HIDUPKATOLIK.COM – DARI Maluku untuk Indonesia! Ini adalah bagian dari tema besar Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Pertama Tingkat Nasional yang digelar di Ambon, Maluku, pada akhir 2018 lalu. Semarak gelaran perdana ini merupakan buah-buah iman yang telah ditanamkan para misionaris awal yang datang ke tanah Maluku lima ratus tahun lebih lalu. Bahwa historisitas Gereja Katolik Indonesia tak bisa dilepaskan dari datangnya para pater dari Serikat Jesus (SJ) perdana di kawasan ini yang kemudian hari dilanjutkan oleh misionaris agung yang tak lain adalah Fransiskus Xaverius.
Seiring dengan perjalanan waktu, beratnya medan pewartaan yang harus dilalui, membuat darah para martir tumpah di awal-awal misi perdana Gereja. Kendati perjuangannya tak seheroik para misionaris awal, karya misi Pater Cornelis Johannes Böhm, MSC yang meninggal dunia 20 Agustus 2021 tak bisa anggap remeh. Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC yang menjadi Uskup Amboina dari 1994-2020 menyebutnya sebagai simbol persaudaran di Maluku. Pater Böhm merupakan misionaris terakhir dari Tarekat Hati Kudus yang datang dari Negeri Kincir Angin. Lima puluh lima tahun ia mendedikasikan diri dan karya di Keuskupan Seribu Pulau tersebut. Maka, ketika mendengar kabar ia wafat, tak hanya umat Keuskupan Amboina yang berduka, tetapi juga warga Maluku pada umumnya yang sudah mengenal sepak-terjang karya dan pelayanan almarhum selama hidupnya.
Maluku, yang kini disebut-sebut sebagai laboratoriuam kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia, telah merasakan sentuhan akhir para misionaris. Memang tak bisa dipungkiri, bahwa Maluku pernah mengalami masa gelap saat terjadi konflik horizontal pada takhir tahun 90an. Namun, kini suasanya sudah sangat berbeda. Peran Gereja Katolik dirasakan cukup besar untuk membangun kembali jembatan atau tali persaudaraan antarumat/masyarakat Maluku. Benih-benih perdamaian dan persaudaraan yang ditaburkan oleh para misionaris telah menjadi bagian dari fondasi yang kuat, tak hanya di Maluku, tapi juga menyebar ke pelbagai tempat di Nusantara ini.
Kepergian Pater Böhm selain meninggalkan duka tapi juga sekaligus legacy yang harus dilanjutkan. Tentu saja, bagaimana umat dan para imam, biarawan-biarawati merawat dan meneruskan semangat misi yang telah ditanamkan dan ditinggalkan oleh para misionaris yang pernah berkarya di sini. Semangat untuk terus menghidupkan persaudaraan sejati di tengah pluralitas suku, agama, etnis, dan golongan. Spirit untuk mewartakan kerukunan, toleransi, perdamaian, saling menghargai, bela rasa, dan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepetingan pribadi di tengah menguatnya arus egoisme kelompok tertentu, intoleransi, radikalisme, bahkan terorisme.
Tentu saja Gereja Indonesia merasa kehilangan atas kepergian Pater Böhm. Namun, alangah jauh lebih bermakna bila biji yang telah jatuh ke tanah itu akan berbuah banyak bila para pekerja saat ini mampu merawat dan menumbuhkannya menjadi pohon yang makin besar dan berbuah banyak.
Kepergian Pater Böhm selain meninggalkan duka tapi juga sekaligus legacy yang harus dilanjutkan.
HIDUP, Edisi No. 38, Tahun ke-75, Minggu, 19 September 2021