahu. Di Legio, saya belajar rendah hati kemudian belajar disiplin serta mendengarkan orang lain, artinya sampai saat ini saya masih sekolah di Legio.”

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Bikin Jatuh Cinta
Maria Dolorosa Badjowawo
Wakil Ketua Senatus Kupang:

“SEJAK 1996 saya kenal Legio dan langsung jatuh cinta. Sehingga ingin terus menjadi prajurit Maria. Dengan mengikuti doa Rosario dalam acara rapat dengan berlutut dan sebagainya, bikin semakin jatuh cinta. Secara pribadi saya  merasa mendapatkankan banyak bantuan dari Bunda Maria ketika berproses di dewan presidium hingga saat ini. Bahkan, perkembangan dan peningkatan status regia menjadi Senatus Kupang itu juga tidak terlepas dari campur tangan Bunda Maria serta sahabat-sahabt dari  senatus induk.

Proses Bermati Raga
Laurensia Jeny T. Dewi
Ketua Senatus Jakarta


“BUAT saya, dari rangkuman perjalanan itu mengapa masih stay di Legio selama 20 tahun, karena Bunda Maria adalah tempat untuk belajar apapun bagi saya. Saya menumbuhkan iman, belajar mengembangkan karakter lewat spiritual dan kedisplinan di Legio. Sharing di pertemuan setiap minggu dengan tugas-tugas rutin justru membentuk saya untuk tekun,disiplin dan tentunya menumbuhkan iman. Lewat Legio, saya dibawa pada proses bermati raga. Bermati raga artinya bukan suatu yang tidak kamu sukai bahkan yang kamu benci pun bisa menjadi tempat di mana kamu bisa menemukan Tuhan.”

Takkan Pernah Tinggalkan
Erwin Rinaldi
Ketua Panitia 100 Tahun Legio Maria – Senatus Jakarta

“SAMA seperti Jeny, saya ikut Legio dari tahun 1994. Saya suka Legio karena hierarkinya yang teramat jelas dan taat. Ada seorang imam mengatakan kepada saya bahwa Legio bisa 100 tahun ini karena kesetiaan dan ketaatan mereka terutama.

Yang membuat saya berkesan ketika tahun 2006, istri saya hamil. Pada kehamilan bulan ke-5, dokter mengatakan bahwa jika diteruskan, anak saya ini tidak normal. Opsinya saat itu adalah menggugurkan. Legioner-legioner di Paroki Kristoforus, Grogol, Jakarta Barat menuntun saya dan mengatakan seperti ini, “Erwin jangan gugurkan, kamu harus menaruh harapan setinggi-tingginya, tidak ada yang salah dengan janin bayi itu, dan kita semua dilarang membunuh. Saya mau mengatakan bahwa Legio Marialah yang menjaga supaya ajaran dan iman Katolik itu harus dipegang teguh. Hal itu yang mengkuatkan bahwa Legio adalah keluarga saya yang kedua, takkan pernah saya tinggalkan.”


Karina Chrisyantia/Felicia Pemata Hanggu/Laporan Angel Merici Devit

HIDUP, Edisi No. 39, Tahun ke-75, Minggu, 29 September 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles