HIDUPKATOLIK.COM – NEKAT! Ya, Alfonsius Benamen memang nakat membawa anak-anak Kampung Ima mengikuti kompetisi berkelas dunia bertajuk World Virtual Festival Choir (WVCF) ke-4 2021 untuk kategori Musika Sakra (Sacred Music Category) secara virtual. Event ini digelar oleh Bandung Choral Society 2021, pimpinan Tommyanto Kandisaputra pada 3-8/9/2021 lalu.
Festival ini diikuti oleh peserta dari pelbagai negara di dunia termasuk dari Indonesia. Alfons, sapaan akrab Alfonsius Benamen, membawa anak-anak binaannya dari Kampung Ima, Kabupaten Mappi untuk bertarung di sini.
Alfons mengisahkan, ia harus jatuh-bangun mulai dari proses awal pendaftaran, pengiriman lagu baik not angka dan not balok dalam bahasa Inggris hingga sampai dinyatakan lulus seleksi.
Konon, bagi Alfons mendapatkan tugas di Kampung Ima merupakan salah satu anugerah terbesar dalam hidupnya. Di sini ia tidak hanya menjalankan profesinya sebagai seorang guru. Ia menemukan suara-suara indah alami yang secara vokal tidak diragukan. Hanya perlu polesan dan tangan dingin dari siapa saja yang memiliki hati untuk membangkitkan semangat dan pendampingan anak-anak berbakat tersebut.
Saat melihat anak-anak memiliki vokal yang mumpuni, sejak tahun 2019 bersama seorang temannya, Alfons membentuk sebuah paduan suara yang diberi nama St. Petrus Ima Children Choir yang terdiri dari anak usia SD-SMP.
Alfons memang sejak kecil hobi nyanyi. Hobinya kian terasah ketika bergabung dengan Paduan Suara Universitas Pattimura, Ambon, Maluku.
Sehari-hari Alfons bekerja sebagai guru SD YPPK St.Petrus di Kampung Ima, Distrik Nambai, Kabupaten Mappi. Pada 2019, ia mengikuti Program Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) angkatan ke-4 Kabupaten Mappi.
Persiapan menuju International World Virtual Festival Choir 2021 sangat berat. Mengumpulkan anak-anak bukan perkara mudah. Setiap hari, anak-anak masih harus membantu orangtuanya mencari kebutuhan hidup di hutan.
“Dari segi vokal, saya tidak khawatir. Hanya saja mereka belum bisa baca not namun mereka dengan sangat cepat mampu menghafal syair dan kata-kata sebuah lagu,” ungkap pria yang pernah mewakili Kabupaten Mappi pada ajang Lomba Mazmur Kategori OMK, Pesparani Papua di Jayapura 2019.
Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Alfons. Ia melihat talenta-talenta besar anak-anak. Hal itu tak ia sia-siakan. “Awalnya hanya sebatas memberikan pelayanan Paskah dan Natal namun kemudian diminta melayani di stasi, kemudian di Paroki Kepi,” ujar kelahiran Langgur, Maluku, 1 Agustus 1996 ini.
Dari stasi di pedalaman menapak ke paroki di kota, menurut Alfons, merupakan loncatan yang sangat besar. “Ketika nyanyi di Kepi pada bulan Juli, anak-anak mendapat pujian dan dukungan yang luar biasa. Dari situlah timbul semangat dan motivasi dalam diri anak-anak. Terkadang anak-anak datang mencari dan minta latihan,” ujar Alfons.
Di mata Alfons, anak-anak Papua umumnya memiliki kemampuan yang setara dengan anak-anak lain. “Namun, harus ada orang yang memiliki hati yang bisa mendorong dan membimbing mereka. Mereka pasti akan mendapatkan hasil yang baik,” tambahnya.
Meski hanya mendapatkan Silver Medal di Bandung, namun Alfons melihatnya sebagai awal yang baik sekaligus memacu semangat anak-anak Papua untuk tampil di ajang nasional dan internasional berikutnya. Tentu saja, ini juga energi baru bagi Alfons untuk terus bernyanyi dan berproses bersama anak-anak binaannya.
Bagi Alfons, kompetisi ini merupakan pembelajaran dan momen mencari pengalaman yang sangat berharga. Ia beharap Kabupaten Mappi semakin dikenal karena mempunyai suara-suara malaikat anak-anak “fajar Timur” ini.
Namun, bagi Alfons, ia tak sekadar mencari hasil, tapi juga sebuah proses agar karakter anak-anak pun terbentuk.
Helen Yovita Tael (Merauke)
HIDUP, Edisi No. 39, Tahun ke-75, Minggu, 26 September 2021