web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Lahir dari Keprihatinan, Legio Maria untuk Dunia

Rate this post

Seabad sudah Legio Maria hadir di dunia untuk meluaskan kerajaan Allah dibawah bimbingan Gereja dalam karya Maria dan Gereja. Buahnya pun dirasakan di seantero dunia.

Frank Duff (kanan) sedang berupaya memperjuangkan agar kaum awam dapat dilibatkan membantu melayani. (Foto: Dok CNS)

SERATUS tahun yang lalu, seorang pegawai negeri sipil Irlandia mendirikan sebuah organisasi umat Katolik awam yang menggambarkan banyak tema Kepausan Paus Fransiskus. Organisasi ini menjadi perwujudan Gereja yang mau pergi ke pinggiran, bergerak ke luar. Di mana dalam “Evangelium Gaudium” (EG) Paus Fransiskus menulis setiap umat Kristiani dan setiap komunitas harus mencari dan menemukan jalan yang ditunjukkan Tuhan, tetapi kita semua diminta untuk mematuhi panggilan-Nya untuk keluar dari zona nyaman guna menjangkau seluruh “periferi” yang memerlukan terang Injil (EG, 20).

Semangat yang diminta Bapa Suci ini sudah terwujud dalam Legio Maria sejak seabad yang lalu. Berbekal doa yang berbuah kontemplasi aksi, Legio Maria perlahan tumbuh untuk memuliakan Allah melalui pengudusan anggotanya yang dikembangkan dengan doa dan kerja sama aktif, dibawah bimbingan Gereja, dalam karya Maria dan Gereja untuk menghancurkan kepala ular dan meluaskan kerajaan Kristus.

Legio menjadi sebuah komunitas yang mewartakan Injil mengetahui bahwa Tuhan telah mengambil prakarsa, Dia telah terlebih dahulu mengasihi kita (Bdk. 1Yoh. 4:19), sehingga dapat bergerak maju, berani mengambil prakarsa, keluar kepada yang lain, mencari mereka yang telah menjauh; berdiri di persimpangan-persimpangan jalan dan menyambut yang tersingkir. Untuk itu, Legio tak pernah kehabisan semangat untuk menunjukkan kemurahan hati, buah dari pengalamannya sendiri akan kekuatan belas kasih Bapa yang tanpa batas (EG, 24).

Timbul dari Keprihatinan

Di awal tahun 1900an ketika Dublin, Irlandia merupakan satu wilayah di Eropa yang mengalami keterpurukan kondisi perekonomian karena banyak pengangguran dan kemiskinan, Serikat Santo Vincentius (SSV), menjadi sebuah organisasi yang tumbuh hadir untuk membantu pemenuhan kebutuhan jasmani.

Dalam situasi pelik itu, hadir pula seorang awam berusia 24 tahun, Frank Duff. Didasari oleh keprihatinannya pada sesama yang menderita dan semangat misioner yang bergelora dalam hatinya serta keinginannya yang sederhana untuk dapat melakukan sesuatu yang berguna agar bisa berjumpa dengan Kristus sendiri dalam diri sesama yang menderita, maka ia mendaftarkan diri menjadi anggota kelompok SSV pada tahun 1913.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sebagai seorang anggota SSV, tentulah Frank memiliki devosi yang mesra kepada Maria. Dalam perjalanannya, ia juga membaca dan terinspirasi dari buku “Bakti Sejati kepada Maria”, karangan St Louis Marie de Montfort. SSV terus bertumbuh dan mekar, Frank Duff menjadi ketua dan berpusat di Myra House, Dublin.

Dalam setiap pertemuan bulanannya selalu mengagendakan diskusi dari buku Bakti Sejati. Dalam sebuah pertemuan, anggota menceritakan kunjungan menarik saat ke Rumah Sakit di Dublin. Berawal dari kunjungan tersebut, Frank Duff dan bersama beberapa orang merasakan perlunya lanjutan untuk membahas hal tersebut dan disepakati pertemuan pada 7 September 1921, yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Legio Maria.

Malam Bersejarah

Frank Duff, Pastor Paroki St.Nikolas, Pastor Michael Toher, dan 13 orang wanita yang mayoritas gadis muda berkumpul di Gedung Myra pukul 20.00. Tak seorang pun yang sadar bahwa hari yang mereka tentukan adalah malam menjelang Pesta Kelahiran Bunda Maria, 8 September. Dalam buku “Frank Duff: Biografi Pendiri Legio” dikisahkan agenda malam itu untuk membahas bagaimana kelompok itu bisa melayani kaum papa dengan lebih baik. Terlihat salah seorang perempuan sedang menghias meja pertemuan dengan sebuah kain taplak putih, sebuah patung Maria Dikandung Tanpa Noda milik Joe Gabbett, dua pot bunga, dan dua lilin bernyala. Hal ini sama persis dengan penataan altar pertemuan Legio saat ini (tentu saja belum ada Veksilum). Patung itu mengingatkan mereka bahwa Maria selalu hadir di tengah mereka.

