web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kenapa Umat Katolik harus Mempunyai Nama Baptis

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM Kenapa umat Katolik harus mempunyai nama baptis?
Yesus ketika dibaptis pun tidak pakai nama baptis. Mohon penjelasan, Romo.
(Paskalis, Bekasi)

Pembabtisan dipahami oleh Gereja adalah “dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh (vitae spiritualis ianua)” (KGK 1213). Sehingga, pembaptisan adalah sikap seorang yang menjawab panggilannya sebagai murid Kristus untuk ikut ambil bagian dalam keanggotaan dengan Gereja. Sikap iman ini adalah sikap seorang pribadi yang mau menyatakan hidup baru dalam Kristus sebagai buah dari Sakramen Baptis yang menjadikan seorang sebagai anak-anak Allah. Inilah mengapa nama baptis kemudian perlu dimiliki oleh seorang Katolik.

Dalam Injil, ketika Tuhan Yesus dibaptis memang tidak mendapatkan nama baptis seperti orang Katolik saat ini. Namun, jika ditelisik dari Kitab Suci tradisi pemberian nama baru merupakan suatu bentuk atau cara untuk menggambarkan bahwa orang tersebut mendapatkan panggilan hidup baru dari kehidupan lama mereka. Dalam Perjanjian Lama, Abram diberi nama baru “Abraham” oleh Allah yang “telah menetapkannya menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Bdk. Kej. 17:5). Dan dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberikan nama baru “Petrus” kepada Simon untuk menunjukan perutusan-Nya: “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat. 16:18). Pun pula, tokoh lain yang pantas dicatat di sini adalah Santo Paulus. Ia pun memiliki nama baru ketika dia menjadi murid Kristus dan diutus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Namanya berubah dari Saulus menjadi Paulus.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Selain itu, dalam sejarah Gereja sebenarnya tradisi pemberian nama telah berlangsung sejak gereja awali. Santo Dionisius dari Alexandria ( 200-265) mencatat dan mengatakan
bahwa “Banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Rasul Yohanes. Mereka menggunakan nama tersebut karena mereka mencintai dia, mengagumi dan meneladani dia supaya dikasihi Allah seperti dia. Dan banyak anak-anak orang beriman diberi nama Paulus atau Petrus”. Bahkan, Santo Yohanes Kristostomus (347-407) meminta orangtua untuk memilihkan nama bagi anak-anak yang akan dibaptis. Alasan di balik ini sama dengan spirit yang ada di dalam Kitab Suci, yaitu supaya mereka memiliki kehidupan baru melalui teladan keutamaan hidup dari para kudus yang dipilih.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dan dalam “Katekismus Gereja Katolik” (KGK 2156-2159), Gereja telah menegaskan mengapa perlu nama baptis dan bagaimana memilih nama baptis itu. Dasarnya pun sangat jelas, yaitu seorang dibaptis pertama-tama diberikan nama Tuhan yang menguduskan, nama Tritunggal Mahakudus: “dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus” sehingga kemudian seorang mendapat nama baru di dalam Gereja. Artinya, dengan pengudusan dari Allah, seorang yang menegenakan nama baptis, nama baru dalam kesatuan Gereja, diharapkan memiliki hidup Krisitiani yang sejati dengan meneladan orang kudus yang dipilih. Oleh karena itu, Kitab Hukum Kanonik menyatakan bahwa nama baptis yang dipilih jangan sampai nama yang asing dari semangat kristiani (Bdk. KHK Kan 855).

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Paus Fransiskus dalam katekese tentang baptis yang disampaikan pada 18 April 2018 mengatakan bahwa pemberian nama baptis itu penting karena “tanpa nama, kita tidak dikenal, tanpa hak dan kewajiban. Allah memanggil kita masing-masing dengan nama, mengasihi kita secara individu dalam kenyataan sejarah kita”. Oleh karena itu, seorang yang menerima nama baptis sebagai orang Katolik memiliki harapan baru sebagai murid Kristus. Ia menjadi pribadi yang berupaya membangun hidupnya menyerupai Kristus dalam seluruh tindakan seperti kata Santo Paulus: “namun aku hidup bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam diriku” (Gal 2:20).

HIDUP NO.12, 2 Mei 2021

 

Romo Yohanes Benny Suwito
(Dosen Teologi Institut Teologi Yohanes Maria Vianney, Surabaya)

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles