HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 26 September 2021 Minggu Biasa XXVI, Bil. 11:25-29; Mzm.19:8,10,12-13,14; Yak.5:1-6; Mrk. 9:38-43,45,47-48
EXTRA Ecclesiam Nulla Salus. Di luar Gereja tidak ada keselamatan. Pernyataan yang dikutip dari tulisan Santo Siprianus dari Kartago di abad ketiga ini begitu terkenal dalam sejarah kekristenan lantaran kontroversial dan multitafsir. Pernyataan tersebut juga mengesankan Gereja tampak arogan karena mengklaim dirinya seolah-olah sebagai satu-satunya jalan pembawa keselamatan. Kalangan konservatif Gereja sepertinya cukup mendukung ajaran ini. Sementara itu, kalangan progresif Gereja kiranya akan mengritik dan menafsirkan ajaran tersebut secara baru. Sebab, ajaran tersebut dapat menjadi batu sandungan dalam dunia yang semakin mengedepankan pluralisme. Alih-alih menekankan aspek institusinya yaitu Gereja (ecclesia), ada usulan untuk mengubahnya menjadi Extra Christum Nulla Salus, di luar Kristus tidak ada keselamatan.
Mereka yang mengikuti ajaran dan teladan hidup Kristus, entah itu yang secara resmi tercatat sebagai anggota Gereja atau tidak, sejatinya sedang terarah kepada keselamatan. Extra Christum Nulla Salus kiranya dapat menghancurkan tembok mentalitas eksklusif dan menegakkan semangat inklusif. Dalam Injil Markus terdapat satu kisah tentang Yesus yang membongkar mentalitas ekslusif tersebut.
Dikisahkan, Yohanes, salah satu muridnya, menyatakan keberatan kepada Yesus karena ada orang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan (atau membuat mukjizat) dalam nama Yesus. Pada zaman Yesus, para pelaku mukjizat biasanya menyerukan nama tokoh-tokoh yang dianggap sakti (seperti para dewa atau pelaku mukjizat yang termasyur). Mereka percaya, dengan menyebut nama tokoh sakti itu, mereka berpartisipasi dalam kuasanya. Tampaknya, inilah yang dilakukan orang yang bukan pengikut Yesus itu. Ia menyebut nama Yesus untuk memanfaatkan kuasa-Nya untuk mengusir setan. Tampaknya, Yohanes mencegah penyebutan nama Yesus tanpa izin itu bukan pertama-tama soal mukjizat pengusiran setan itu, tetapi karena ia merasa, hanya mereka yang tergabung dalam kelompok Yesus-lah yang berhak untuk menyebut nama gurunya. Mereka seolah-olah ingin memonopoli penggunaan nama dan kuasa Yesus. Orang luar harus dicegah untuk menggunakan nama itu.
Yesus menolak keberatan Yohanes tersebut. Alasannya sederhana saja. Siapa saja yang melakukan sesuatu yang baik seperti mukjizat dan eksorsime dalam nama-Nya, pastilah ia tidak menjelekkan dirinya: “Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku.” Alasan lainnya lebih bersifat inklusif. Mereka yang tidak melawan Yesus dan pengikutnya, mesti dipertimbangkan sebagai sebagai teman dan pendukung mereka: “Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Intinya, bagi Yesus tidak seorang pun yang berbuat baik atas nama diri-Nya harus dihentikan dari perbuatan baik tersebut. Perbuatan baik yang menyelamatkan orang lain itulah yang penting dan utama, bukan ambisi untuk memonopoli perbuatan baik yang justru dapat menimbulkan kesombongan, iri hati, dan pertentangan.
Kita mesti berbangga jika sebagai pengikut Kristus, gereja telah mempraktikan perbuatan kasih kepada orang yang menderita. Akan tetapi, mengklaim bahwa Gereja telah menebar kasih lebih baik daripada yang lain, seolah-olah monopoli kebaikan hanya di tangan gereja, tidaklah tepat. Sebab, sikap ini hanya membawa kita kepada kesombongan rohani.
Kita juga mesti ingat, banyak orang di luar gereja yang mengagumi Kristus sebagai teladan hidup yang menginspirasi untuk melakukan kebaikan. Mereka juga terkadang menyebut nama Yesus dan mengajarkan ajaran-Nya untuk membantu orang lain mencapai keselamatannya. Maulana Jalaluddin Rumi, sufi Islam yang termasyur, misalnya, sangat mengagumi Yesus ketika berkata, “Setiap orang dari kita adalah Kristus yang hidup bagi bangsa-bangsa. Sebagaimana tangan Yesus yang menyembuhkan, setiap luka dan derita di dunia ini dapat disembukan oleh sentuhan tangan-tangan yang menyembuhkan.”
Akhirnya, dalam Gereja perlu dibangun dan dipelihara sikap terbuka dan inklusif bagi mereka yang di luar Gereja. Sebab, dalam Kristus, ada keselamatan. Extra Christum Nulla Salus.
“Memonopoli kebaikan hanya di tangan Gereja, tidaklah tepat. Sebab, sikap ini hanya membawa kita kepada kesombongan rohani.”
Romo Albertus Purnomo, OFM, Ketua LBI
HIDUP, Edisi No.39, Tahun ke-75, Minggu, 26 September 2021