Pada pertemuan itu, kelompok ini memohon tuntunan Roh Kudus, berdoa Rosario, dan membahas tugas berikutnya. Diyakini bahwa Bunda Maria sendirilah yang hadir mendahului mereka untuk menyambut mereka yang mendaftarkan diri untuk melayani dia. Mereka bukan saja datang untuk membentuk sebuah perkumpulan (organisasi) melainkan untuk menyediakan diri bagi suatu tugas pelayanan, untuk mencintai dan melayani seseorang. Diketahui para gadis muda ini ingin mengunjungi pasien-pasien perempuan yang kurang mampu di Rumah Sakit Union, sama seperti para pria dari Himpunan St.Patrick yang sebelumnya sudah mengunjungi para pasien laki-laki.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Dalam kesempatan itu, Pastor Toher memberikan sebuah nasihat inspiratif singkat. Setiap yang hadir menerima sebuah tugas khusus di Rumah Sakit dan setuju untuk memberikan laporan hasil kunjungan mereka pada pertemuan minggu berikutnya. Dari situ mereka memutuskan menyebut diri mereka sebagai Asosiasi Bunda Belas Kasih yang kemudian menjadi Legio Mariae. Pertemuan ini pun menjadi bibit dan pola bagi ratusan ribu, bahkan jutaan, pertemuan serupa yang diadakan di semua benua selama lebih dari seabad sesudahnya.

Sebenarnya, usulan nama yang diajukan Frank Duff untuk menyebut asosiasi ini sebagai Legio Maria sempat ditolak. Hal ini terjadi ketika di bulan November 1925, asosiasi ini telah mendirikan lima atau enam cabang di Dublin. Pemimpin dari setiap kelompok pun bertemu di Myra. Nama Legio Maria sendiri ia dapatkan saat memandang lukisan indah Bunda Maria yang berada di kamar kerjanya. Akhirnya, karena para utusan setiap kelompok tidak dapat mencari lagi nama yang lebih cocok, maka mereka dengan suara bulat menerima usulan Frank. Istilah Legio membuka sebuah cakrawala baru dalam pemikiran Frank.

Sebagai pecinta berat legio tentara Romawi sejak masih bersekolah di Kolese Blackrock, Frank melihat Legio Maria sebagai bala tentara aktif dan giat yang bertujuan mendirikan Kerajaan Allah di seluruh dunia. Bala tentara Maria akan menggantikan persenjataan mengerikan tentara Romawi dengan Pedang Roh, Sabda Allah. Oleh karena itu, Legio Maria diatur seturut model tentara, terutama seperti tentara Romawi kuno, sehingga istilah-istilah ketentaraan Romawi juga digunakan. Akan tetapi, tentara dan senjata Legio Maria bukanlah dari dunia ini. Beberapa bulan setelah pertemuan perdana Legio, Frank dengan mantap menyatakan bahwa gerakan ini ditakdirkan melingkupi seluruh dunia, namun malah disambut tawa.

Perluasan Legio Maria

Tawa itu pun perlahan bungkam. Dalam perkembangannya, Legio Maria mulai tersebar di beberapa belahan dunia. Ia tumbuh begitu cepat karena Legio mengilhami para anggotanya untuk melakukan karya kerasulan yang menakjubkan. Tahun 1929 Legio mulai tumbuh di Skotlandia, Inggris, India, Amerika, Australia, Selandia Baru, Afrika, Amerika Latin, Tiongkok, kemudian menyebar di pelbagai negara Eropa daratan. Frank juga segera mulai mengirimkan pelopor-pelopor ke seluruh belahan dunia. Dua utusan, Alfie Lambe yang berkarya dan berhasil di Amerika Selatan serta Edel Quinn yang meraih reputasi kekudusan yang luar biasa di Afrika. Keduanya sedang dalam tahap pengakuan kekudusan oleh Gereja. Alfie kini bergelar Hamba Allah, sedangkan Edel sudah digelari Venerabilis (Hamba Allah yang Patut Dihormati) dan menanti gelar Beata.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Selain itu, Legio mempunyai martir-martir. Setelah Komunis mengambil alih kekuasaan di Tiongkok, Legio menderita penyiksaan mengerikan. Di Shanghai saja, 1000 presidium bermunculan. Kendati menanggung penganiayaan, Legio secara berarti bersumbangsih pada runtuhnya Asosiasi Patriotik Katolik Tiongkok yang mencoba merebut kesetiaan banyak umat Katolik di Tiongkok pada Roma. Untuk itu, Legio harus membayar harganya, 3000 legioner dihukum mati.

Legio sendiri masuk Indonesia pada 1951 melalui Medan, oleh seorang envoy bernama Miss Theresia Shu (Legioner di Universitas Hongkong). Kemudian menyebar ke Padang, Pekanbaru, Sidikalang, Tanjung Karang dan Pangkalpinang. Lalu menyebar ke Pulau Kalimantan yakni Pontianak, Singkawang, Sambas dan terus ke arah Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, yakni Maumere.

Pada tahun 1952, Pater Paul Janssen, CM yang baru kembali dari Filipina, tempat Legio Maria berkembang dengan pesat, mendirikan presidium pertama di Kediri, Jawa Timur, lalu meluas ke Surabaya, Malang, Blitar dan Madiun pada tahun 1953. Dengan perkembangannya, mulai dibentuklah Dewan Legio yaitu Kuria Malang pada 1954.

Di Jawa Barat, Legio Maria mulai masuk pada tahun 1956 menyebar dari Cirebon, Yogyakarta pada tahun 1969 dan meluas ke Semarang dan Surakarta. Sedangkan di Jakarta, mulai dengan presidium sekitar tahun 1977-1978 dan tersebar luas di Indonesia.

Saat ini Legio Maria di Indonesia telah berkembang di 33 provinsi, 35 keuskupan, dengan jumlah legioner sebanyak 66.000 orang di dalam naungan tiga Dewan Senatus di Indonesia, yaitu Senatus Bunda Maria Karmel, Malang (5 Juli 1964), Senatus Bejana Rohani, Jakarta (29 Maret 1987) dan Senatus Maria Diangkat ke Surga, Kupang (8 September 2019).

Felicia Permata Hanggu

HIDUP, Edisi No. 39, Tahun ke-75, Minggu, 26 September 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles